[Barista] Pesan Alam

151 25 18
                                    

Title: Pesan Alam

Author: Adeil011

Genre: Sci-fi, Sad romance

Rating: General

Cast: Jung Hoseok

Disclaimer: Plot dari ide, cuman pinjam nama, baca dengan bijak.

────

Pertama kalinya dalam hidup, kala kadal kecil menetas lalu berevolusi dengan cepat tanpa ada yang menyadari. Aku baru saja berjumpa dengan sosok visualis yang unik, bergerak dan hidup. Melihat akar serabut seakan ada di atas, lalu itu terkontaminasi oleh warna gradasi kulit pohon yang kentara namun terlihat alami. Bungkusannya hijau daun, namun terkadang seperti hijau army seakan bayang itu ingin mengamuflase atensinya terhadap sekitar. Aku sering bercengkrama dengannya, atau bisa diukur terkadang jika ia sedang sibuk. Ia salah seorang insan Ilahi yang paling ekologis dan untungnya sempat kutemui sebelum aku mati. Memanggilnya sesukamu, tak masalah. Ia suka sekali bergurau jika kau bersua dengannya; walau hanya sekali dan hanya sekedar perkenalan singkat. Interaksinya luas; pada orang sejenisnya dan komunikasi alam.

"Soki-ah... Kau punya ensiklopedi yang kemarin?" Sebelum aku berangkat ke janjiku yang selajutnya setidaknya aku bertemu dengannya. Aku sering berlagak seakan suka seleranya, tapi kali ini aku benar-benar tertarik dengan buku 'Ekologi dan Krisis Kapitalisme' miliknya. Ia kerap tersenyum dan terkadang begitu keheranan ketika membaca buku itu, jadi, kupikir buku itu menarik. Setidaknya bisa menemaniku ketika di bangsal.

"Yang kemarin? Hmm... Kurasa sudah dipinjam oleh Gitae, dan lagipula itu buku perpustakaan, bukan milikku." Aku mengulas senyum sambil mengangguk ke arah Hoseok, "Dan aku sekarang harus pergi, projek hutan di Jeju."

Aku tertawa renyah, menutupi diri bahwa ada rasa kecewa ketika menyadari tak akan melihat wajahnya beberapa waktu, "Yap, baiklah tak apa." Dan bodohnya, tentu saja Hoseok pergi.

Aku sering beberapa kali merenung pada balkon, berpikir keras mengapa hewan kecil harus berpindah, mengapa tumbuhan seperti pohon besar dapat tampak anggun saat siang namun mengerikan seperti properti drama horor saat malam, mengapa Hoseok begitu menggilai alam atau apalah itu yang disebut Ekologi. Aku bahagia jika suatu saat nanti ia akan menjadi Ekolog yang akan disimpan budinya teramat banyak oleh hewan dan tumbuhan, aku tahu obsesinya sama besar dengan kekuatan kerjanya. Tapi aku takut. Aku takut hanya melihatnya dari jauh atau semacamnya; seperti tidak sama sekali.

Aku suka mengurai, apapun itu. Mengurai instrumen lagu, bahan makanan (aku dapat menyebutkan satu per satu bahannya), dan juga menguraikan gradasi warna; pada langit, lukisan, fotografi dan sebagainya. Aku pergi ke belakang gedung, disana ada alang-alang. Teringat sekilas bagaimana aku begitu suka pada cerita 'Si Raja Bertelinga Keledai' ketika masa kecil, aku mendiktekan sebuah kalimat. "Aku tertarik pada Hoseok, apa itu suka, apa itu cinta?", lalu angin bersemilir dan rasa kantuk menyergap begitu cepat. Apa bahasa batin konyolku akan tersampaikan?

Tiba-tiba aku berada di sudut kamar inap. Seakan menjadi Tuhan yang melihat segalanya, refleksi diriku tak terpantul pada cermin dan aku mulai mendengar isak tangis. Itu suara serak Kakakku, Namjoon. Ia tak dapat melihatku. Dan aku dapat melihat Hoseok dengan napas tersengalnya masih menyandang tas gunungnya, apa dia baru pulang. "Aku merasakan firasat bahwa burung berkicau begitu ricuh padaku. Apa ini bukan candaan garingmu, Joon?"

"Bukan, dia memang sudah mati. Bukan nyaris mati dan sekarat seperti tumbuhanmu."

Getar suara Kakak dijawab oleh Hoseok, "Maafkan aku, setidaknya surat cinta Adikmu tersampaikan padaku." Bagaimana bisa, "Burung merpati yang menyampaikannya."

─────

Notes:

Cuman lagi lapar, makanya pakai nama Abang Snicker. Butuh masukan untuk rekondisi.

[SEPTEMBER] Regular MenuWhere stories live. Discover now