10. Tanggung Jawab

Start from the beginning
                                    

"Voy?"

Pemuda itu tersentak saat mendengar suara yang ia kenal memanggil dari kejauhan. Voy menoleh, dan melihat sosok Rissa berada beberapa meter di depannya. Dengan setengah berlari, ia mendekati cewek itu.

"Apa yang kamu lakukan malam-malam begini di sini sendirian?" cemasnya.

Rissa tersenyum. "Nggak sendirian kok, ada mama juga. Ada di dalam rumah Nav," ucapnya sembari menunjuk rumah di belakangnya. "Tadi aku juga melihat mama kamu."

"Oh," jawab Voy ambigu. "Ayo masuk, di sini dingin."

Rissa mengangguk. "Aku baru tahu kamu akrab sama ceweknya Martin," ucapnya yang membuat Voy menatapnya bingung. "Tadi itu yang diantar Nav sepupunya kan?"

Voy tersenyum dan mengangguk kikuk. Pikirannya melayang pada tindakan Navintar barusan. Rissa pikir yang tadi bersama Nav adalah Fanisha? Apa Nav berbohong padanya? Karena dia takut Rissa salah paham? Lalu jika memang perasaan Rissa begitu penting untuknya, kenapa tadi Nav terlihat seperti cowok yang cemburu melihatnya bersama Eann? Sebenarnya apa maunya?

Sementara itu Arveann masih terdiam di dalam mobil Nav. Pemuda itu pun hanya diam menatap jalanan. Dia sudah cukup kesal saat bundanya memaksanya mengantar Veann, meninggalkan Rissa. Dan semakin merasa kesal saat melihat Arveann bersama Voy.

"Sejak kapan kamu akrab sama Voy?" akhirnya pertanyaan itu terucap dari bibirnya.

"Akrab? Dari sudut mana kami terlihat akrab?" sahut Eann malas.

Nav mendesis. "Bukannya tadi kalian berpelukan?"

Eann menoleh, menatap tajam pada pemuda di belakang kemudi. "Pelukan dari mana? Mata kamu bermasalah ya? Dengar, jika ada polling dua cowok yang yang paling nyebelin di kampus, dengan senang hati aku akan memilih kalian berdua!" jawabnya seraya memalingkan muka menatap ke luar jendela.

Nav menoleh. Menatap wajah Eann yang membelakanginya. Seolah tak percaya dengan apa yang gadis itu katakan. Meskipun di hatinya muncul sedikit rasa lega. Ia ingat, Voy memang selalu ramah pada siapapun.

Tapi tidak seakrab itu juga, sampai memeluk pinggang dan memegangi pipi cewek lain selain Rissa.

Dan rasa lega itu kembali sirna dari hatinya.

"Jangan salah paham, Voy itu selalu bersikap baik pada semua orang. Bukan karena dia modus atau apa," ucap Nav ketus.

Eann berdecak kesal. "Dari mana 'kata baik pada semua orang' itu berasal? Bagiku dia cowok bermuka dua yang menyebalkan."

"Hemmpht!" Nav tak lagi bisa menahan tawanya saat mendengar ucapan terakhir Eann. "Hahhaha...! Cewek-cewek akan membunuhmu jika mendengar kamu menjelek-jelekkan Voy seperti itu!"

"Jangan khawatir, nyawaku ganda."

Nav kembali tertawa, tangan kirinya bergerak mengacak rambut Veann. "Kamu pikir kamu ini Arvin, punya sembilan nyawa."

Eann tak menyahut. Menikmati belaian tangan Nav di kepalanya. Ternyata, rasa itu memang masih ada untuknya.

Sementara pemuda di sampingnya tak merasa melakukan kesalahan apapun. Tangannya bergerak turun ke wajah Eann. Membelai pipi gadis itu dengan ibu jarinya, lalu kembali turun ke tengkuk Eann. Menariknya ke arahnya, dan mengecup puncak kepalanya, seperti kebiasaannya selama bertahun-tahun ini.

Mata Eann membola. Kepalanya bergerak kaku menoleh pada Nav yang mulai menarik tangannya. Pemuda itu masih bersikap biasa. Senyum di bibirnya pun masih setia tersungging di sana. Tak menyadari betapa merahnya wajah gadis di sebelahnya.

Mobil yang mereka naiki mulai melambat saat memasuki gerbang rumah keluarga Armadi. Nav menoleh pada Eann yang tiba-tiba terdiam, begitu mobil itu berhenti.

MY EX-BOY'S FRIENDSWhere stories live. Discover now