Bab 5

35.5K 3.2K 71
                                    

Spot kubikel tempat bergosip penuh. Sebenarnya setiap pagi penampakan itu selalu terjadi, namun kali ini Yessi membawakan berita yang menarik perhatian seluruh ruangan, kecuali Adelia yang terduduk di mejanya ia datang pagi-pagi sekali padahal malamnya ia bergadang mengerjakan tugas yang diberikan Indira.

"Jadi di adainnya di Bali?" seru Abib.

"Iya. Kali ini beda karena sekalian ada pembukaan hotel baru disana." Sahut Yessi.

"Seru dong. Kita diundang nggak?" Andika menyahuti.

"Yang di undang orang-orang penting aja." Jawab Yessi.

"Lo kan nggak penting Dik, jadi nggak bakal diundang," Lukas menyahuti sembari mengakak geli.

"Balik—balik ... " Riska menepuk rekanan lainnya ketika melihat Indira yang berjalan ke ruangan.

Pintu kaca otomatis terbuka Indira masuk sembari mencibir dalam hati melihat kelakuan anggotanya yang sangat doyan bergosip. Begitu matanya menangkap kehadiran Adelia gertakan giginya tak terelakkan, ia mendesis geram karena pasalnya kemarin ia sengaja mengikutinya sepulang dari restoran. Awalnya Adelia memilih menaiki taksi, namun di perempatan jalan ia berhenti dan saat itu juga mobil Satria berhenti lalu Adelia naik ke dalamnya.

Mereka kucing-kucingan di depan karyawan lainnya, berpura tak saling mengenal di luar namun di belakang memadu kasih.

"Mbak Indi." Indi menoleh dan Sita menghampiri dia menyerahkan sebuah amplop pada Indira.

"Thank's." Ujar Indira singkat, Sita mengangguk lalu pergi.

Seisi ruangan menaruh minat dan hanya Adelia yang masih terpaku pada layar komputernya.

"Undangan ya mbak? Ulang tahun perusahaan pasti kan?"

Indira menyoroti tajam Yessi, hingga langkahnya mundur teratur. Indira langsung melangkah menuju ruangannya.

Duduk di kursinya, Indira membuka isi amplop putih pemberian Sita. Benar saja, sebuah undangan serta tiket pesawat ada di dalamnya. Indira sudah tahu kabar ini meski hanya desas-desus yang sering tak ditanggapi lebih olehnya.

Namun senyum Indira mengembang disana. Satria pasti datang ke acara itu. Dan dia akan menggunakan kesempatan sebaik mungkin.

Indira mengambil smartphone dari dalam tasnya, ia berharap ada panggilan dari Panji disana namun nihil, ia sangat marah, tapi kemarahannya itu tak akan pernah lama kepada sahabatnya itu. Ia hanya ingin Panji sedikit mengerti, dan setelah semua misinya tercapai ia berjanji akan memikirkan hidupnya.

Ketukan pintu membuat lamunannya terputus. Indira bergumam menyuruh siapa saja disana untuk masuk.

Alisnya terangkat menatap Adelia yang memasuki ruangannya dengan langkah anggun tanpa canggung, sepertinya ketakutan di awal bertemu sudah dihilangkannya. Dan memupuk kebencian Indira semakin dalam.

Indira harus mengakui wajah manis milik Adelia sampai-sampai atasannya itu pun kepincut, dan memikirkannya membuat dalam dirinya semakin merasakan kemarahan. Indira menggepal kuat tangannya hingga kukunya memutih.

"Ada apa?" tanya Indira tetap mempertahankan wajah setenang mungkin.

"Ini konsep yang Mbak minta kemarin."

Sebelah tangan Indira mengudara dan menerima file kliping dari Adelia. Adelia tetap berdiri sambil menautkan kedua tangannya, sementara Indira memeriksa membolak-balik kertas secara kasar.

Baru semenit berlalu Indira membanting kertas tersebut ke atas meja membuat Adelia berjingkat kaget. Indira menyandarkan punggungnya sembari melipat tangannya.

Revenge Where stories live. Discover now