Chapt. 24 ×Still×

590 86 55
                                    

Happy reading and sorry for typo(s) xx

×××

Violet's pov

Aku turun dari mobilku. Kini aku sudah berada di tempat dimana tempat ini adalah saksi bisa kematian kekasihku. Aku melihat kerumunan pria serta beberapa orang yang memakai setelan dokter bersama mereka, dengan inisiatifku aku pun melangkahkan kaki menghampiri mereka.

"Dimana Agen Styles?" tanyaku.

Mereka spontan menoleh ke arahku begitu mendengar suaraku. Dalam kerumunan ini, hanya dua orang yang aku kenal, Agen Zayn Malik dari FBI dan salah satu Agen Rahasia markasku, Agen Liam Payne.

"Agen Johansen? Astaga, apa yang kau lakukan disini?!" Zayn menghampiriku. "Kau sedang dalam masa pemulihan. Jika Agen Grey Johansen tahu kau disini, dia bisa membunuhku!" lanjutnya.

"Cepat katakan dimana Harry padaku."

"Dia sedang di dalam bersama regu pelacak. Kau tidak diperbolehkan masuk." ujar Liam.

"Masa bodoh! Aku ingin menemuinya."

Dengan begitu aku kemudian berlari memasuki gedung tua yang sudah di lintasi garis polisi tersebut.

Sesampainya diriku di dalam, aku melihat lima orang pria dengan setelan jas mereka sedang bergelut di depan layar MacBook mereka masing-masing. Dari sini aku juga dapat melihat Harry yang hanya mengenakan kemeja hitam dengan dua kancing teratas dibiarkan terbuka.

"Apa yang menurutmu penting hingga Grey harus kemari, Styles?"

Sontak suaraku barusan membuat tubuh Harry yang membelakangiku menegang.

"Aku berbicara padamu, Styles." ulangku.

Harry menoleh, dan aku dapat yakinkan bahwa manik hijau itu menangkap bayanganku saat ini, "For god sake, Vi! Kau tak seharusnya kemari!" Ia kemudian menghampiriku.

"Apa bedanya aku dengan Grey? Jika kau butuh Grey, sama saja kau membutuhkanku." tegasku.

"Tapi kau dalam masa penyembuhan! Aku tak ingin kondisimu semakin parah." balas Harry dengan raut wajah khawatirnya.

"Peduli apa kau? Aku baik-baik saja. Dan sekarang aku mau kau jelaskan apa yang penting." ucapku.

Harry mengacak-acak rambut pendeknya frustasi. Dapat aku lihat keringatnya itu membasahi dahi serta sekujur tubuhnya.

"Kau tak seharusnya tahu tentang hal ini dulu. Aku takut kondisi psikismu terganggu." terang Harry.

"Tentang apa? Niall? Aku tak mengapa jika kalian sudah menemukan jasadnya. Aku sudah menerima semua ini." balasku pasrah.

"Bukan. Ikut denganku."

Harry menarik tanganku menuju ke sebuah meja dimana posisi Ia sebelumnya berdiri. Ia kemudian menautkan kembali jemarinya pada keyboard MacBook miliknya lagi. Wajahnya kini serius sekali, urat-uratnya pun timbul. Mungkin karena Ia sendiri masih sedikit marah karena aku kemari.

Tak lama kemudian Ia memutar MacBooknya ke arahku. Kemudian Ia menekan enter. Dan sebuah data muncul pada layar di depan mataku ini.

"Sebuah keanehan terjadi, Vi. Dan ini adalah buktinya." ucapnya.

Aku menatapnya kebingungan. Seperti mengetahui maksudku, Ia kemudian mengetikkan namaku pada kolom kosong pada layar itu lagi. Sesaat kemudian sebuah data mengenai diriku muncul disana. Lengkap dengan denyut nadiku.

"Apa ini? Mengapa ada monitor denyut nadi disini?" tanyaku.

"Denyut nadi ini aku dapatkan langsung dari sensor portable yang ada di kartu identitas kita, seperti yang kau pakai saat ini, Vi." terang Harry.

THE MISSION ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang