Chapt. 23 ×Depression×

663 85 69
                                    

Sad Violet on mulmed guys.

Happy reading and sorry for typo(s) (: xx

×××

Violet's pov

Dua hari sudah aku lewati sendirian di dalam ruanganku. Aku tak kembali ke apartemen ataupun keluar dari ruanganku sekalipun. Aku tak ingin pergi melihat dunia luar lagi. Dunia itu terlalu kejam untukku. Untuk apa aku mengenal cinta jika pada akhirnya Ia pergi meninggalkanku seperti ini? Kau jahat, Ni. Kau jahat.

Mengarahkan kursi roda sialan ini menuju jendela besar yang menghadap New York, aku terus mengingat janji Niall untuk kembali. Pria itu, yang sering bertengkar denganku, sikap mesumnya, tawa khasnya, segalanya tentang dirinya, sulit untuk ku lepaskan dari pikiranku. Aku mencintainya.

Dari ketinggian dapat aku lihat beberapa orang sibuk berlalu-lalang, mobil-mobil berjalan, restoran penuh dengan pengunjung, lalu ku lihat sesuatu yang makin membuat dadaku sesak. Di depan lobi pintu masuk markas, dua sejoli itu sedang berjalan dengan mesranya.

Yup, Mr. Styles and his soon to be Mrs. Styles, or maybe you know her as Georgia.

Walaupun jauh, aku dapat merasakan bagaimana kebahagiaan mereka dapat mengisi satu sama lain. Dadaku sesak bukan karena aku sakit hati ataupun cemburu melihat mereka berdua. Aku hanya teringat Niall lagi dan lagi. Susah memang melepasnya begitu saja, mengingat yang Ia lakukan ini untuk menyelamatkanku.

Tok! Tok! Tok!

Sialan! Siapa yang berani mengganggu acara patah hatiku? Apa Ia tak tahu jika di belakang pintu itu ada seorang gadis yang rapuh dan sepertinya sangat ingin memakan manusia untuk melupakan sakit hatinya?

Dengan malas aku mencoba mengarahkan kursi rodaku menuju pintu. Benar saja, saat pintu terbuka aku dapat melihat Grey dengan nampan berisikan susu dan roti isi di atasnya.

"Boleh aku masuk?" tanyanya.

"Untuk apa?"

"Apa aku salah jika aku ingin memperhatikan adikku?" tanya Grey dengan secuil senyumnya itu.

Aku memundurkan kursi rodaku untuk mempersilahkan kakakku masuk. Aku tak bisa menolaknya. Sudah berkali-kali aku mengusirnya saat Ia hanya ingin menghantarkan susu hangat untukku.

Kami duduk berhadapan di sebuah sofa. Ia meletakkan nampan yang Ia bawa di depanku. Saat ku tolehkan pandanganku ke wajahnya, Ia tetap berusaha tersenyum walaupun aku tahu sebenarnya bayi besar ini ingin menangis melihat kondisi adiknya yang menyeramkan.

"Jangan tersenyum." ucapku datar.

"Ada yang salah? Aku hanya tersenyum." balasnya.

Aku tahu kau tersenyum untuk menutupi sesuatu.

"Makanlah, Vi. Aku sudah membuatkanmu roti isi. Aku tak tahu apa kau benar-benar sudah makan selama dua hari ini." ucap Grey kemudian.

Aku hanya memandangi dua potong roti isi dan segelas susu dihadapanku. Perutku sudah meronta-ronta meminta jatah makanan. Namun hatiku tetap egois untuk diam dan tak menanggapi keinginan perutku yang hanya mengkonsumsi air mineral selama dua hari ini.

"Kau hanya diam? Aku mohon sentuhlah makanannya, Vi. Jangan buat aku merasa bersalah."

"Untuk apa kau merasa bersalah?" tanyaku sarkas. "Bahkan kau tak memiliki kesalahan yang harus kau akui."

Ia menghela nafas sejenak sebelum membalas ucapanku, "Kau makin kurus, Vi. Aku tahu mengapa kau seperti ini, jangan kira aku tak tahu. Aku ini kakakmu, aku tahu apa yang sedang menjadi beban pikiranmu." ucap Grey lembut.

THE MISSION ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang