38

14.7K 1K 100
                                    

Kini mereka berlima sedang berada di apartemen Valdo. Ramon bilang ada yang ingin dia bicarakan.

Adlan mengantarkan kembarannya pulang dan menyusul mereka semua ke apartemen Valdo.

Kini mereka semua menunggu Ramon ingin mengatakan sesuatu. Valdo dan Ardi jadi, curiga pembicaraannya ini menyangkut rambutnya yang kemarin mulai rontok banyak.

Ramon berdeham dan mengeluarkan sebuah amplop dari tasnya dan melempar di meja ruang tengah. Dengan buru-buru mereka bertiga berebut untuk melihat dan membacanya pelan-pelan.

Ramon dan Adlan sedang bersender dengan sofa sambil memejamkan matanya.

Mereka bertiga saling bertatapan, seakan saling bertanya apa hasil ini benar atau palsu. "Gue tau Ram, gue sering bercanda, tapi kali ini lelucon lo gak bagus, gue gak percaya." Ardi geleng-geleng kepala tidak percaya.

"Ram, lo kalo bercanda yang berbobot kek." Kini Valdo terlihat marah.

"Ram," Alex benar-benar sudah tidak dapat berbicara apapun lagi.

Ramon tersenyum tipis, "gue juga gak percaya awalnya kaya kalian, tapi itu faktanya," Ramon menarik nafas sebentar, "gue cuma mau bilang, kalian sahabat terhebat yang gue punya. Selalu nemenin gue apapun keadaan yang terjadi. Kedengerannya kayak cewek yah?" Ramon terkekeh sendiri.

"Ram," panggil Adlan. Ramon langsung mengangkat tangannya ke udara memberi isyarat agar dia meneruskan kalimatnya.

"Maaf, kalo selama ini ucapan gue nyakitin kalian. Dan gue minta satu hal sama kalian semua, tolong rahasia-in penyakit gue ini dari Adlina."

"Ram, lo gila nyembunyiin ini dari Adlina." Teriak Ardi tidak terima.

"Gue mohon, Di, gue gak mau dia sedih." Ardi menghela nafas lelah, benar-benar lelah berdebat dengan Ramon yang keras kepala. Akhirnya, Ramon menganggukan kepalanya.

"Terus rencana lo abis ini apa?" tanya Valdo, kini mereka semua menatap Ramon.

***

Sekarang Ramon dan Alex sedang berada di rooftop sekolahnya. "Lex, jaga Adlina ya." Ramon hanya menatap lurus ke depan.

"Lo juga masih bisa jaga dia, gue juga tau lo sayang kan sama dia, kenapa lo gak ngomong sih, Ram." Alex benar-benar gemas dengan sikap keras kepala Ramon.

"Gue udah bilang kan, dia gak sayang sama gue sebagai abang," Ramon tersenyum tipis, "lo bisa jaga dia buat gue kan Lex? Gue yakin lo bisa gantiin posisi gue buat jaga dia."

Alex menatap Ramon sambil geleng-geleng kepala. "Gue emang sayang sama dia, Ram, tapi astaga Ramon lo bisa jujur sama dia."

Ramon menoleh, "please, Lex, janji sama gue lo bisa jaga dia. Lo udah tau kan kejiwaan dia gimana, Adlina cewek polos nan unik menurut gue, dia satu-satunya cewek yang gak peduli popularitas, gak peduli badannya bakal gendut kalo makan banyak," Ramon terkekeh membayangkan lucunya Adlina, "jauh dari semua itu dia cewek yang masih bergantung dengan orang sekitarnya, karna masa lalu yang dia lewatin pahit banget tapi, gue salut dia tegar."

"Gue juga gak tau gimana, ada sesuatu yang menarik dari Adlina, sok berani padahal takut. Tapi, tetep aja dia cewek manis yang polos." Timpal Alex.

"Lex, gue nggak pernah minta bantuan apapun sama lo, gue cuma minta lo janji buat jagaiin Adlina, gue yakin lo bisa, Lex?" Ramon benar-benar berharap banyak kepada Alex.

TS [1] Adlina (END-LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang