Chapter 30: Game

5.4K 426 24
                                    



Arzan Rafadinata POV

Kubuka mataku saat tak menemukan istriku di sampingku. Aku coba menepuk kembali tempat istriku tidur semalam, tapi tetap saja kosong.

"Sel..." Suaraku parau, namun mataku masih kuusahakan untuk membuka.

"Seoul...," panggilku lagi, tapi suaraku mendadak mengecil saat mendengar suara air yang berbenturan dengan wastafel cuci piring yang terbuat dari besi. Mungkin Seoul sedang di dapur.

Aku pun beranjak dari tempat tidurku dan berjalan dengan sempoyongan ke belakang. Aku lihat wajah Seoul yang menahan sakit. Dia menyalakan air untuk tangannya yang terlihat berdarah. Hah berdarah? Mataku segera kubuka sepenuhnya.

"Sel, kamu kenapa?" tanyaku panik seraya berjalan ke arahnya. Dia tersenyum ke arahku dengan santai membuatku sangat kesal. Kenapa dia bisa sesantai itu?

"Enggak apa kok cuman kegores pisau. Ini juga udah enggak sakit," katanya masih dengan tangan yang dia basuh dengan air. Kutarik tangannya dan cepat menariknya jauh dari sana.

Kutekan bahunya agar dia duduk di atas kasur dan Seoul terlihat sangat kaget karena mungkin aku menariknya secara tiba-tiba.

"Di mana kotaknya?" tanyaku. Dia menunjuk ke arah lemarinya, sementara mataku yang masih sedikit mengantuk segera tertuju pada apa yang dia tunjuk.

"Untuk terakhir kalinya ya Sel. Aku enggak mau kamu megang alat dapur atau apa pun yang membuat kamu lelah. Ingat Sel kamu mau melahirkan, gimana kalau nanti kamu kenapa-kenapa! Aku khawatir Sel sama kamu," kataku setelah mendapatkan kotaknya. Aku berjalan berlutut di depannya.

Kutarik kembali tangannya dan kuusap dulu sebelumnya dengan kapas yang ada di kotak P3k.

"Aku enggak bisa diam aja Ar. Aku kan seorang istri. Jadi, aku harus ngerjain tugas rumah dong," katanya, tapi aku kurang setuju dengan opininya yang itu.

"Engak! Kamu kalau aku bilangin tuh ngerti dong! Kamu enggak tahu aku khawatir banget sama kamu! Mulai besok pokoknya aku yang ngurusin pekerjaan kamu. Kamu diam aja di kasur kalau gak cukup nonton TV, baca Qur'an apa aja pokoknya yang penting jangan ngelakuin yang macem-macem!" tegasku malah terlihat bawel dan posesif.

Beberapa menit tak ada suara di antara kami. Seoul sibuk melihat gerakanku yang mengobatinya. Dia tak berkomentar apa pun dengan apa yang aku bicarakan tadi. Dia tak membantah apalagi marah saat aku membentaknya.

"Sudah," kataku saat tangannya sudah aku tutup dengan kain kasa.

"Aku lapar Ar," katanya saat aku berdiri ingin meletakkan kotak P3K. Saat mendengar Seoul lapar. Aku jadi ingat kalau aku tidak masak. Bodoh juga aku! Mungkin saking tidak sadarnya aku bilang akan mengerjakan semua pekerjaannya, padahal aku tak bisa apa-apa.

"Hmm yaudah kamu mau makan apa? Aku beliin di warteg aja ya."

Sejenak Seoul terdiam. Dia menatapku tak berkedip membuatku tak bisa bernapas karena dilanda kegugupan. Apa mungkin aku tadi ngiler saat tidur. Kenapa juga Seoul memandangku seperti itu. Ahh apa mungkin ada tai mata?

"Kenapa?" tanyaku sedatar mungkin menghilangkan kegugupanku.

"Aku kira kamu mau masakin buat aku. Tadi kamu bilang biar kamu yang ngerjain," katanya membuatku kikuk harus jawab apa. Padahal dia tahu sendiri kalau aku tidak bisa masak dan lagi aku tahu kenapa Seoul tak membantah perkataanku. Itu pasti karena dia tahu kalau suaminya ini tak bisa apa-apa jika sudah dengan kerjaan rumah.

"Ya-ya- kan kalau aku beli di warteg ada banyak macamnya. Lagi pula kan yang mau makan kamu doang. Aku enggak laper kok," kataku berbohong sedikit karena nanti aku akan makan di warteg langsung. Gengsi dong bilang enggak lapar, tapi nyatanya lapar dan malah ikut makan.

MY HEARTBEAT COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang