Chapter 17: As Long UN ends

5.4K 438 20
                                    

Seoul Arabillah POV

Setelah kusiapkan semua yang Ar mau. Aku pun duduk di ruang TV. Menonton TV bersama Cleo dan juga Papi yang sedang menunggu kedatangan anak sulungnya, sedangkan Mami sudah di rumah sakit menunggu Vanilla yang masih terbaring koma.

Mereka punya rencana kalau besok Vanilla akan di bawa pulang. Mungkin itu keputusan yang bagiku salah karena di rumah aku takut kalau Vanilla tak ada yang memantau, tapi keputusan Mami rasanya sudah di atas persetujuan Papi.

"Seoul..." Suara Ar bergema. Dia muncul dari ruang tamu dan mengembangkan senyumannya saat dia berhasil menemukanku. Namun, ada yang aneh saat aku lihat kedatangan Ar. Wajahnya sedikit lebam. Apa mungkin dia berkelahi?

Saat aku ingin bertanya. Papi sudah lebih dulu meneriaki Ar. "Hei Anak Bandel," gertak Papi terlihat kesal melihat Ar yang memiliki lebam di pelipisnya. "Kamu habis berantem huh?"

"Apaan sih Pi orang ini abis kena bola. Ar abis latihan futsal tahu!" jawab Ar yang aku yakin itu adalah sebuah kebohongan besar karena lebam itu seperti baru saja ada di sana. Apa mungkin dia berkelahi dengan Alex. Kalau memang begitu, Alex pasti sudah tahu hubungan apa yang aku miliki dengan Ar.

"Sini dulu, Papi mau ngomong." Papi terlihat membenarkan tempat duduknya. Ar pun yang tadi masih berdiri segera duduk mengambil posisinya di sampingku. Dia tersenyum ke arahku dan mencium pipiku sekilas.

"Kamu udah mandi ya?" bisiknya ke arahku. Aku pun hanya tersenyum sebagai jawabannya lantas Ar mulai mengalihkan pandangannya terhadap Papi yang tengah mematikan TV.

"Yah Papi! Ih Cleo lagi nonton," keluh Cleo saat Papi mematikan TV karena sepertinya akan ada perbincangan serius di antara Ar dan papinya. Lantas aku lihat dia beranjak dari posisi duduknya dan berjalan meninggalkan kami bertiga.

"Kenapa sih Pi serius banget," ucap Ar yang aku yakin sekali kalau dia pun seperti sedang berpura-pura tak tahu apa yang papinya akan bicarakan.

"Bukannya kamu udah Mami kasih tahu. Kamu akan tinggal sendiri tanpa Mami-Papi dan juga-"

"Enggak Seoul ikut aku!" potong Ar langsung.

Kulemparkan pandanganku pada Ar. Rahangnya mulai mengeras dan dia mulai menegakkan tempat duduknya. "Pokoknya Seoul ikut aku. Kalau Papi masih mau misahin aku sama Seoul. Aku enggak akan pergi!"

"Ya sudah Papi akan buang semua barang-barang kesayangan kamu."

"Terserah Papi, tapi Ar masih berhak mengatur rumah tangga Ar sendiri. Ar bukan anak kecil lagi yang harus Papi pantau saat melakukan ini salah dihukum, melakukan itu benar dikasih hadiah. Ar-"

"Arzan!"

"Apa?" Ar berani menyahuti papinya membuatku menarik tangannya agar tak lebih mengeluarkan emosinya. Ar memang selalu tak bisa mengontrol amarahnya.

"Papi egois! Papi sendiri kan yang ngajarin Ar buat pertahanin apapun yang udah Ar buat, tapi kalau Papi buat hubungan kita merenggang. Aku ngerasa kalau komitmen Papi sebelumnya enggak bisa Ar jalani."

"Tapi kamu udah ngelanggar perkataan Papi. Kamu bilang akan jagain Seoul kalau kamu menikahinya, tapi apa buktinya?"

"Ar lagi berusaha, Pi. Memangnya Ar dilahirkan dari keluarga mana sampai bisa berbuat baik sama semua orang. Papi juga dulu-"

"Stop Ar! Papi enggak akan mendengar alasan kamu lagi"

Kulihat napas Ar yang tak keruan. Dia terlihat marah terhadap papinya sendiri.

"Ar enggak akan mau pisah sama Seoul!" katanya lagi seraya melemparkan pandanganya ke arahku dan hanya dalam hitungan detik... Aku sudah merasa melayang dari tempat dudukku. Ar mengangkatku dari posisiku.

MY HEARTBEAT COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang