"Ini masker." Nadia melenggang pergi dari Cinta dengan membawa beberapa makanan ringan di dalam dekapannya, dan Cinta segera mengekorinya.

"Itu apaan? Bawa makanan sebanyak itu?"

"Mau sahur," kata Nadia sembari mendudukkan diri di ruang makan yang tidak jauh dari dapur.

"Kamu mau puasa Senin-Kamis?" tanyanya lagi.

"Sekalian bayar hutang puasa, sih. Mumpung lagi nggak mood makan." Nadia mencomot keripik kentang di hadapannya. "Kamu nggak ikut sahur?"

"Aku udah tadi jam tiga, kamu nggak bilang, sih. Kan bisa bareng," kata Cinta. "Ini juga cuma makan kayak gini doang, apa kenyang?"

Nadia menunjukkan barisan giginya yang rapi. "Males masak."

Cinta mendengus pelan, lalu kembali ke dapur, menyalakan kompor gas yang sudah tersedia wajah berisi minyak goreng di atasnya.

Tangannya dengan cekatan mengambil satu butir telur, dan langsung menceploknya.

"Kamu itu belum biasa puasa, harus makan besar dulu," omel Cinta yang diiringi gelak tawa Nadia dan suara tapak kakinya yang berjalan mendekat.

"Kamu emang sepupuku yang paling the best!" ucap Nadia sembari memeluk Cinta sekilas dari belakang kemudian menempatkan diri di samping gadis itu.

"Eh aku baru tahu puasa Senin Kamis itu banyak manfaatnya, kemarin searching-searching gitu, eh nemu artikel ini."

Cinta melirik Nadia sekilas yang sedang asyik membaca apa yang tertera di layar ponselnya.

"Meremajaan sel kulit, mengencangkan kulit, mengeluarkan racun dalam tubuh, memberikan istirahat untuk organ pencernaan, menurunkan kadar lemak, mempercantik kaum wanita secara alami." Ia berhenti sejenak dan tersenyum sendiri. "Aaaa ... ini mah namanya sekali dayung dua pulau terlampaui, dapet pahala ibadan, dapet cantiknya juga."

Senyum Cinta ikut tersungging melihat kehebohan Nadia, dan perkataannya yang lebih kepada monolog untuk dirinya sendiri.

"Terus nih, menenangkan jiwa dan perasaan, mampu mengendalikan hawa nafsu, lebih peka terhadap lingkungan sekitar, lebih banyak beramal." Mata Nadia memandang ke arah Cinta. "Paket komplit, kan?"

Cinta mengangguk sekilas dan meniriskan telur ceplok yang sudah ia buat ke sebuah piring dan mengangsurkannya ke arah Nadia.

"Ambil nasi sendiri!"

Nadia mengacungkan jempolnya, lalu menarik Cinta kembali ke meja makan.

Setelah menyelesaikan prosesi makan-makannya, Nadia kembali menopang dagu dan menatap Cinta.

"Kamu hari ini ada jadwal kemana?"

Bola mata Cinta tertarik ke atas, mencoba mengingat-ingat. "Hari ini ada kuliah pagi sampai jam sembilan terus langsung ke perpus pusat."

"Ngapain ke perpus pusat?"

"Cari bahan riset buat cerita."

"Emang kayak gitu perlu riset-risetan, ya?"

"Kamu mau baca tulisan yang menjerumuskan orang lain ke dalam kesesatan dengan logika yang nggak berdasar?"

Nadia menggeleng pelan. "Eh, tapi kayaknya aku juga ada tugas kampus, sih. Disuruh cari jurnal Ilmiah."

Mata Cinta langsung berbinar, ia berpikir kalau Nadia ikut di nggak perlu kuatir salting di depan Biru, sejujurnya gadis itu benar-benar gugup jalan bersama lelaki itu dan teman-temannya yang tidak terlalu ia kenal akrab itu. "Ya udah ikut aja."

Birunya CintaWhere stories live. Discover now