18. [Menuju Kebenaran]

Mulai dari awal
                                    

"Yaudah sekarang lu kabarin orang-orang yang lu kenal. Nanti gua kabarin Ali sama Galuh. Gua yakin Rani di sekap disekitar sekolah soalnya tadi ada suara bantingan pintu dan kursi yang di seret. Ayo cepet!" perintah Reno dan mendapat anggukan setuju dari Kanya. Mereka berpencar seketika meninggalkan kerumunan orang yang semakin memenuhi ruangan.

🐤

Ruangan hampa yang kini menjadi tempat dimana Rani di kaitkan pada sebuah bangku dengan mulut tertutup dasi sedangkan tangan dan kaki dalam posisi terikat. Air matanya telah mengalir tak berhenti sejak Sofie dan kedua temannya menyekap gadis itu di ruangan hampa yang menyesakkan siapa saja yang berada disana. Tidak ada pertolongan sama sekali kecuali dia sendiri yang mencarinya.

Baru saja dia mencari jalan keluar tiba-tiba gadgetnya berbunyi. Dengan tangan terikat dia berusaha menyelinapkan tangannya menuju kantong pada sisi kanan rok yang telah menyatu dengan debu.

Dengan perlahan di bukanya lockscreen dan menjawab panggilan dari Reno.

"Rani, ran kamu dimana?" terdengar suara Reno yang mulai ingin mengetahui dimana Rani.

"Hmmpp ... Hmmp ... Hmm." hanya itu yang dapat keluar dari rongga mulut Rani. Meski dalam hatinya dia berteriak sekencang mungkin namun Reno tidak dapat mendengarnya.

"Rani kamu bisa denger aku? Kamu dimana sekarang, jangan bikin kita panik," ucap Reno kembali namun segera di sembunyikannya gadget dengan panggilan yang masih terhubung dengan Reno.

Gubrak
Sofie membanting pintu dan segera menyeret bangku yang berada tidak jauh dari posisi Rani.

Hampir saja Rani berhasil menyembunyikannya, namun Sofie telah lebih dulu mendapatkan gadgetnya.

"Ran? Rani kamu baik-baik aja?" Reno kembali berbicara dan membuat Sofie sadar bahwa ada yang tidak beres dari balik tubuh Rani.

Sofie menyelinapkan tangannya menuju ke arah sumber bunyi dan menemukan gadget milik Rani yang sedang dalam panggilan dengan Reno. Rani yang pasrah hanya membendung tangis yang kini mengalir semakin deras membasahi seluruh bagian pipinya yang makin memerah. Mulutnya berulang-ulang meminta maaf tanpa suara namun Sofie semakin menatapnya tajam!

"Bagus ya, jadi lo nelpon Reno!"

Plakk
Tangan Sofie telah mendarat di pipi kanan Rani, wajahnya di penuhi api kemarahan yang sangat dahsyat, langsung di matikannya gadget Rani dan membantingnya saat itu juga.

Rani sangat ketakutan, dia menangis dalam diam, matanya dipejamkan setiap mendapat bentakan dari Sofie. Entah apa yang di inginkan perempuan ular itu, tapi di bola matanya hanya ada kebencian yang membara dan tak kunjung padam. Kini dia tersenyum, seringai sekali senyumannya seperti singa yang ingin memangsa, mengerikan sekaligus membuat Rani lagi-lagi memejamkan matanya.

"Anggep aja ini ucapan perpisahan gua sama Reno buat lo!" ucapnya santai dan diikuti dengan tawa yang sangat menakutkan. Namun ucapan Sofie mampu membuat Rani menatap kearahnya untuk mencari penjelasan.

"Ada apa putri culun, emang lo pikir selama setahun ini gua diem aja Reno deket sama lo! Gua mau terbang sama Reno ke paris dan kita akan sekolah disana. Berdua! Siungggg ... " ucapannya semakin membuat batin Rani menyusut.

"Kenapa? Masa Reno ga bilang sih ke putri culun ini kalo dia sama Sofie mau pergi ke paris, duh kasian kalo rakjel mah rakjel aja ya, beda sama gua yang sosialita. Cantik lo gara-gara Kanya aja bangga sih, benalu dasar. Liat kan Reno akhirnya sama gua juga."

Tak ada kata yang mampu keluar lagi dari mulutnya, batinnya telah sangat teriris dan membuatnya melemah seketika, apa yang membuatnya semangat kembali selain Reno? 'Kenapa kak Reno ga jujur sama aku.' pekik batinnya.

PARTNERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang