PART ONE - Chapter 2

94 9 0
                                    

Ketika hendak memasuki ruang kelas, seperti ada yang menepuk punggungku. Ternyata Cika yang berdiri dibelakangku menepuk-nepuk pundakku dan memasang wajah cemberut. Mungkin ia ngambek karena sejak ia menjemputku di kost, aku sama sekali tidak mengeluarkan suara dan tidak mendengarkan apa yang ia katakan.

" Hhhh.." Aku menghela napas panjang.

Kemudian aku masuk ke ruang kelas dan meninggalkan Cika yang masih berdiri di depan pintu sambil cemberut. Aku masih terus memikirkan mimpiku. Entah kenapa otak ini terusik oleh mimpi itu. Gadis kecil yang manis, ayah yang kasar dan ibu yang terlalu sabar kalau menurutku.

Semua kejadian dalam mimpi itu begitu nyata dimataku dan seakan sebuah pertanda untukku. Tapi hari ini aku harus fokus saat mata kuliah Pak Bambang, jika tidak aku bisa-bisa menjadi bulan-bulanannya selama matakuliahnya. Aku harus bisa menyingkirkan rasa penasaranku tentang mimpi itu. Tapi apa maksud dari mimpi itu ya? Mungkin mimpi itu hanya bunga tidur saja dan sebaiknya aku melupakannya.

" CACHAAAA ... "

Suara itu sangat dekat dengan telingaku sehingga membuatku harus menutup telinga sebelah kiriku dengan tangan. Cika sudah memasang wajah yang menurutnya menyeramkan, padahal sama sekali tidak menyeramkan, malah lucu.

" Kenapa sih teriak-teriak?"tanyaku sok santai.

" Gimana aku nggak teriak secara kamu dari tadi aku panggil nggak nengok sedikitpun. Kamu tu kenapa sih? Ada masalah?"

" Nggak ada apa-apa kok. Aku cuma kecapekan habis beres-beres kemarin."jawabku asal.

" Tapi kamu nggak sakit kan?"tanya Cika cemas sambil ia menempelkan punggung tangannya ke dahiku untuk memeriksa apa aku sakit atau tidak.

" Udah nggak usah khawatir, cuma capek aja kok. Pak Bambang udah dateng tu."

Cika pun langsung menghadap ke arah dosen kami yang terkenal agak aneh dan selalu menjadikan para mahasiswanya yang telat ataupun tidak konsentrasi untuk jadi bulan-bulanannya. Mimpi itu sekarang sudah hilang entah kemana sehingga aku bisa berkonsentrasi pada mata kuliah Pak Bambang.

######

Semua penghuni kost sedang asyik makan ketika aku turun dari kamar, kecuali Aldo dan Reina. Ken yang melihatku turun langsung menarikku untuk duduk disampingnya. Kost-kostan ini hampir seperti rumah sendiri karena disini ada Mbak Inah yang bisa membantu merawat rumah dan membantu memasak makanan untuk kami, kalau-kalau kami sedang malas makan diluar. Dan masakannya tidak pernah tidak enak.

Sudah dua minggu aku berada di kost ini. Aku sudah mulai akrab dengan para penghuni lain, kecuali dengan Kara. Ia terlalu pendiam, sehingga membuatku sulit untuk membuka pembicaraan. Setiap selesai makan kami selalu mencuci piring dan gelas kami sendiri. Rasa ngeriku waktu pertama kali datang sudah benar-benar hilang dan mimpi tentang gadis kecil itu sudah tak lagi memenuhi otakku dan mimpiku.

Selesai mencuci piring dan gelas, aku menyusul yang lain menonton TV di ruang tengah. Tawa mereka sangat lepas, membuat aku penasaran dengan apa yang mereka tonton. Opera yang diperankan Andre, Sule, Aziz, Nunung dan Parto menjadi pilihan teman-teman sebagai acara pelepas penat.

Hampir pukul 12.00 tapi mereka semua masih asyik melihat film luar yang dibintangi oleh Jacki Chan. Aku yang sudah tak kuat untuk membuka mata pamit lebih dulu untuk tidur. Ken dan Tara pun mengikutiku menaikki tangga menuju kamar mereka masing-masing di lantai 2. Sampai di kamar aku langsung berbaring dan memejamkan mata.

Ayah aku dapat nilai 90 ketika ulangan matematika, itu adalah teriakan gadis kecil yang manis itu. Sang ayah sama sekali tidak memberi tanggapan. Wajah gadis kecil itu berubah murung, kemudian ia berteriak marah pada ayahnya dan berlari keluar rumah. Aku yang duduk di taman yang letaknya tepat didepan rumah anak itu langsung mengalihkan pandanganku karena gadis kecil itu sempat melihat ke arahku. Kemudian sang ibu menyusul mengejar gadis kecil itu yang terus berjalan ke arahku.

Sixth SenseWhere stories live. Discover now