16. [Detik-detik menuju UAS]

Start from the beginning
                                    

Satu ... Dua ... Ti ... Gagal, Kanya melihat ada tuliasan di kertas itu dan seketika kertas itu telah terpampang oleh tulisan tangan seseorang,

Hae curut? Lu mau ngomong apa sama gua? Btw maaf tadi gua langsung pergi. Kalo ada yang penting, temuin gua aja di perpus.

Rizki.

Jleb!

Tangannya gemetar seketika, Tubuhnya seperti terhempas ke sebuah taman yang dipenuhi aneka bunga warna-warni tidak sakit namun menimbulkan efek yang membuat peluhnya mulai bercucuran, mulut menganga lebar, dan kini kertas itu telah jatuh dan melayang entah kemana.

Kanya masih dengan posisinya, tidak berubah sama sekali mungkin karna atmosfer di sekitarnya kini telah menusuk tubuhnya melalui celah-celah seragam putih abu-abu yang tengah di kenakannya.

Tak di sangka kini kertas itu telah melayang mengikuti arah angin yang membawanya ke tempat-tempat yang tidak diingkan melewati rerumputan, lapangan, dan kadang terbang menjulang diudara. Terbukti kini kertas itu telah menabrak tapak depan wajah Ali, percis sekali menutupi wajahnya. Raut wajahnya mulai kesal diselingi tawa dari Reno dan Galuh, tidak ada yang seorangpum di sana kecuali mereka bertiga.

Sukurlah Ali hanya mengepal kertas itu karna kesal lalu membuangnya,

Hep!
Dapat,

Reno menangkap dengan cepat kepalan kertas yang melayang diudara, "eh gilak, jangan asal buang aja. Lu gatau apa? petunjuk cinta itu datangnya dari mana aja bro. Kali aja kali in ... " ucapnya menggantung ketika seluruh kertas telah terpampang jelas di hadapan wajahnya. Galuh langsung melesat mendekati Reno dan memasang wajah datar. Ali yang berada di haluan yang berbeda dengan kedua temannya hanya memasang tampang malas seraya mulai melangkah perlahan.

"Rizki?" teriak Reno serta Galuh secara bersamaan dan berhasil membuat Ali memalingkan pandangannya. Dia menaikkan sebelah alisnya ketika menatap mereka, di hampirinya perlahan namun Reno dan Galuh kabur seketika. Ali terus mengejar mereka yang kini mulai meledek Ali dan berlari mundur.

"Awas!"

Gubrakk

"Tuh kan gua bilang awas." Ali menghampiri ketiga orang yang sudah seperti hiu terdampar.

"Eh kalian itu jalan pake mata apa dengkul sih," omel Kanya yang kemudian di sahut oleh Galuh.

"Ada juga lu yang harusnya jangan di sini, kaya ga ada tempat lain aja." Galuh beranjak dan merbersihkan seragamnya, lalu menolong reno yang masih terjatuh.

"Dasar biang rusuh! Gaada kalian tenang hidup gua, bhay!" ucapnya lantang kepada tiga sekawan yang berdiri sejajar bagaikan pasukan perang, rambut Kanya tergurai mengikuti putaran tubuhnya tepat di hadapan mereka.

"Alasan, biang rusuh blablabla ... Bilang aja kalo mau cepat-cepat ketemu sama Rizki di perpus." Galuh menatap pantulan bayangan Kanya dengan sinis, sementara Ali sontak terkejut. Bilah hatinya terasa di cakar-cakar singa yang sangat kelaparan, hujan panah telah menantinya.

Reno mengetuk kepala Galuh yang menyiratkan betapa bodoh kawannya yang satu itu. Galuh hanya memasang muka pasrah setelah mengerti apa maksud dari perlakuan reno. Ali terdiam memaku sebelum dia tiba-tiba melangkah meninggalkan Reno serta Galuh.

Tumpukan buku yang tersusun rapih pada setiap raknya semakin memperindah tatanan perpustakaan. Diraihnya satu buku yang akan dijadikannya sebagai alasan bahwa kedatangannya ke perpustakaan bukan hanya untuk menemui gadis yang dicintainya. Suara derap sepatunya menuntun kakinya menuju ke arah meja yang telah disiapkan khusus untuk membaca, sengaja dia mengambil alih suasana yang sepi. Mungkin pikirnya biar mereka bisa lebih hanyut dalam pembicaraan yang serius.

PARTNERWhere stories live. Discover now