Bab 4

77 9 2
                                    

Seperti biasa, selamat membaca kawan-kawan!!!

 P.S. ini bab yang lumayan pendek

Keesokan paginya, aku bangun dengan perasaan riang. Bagaimana tidak? Semalam aku bermimpi bertemu dengan Zac Efron dan Mario Maurer. Dua aktor tampan dari dua negara yang sangat berbeda ini berhasil memenangkan hatiku. Di mimpi, aku menghabiskan seluruh hariku berjalan-jalan bersama mereka. Ah, senangnya. Sayang, ya, mimpiku ini terlalu jauh.

Tidak tidur terlalu malam ternyata punya dampak baik yang lumayan banyak. Aku jadi bisa bangun pagi dan bersiap-siap tanpa harus terburu-buru. Selain itu, mimpiku jadi lebih panjang. Bayangkan saja jika aku tidur jam 2 pagi, berarti aku hanya bisa 'pergi' bersama dua lelaki itu selama 4 jam. Eh, maksudnya 'memimpikan'.

Aku bergegas membersihkan diri dan melakukan 'ritual' yang ku lakukan setiap pagi. Setelah selesai, aku turun ke lantai bawah untuk sarapan. Bi Inem memang selalu sukses memanjakan perutku ini.

"Non, berangkat yuk! Nanti telat loh," kata Pak Jono.

Setelah menghabiskan makanan pagiku, aku mengambil tas dan memakai sepatu secepat mungkin. Aku pamit kepada Bi Inem dan masuk ke dalam mobil pribadiku yang berwarna hitam pekat.

Perjalanan ke sekolah tidak terlalu macet seperti biasanya karena hari ini aku berangkat lebih pagi. Alunan musik bisa ku dengar dari radio. Lagu yang sedang diputar adalah 'Takkan Terganti' yang dinyanyikan oleh Marcell Siahaan. Lagunya enak banget, jadi baper deh.

Marcell? Tunggu, sepertinya aku ingat sesuatu. Oh, iya! Aku kan hari ini akan pergi ke toko buku dengannya.

"Eh, Pak Jono hari ini jangan jemput Marsha di sekolah, ya. Jemputnya di toko buku kayak kemarin aja jam 5. Tenang aja, Marsha ke situ sama temen, kok," kataku memberi tahu.

"Siap, Non. Bukannya Meg sama May gak pernah mau diajak ke toko buku, ya?"

"Mmm, bukan sama mereka pak ke toko bukunya. Rahasia deh, pokoknya bapak gak usah khawatir. Orang ini anak baik kok," aku senyum-senyum saja.

"Kok malu gitu, Non? Wah, pasti jalannya sama pacar Non Marsha, ya? Aduh, jangan cepet gede dong non. Kemaren kayaknya masih digantiin popok sama Bi Inem, sekarang udah punya pacar aja," goda Pak Jono.

Aduh, kayaknya Pak Jono salah sangka nih. Gawat. "Aduuuh, pak, jangan bikin-bikin gosip tentang Marsha tanpa diklarifikasi sama Marshanya sendiri dong. Bukan pacar Marsha, kok. Cuman temenan doang."

Pak Jono cekikikan saja. Ia kembali fokus dengan jalanan yang sangat ramai.

"Macetnya gile, bro," keluhnya dengan gaya bahasa yang sok kayak anak muda gitu.

Saat di dalam mobil, aku biasanya mendengarkan lagu dengan earphoneku dari sebuah playlist di Spotify sambil memperhatikan hilir mudik kendaraan. Mungkin kalian mengira bahwa aku memakai mobil yang umurnya lebih tua dariku sampai-sampai aku tidak bisa mendengarkan radio. Mmm, sebenarnya radioku telah dikuasai oleh Pak Jono. Ia selalu protes dengan pilihan lagu-laguku. Dari pada berdebat dengannya, aku lebih baik menggunakan earphone saja. Lagian, aku tidak keberatan kok. Aku malah menganggapnya lucu karena Pak Jono sering menyetel lagu-lagu yang sangat asing di telingaku. Lumayan sih, wawasan musikku jadi luas berkatnya.

Aku bisa melihat teriknya matahari meskipun jam menunjukkan bahwa ini hanya pukul setengah 8 pagi. Rasanya seperti sudah pukul 12 siang saja, deh. Sisa perjalanan aku habiskan dengan memejamkan mata. Lumayan lah, dari pada aku tertidur di kelas lagi, kan jadinya memalukan.

"Bangun non, sudah hampir sampai nih," kata Pak Jono.

Aku membuka mataku perlahan. Meskipun hanya memejamkan mata selama 10 menit, indra penglihatanku ini jadi lebih segar. Saat sudah sampai di sekolah tercintaku, sarcasm intended, aku berlari-lari kecil menuju kelas.

Bruk! Aduh, kok Déjà Vu, ya? Meskipun jam yang berbeda saat aku tertabrak kemarin, ini adalah tempat yang sama-

"Elo lagi?! Buset dah, minggir lo," lelaki itu yang ternyata adalah Marcel menggelengkan kepala.

-dan juga orang yang sama...

Ya elah, aku kira hubungan kami membaik sejak di toko buku kemarin. Ternyata dugaanku salah. Baiklah, aku tidak boleh berharap terlalu banyak padanya karena orang ini bisa menjadi jerk kapan pun dia mau, meskipun suatu saat ia juga akan menjadi seperti dewa gombal.

"Kalo lo jahat lagi ke gue, gue akan batalin rencana kita ke toko buku hari ini. Ngapain juga gue pergi sama orang sejudes lo? Padahal kemarin kita kayaknya gak ada masalah, kan?" aku mulai muak dengan sikapnya denganku di sekolah.

"Cie cie cie, baper nih yeee," ledeknya sambil menaik turunkan alisnya. "Yaudah batalin aja ke toko bukunya. Gak peduli gua," dengan itu, ia meninggalkanku.

SABAR MARSHA, SABAAARRR...

***

SELAMAT! ANDA MENCAPAI AKHIR BAB 4. Comment + Vote yaaaa <3

Berikan pendapatmu tentang ceritanya sejauh ini yaaa, trimikishi:3

Bookstore LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang