Bab 33

343K 16K 239
                                    

"Mau kemana Van.?" Celin melirik dingin Vano yang baru pulang kerja dan langsung mengganti setelan jasnya dengan kaos lengan panjang.

"Aku pergi dulu, mau bertemu seseorang." Vano manjawab tanpa melihat ke arah Celin, sedangakan wanita itu terus memerhatikan punggung Vano yang kini sedang merapikan rambutnya.

"Siapa?"

"Teman," jawabnya singkat sambil mencium ringan dahi Celin dan segera beranjak pergi.

Celin masih terdiam, merenung kejadian kemarin saat di Cafe. Setelah dia keluar dari toilet, dia melihat Vano yang sedang tertawa dengan seorang wanita berseragam pelayan yang sudah menduduki kursinya.

Dan Celin tahu siapa wanita itu, Kimnana. Mungkin Vano tidak pernah berpikir jika Celin mengetahui wajah Nana tapi dia masih mempunyai sisa ingatan saat dirinya pernah menemukan foto Vano sedang berciuman dengan Nana. Meskipun sedikit terhalang, tapi Celin yakin bahwa wanita yang sedang menyahuti lelucon dengan Vano saat itu adalah Nana.

Saat Celin melangkah ke mejanya, tiba tiba Nana berpamitan pergi dengan berbagai alasan tanpa mau memandangnya. Bahkan saat Celin menanyakan siapa wanita itu, Vano menjawab, "hanya kenalan lama." Cemburu? Pasti, melihat Vano bersanding dengan Nana dan di depan mereka juga ada Rupert bukankah tiga orang itu terlihat seperti keluarga bahagia?

Celin tidak mengatakan apa apa selama mereka sampai rumah, dan Vano juga tidak mempunyai inisiatif untuk mengajaknya bicara. Itu sangat membuatnya kesal.

Dan sekarang lihat saja, Vano langsung pergi setelah pulang kerja. Memang sepenting apa pertemuannya dengan teman yang dia katakan itu? Berani bertaruh bahwa Vano menemui Nana kali ini.

Kenapa Nana harus muncul di saat Vano sudah bersamanya? Bukankah dulu wanita itu hilang saat kecelakaan. Kenapa tidak mati saja sekalian, kenapa harus kembali lagi? Celin mulai sesenggukan, pikirannya memang sangat jahat kali ini dan dia cukup menyesalinya. Dia juga tidak tahu kenapa emosinya bisa labil seperti ini. Mungkin karena bayi yang dikandungnya.

Ya, Celin memang hamil. Setelah mencoba dengan testpack dan mendapat hasil positif dia segera pergi ke dokter untuk memberikan kepastian. Di perutnya sudah tertanam janin yang sudah memasuki usia 1 bulan .

Ingin rasanya dia memberitahukan Vano. Tapi melihat sikap lelaki itu sekarang membuatnya tidak lagi mempungai minat untuk berbicara dengan Vano.

Biasanya, jika Vano pulang kerja, lelaki itu langsung memeluknya dan mengajaknya tidur. Memeluknya sepanjang malam sambil berkali kali mengatakan betapa beruntungnya dia bisa memiliki Celin. Tapi itu adalah malam malam yang lalu dan sepertinya tidak berlaku untuk malam ini.

Celin mengambil bantal Vano, menghirup aroma musk yang masih tersisa disana. Karena hanya parfum Vano, lantunan musik terindah untuk membawanya ke alam mimpi.

***

"Jadi bagaimana? Kau memang hamil kan?" Celin menjepit ponselnya diantara bahu dan telinga kanannya. Suara Diane terdengar jelas memasuki pendengarannya.

"Ya, hasilnya positif." Celin masih melalukan rutinitasnya untuk membuat tea mint, dia pernah menjumpai bahwa minuman itu bisa meredakan morning sickness.

"Itu berita yang sangat baik Cel. Bagaimana tanggapan Vano?" mendengar nama lelaki itu membuat Celin menghela nafasnya, pasalnya sudah dua hari Vano selalu keluar setelah pulang kerja dan akan pulang saat Celin sudah terlelap.

Sebenarnya Celin ingin menunggui Vano sampai pulang, tapi terkadang matanya memang tidak bisa diajak berkompromi dan akhirnya tertidur begitu saja.

"Ada apa? Ada masalah antara kau dan Vano?" Celin menimang nimang akan menceritakan atau tidak kepada Diane. Memang mereka biasanya bertukar cerita tapi masalah Celin kali ini terdengar seperti hanya masalah privasi rumah tangga dan tidak untuk dibeberkan.

My Perfect CEOWhere stories live. Discover now