Bab 21

376K 17.6K 502
                                    

"Aku tidak peduli, aku akan benar benar mengahncurkan lelaki itu. Akan kuputus hubungan kerjasama antar perusahaanku dengannya. Mungkin harus mengeluarkan denda yang cukup banyak, tapi akan kupastikan dia akan mengembalikan kepadaku sampai sepuluh kali lipatnya."

Mereka bertiga, Vano, Vino, dan Celin sedang duduk di ruang tamu keluarga Fernandes. Mama dan Papa Vano tidak terlihat sedari tadi, katanya mereka sedang ada urusan. Sedangkan Diane sendiri sudah terlelap di kamarnya setelah adegan menangis di parkiran restoran tadi. Yah semenjak Diane keluar dari rumah sakit, Martha memaksa Diane untuk tinggal satu atap dengannya. Katanya jika disini, Diane akan tidak bosan karena ada Martha dan juga membuat Martha sedikit lega karena bisa menjaga ibu hamil itu.

"Aku juga. Memutus hubungan kerjasama dengannya lebih baik." Vino merespon tanggapan Vano dengan setuju.

"Kau yakin? Kau CEO baru. Dengan memutus jalinan kerja akan membuat kerugian yang berdampak pada perusahaan. Aku takut kau malah diremehkan karena belum apa apa sudah membuat perusahaan rugi." Kali ini Celin yang menanggapi. Dia hanya takut jika nanti para petinggi lainnya memutuskan untuk mencabut jabatan CEO pada Vino karena dia memutus kerjasama yang sudah disepakati kedua belah pihak dengan alasan yang tidak jelas.

"Jangan khawatir. Aku yang akan menghancurkannya terlebih dahulu. Kabar mengenai Davian yang mencium wanita lain di pernikahannya juga sudah tersebar, apalagi ada desas desus bahwa pernikahan mereka akan berakhir. Hal itu saja sudah melemahkan saham mereka. Apalagi jika kubuat semua rekan kerjanya memutuskan hubungan dengan perusahaannya, dipastikan tidak lama dia akan bangkrut dan harga sahamnya akan menurun. Dan saat itu, jika bisa akan kubeli semua saham sialannya itu." Vano mengembangkan senyumannya, percaya diri bahwa rencananya akan berjalan lancar.

"Kau mengerikan. Tapi aku setuju. Jangan kahwatirkan aku. Aku tidak akan kalah dengan petinggi petinggi itu. Boleh saja jika mereka memandang rendah diriku awalnya, tapi mereka akan terbengong bengong sampai meneteskan air liurnya saat melihatku nanti."

"Itu perumpamaan yang buruk." Celin mengernyit jijik dan disambut kekehan Vino.

"Tapi kak, jangan kau ambil sendiri sahamnya. Bagi denganku. Akan kubeli juga setengahnya." Vino menampilkan ekspresi sedikit memohon kepada Vano, membuat laki laki itu menatap adiknya dengan pandangan menimang.

"Memangnya kau punya uang?" Pertanyaam yang jelas merendahkan itu seakan menohok Vino. Dengan sekali sentakan, lelaki itu melempar bantalan sofa kepada Vano yang tepat mengenai perutnya dan membuat kakaknya itu sedikit mengaduh kemudian disusul kekehan.

"Aku bercanda. Tenang saja, akan kubagi denganmu. Nah mulai sekarang aku pasti akan sibuk dengan urusan ini." Vano menghela nafasnya sambil bersender di sofa.

"Aku ingin pulang." Suara Celin menghentikan kakak beradik itu untuk meneruskan rencana rencana mereka untuk menghancurkan Davian. Celin juga tidak masalah. Biar saja laki laki itu mendapat karma dari semua perbuatannya. Bahkan sampai akhirpun jika mungkin terjadi, dia tidak akan membiarkan Diane menikah ataupun menjalin hubungan dengan Davian walaupun statusnya tetap sebagai ayah biologis dari anaknya.

"Akan kuantar."

"Kau tidak menunggui Diane?" Celin mendongak, melihat Vano yang sudah berdiri dengan kruknya.

"Kenapa harus? Dia tinggal disini lagipula juga ada Vino. Ayo pulang." Tatapannya melembut membuat Celin tidak bisa berkata tidak. Celin mengangguk dan berdiri dari duduknya. Sedikit berpamitan dengan Vino dan segera masuk ke mobil yang sudah terdapat Pak Toto di belakang kemudi.

Diperjalanan Celin tidak ingin membuka mulutnya. Entah kenapa pikirannya masih tertuju saat Vano memeluk Diane dengan posesif, seakan dia ingin melindungi wanita itu bagaimanpun caranya.

My Perfect CEOWhere stories live. Discover now