12

365 68 26
                                    

**

"Hah? Masih lanjut?" Zum yang sedang menikmati bubur kacang hijaunya hampir saja tersedak, namun cewek di depannya segera memberinya air mineral. Vita mengangguk lemas, wajahnya terlihat tidak semangat, tetapi siapa sangka dalam hatinya ada secercah kelegaan yang menyelimutinya.

Zum menggelengkan kepalanya, dan menyendokkan kembali bubur kacang hijau yang terlihat lezat tersebut. Cewek berkacamata itu memang penggila bubur kacang hijau. Sambil menikmati buburnya, Zum mengamati objek di depannya yang sedari tadi memegang dan memandangi ponselnya, cewek itu mengakui semenjak Vita melancarkan aksinya menerima taruhan tersebut, ia jadi berubah menjadi maniak teknologi canggih itu, kemana-mana selalu membawa handphonenya.

"Ehem." Suara deheman cowok menyeruak di antara keheningan dua cewek yang hanyut dengan dunianya masing-masing. Zum mendongak dan membulatkan ke dua matanya, sementara Vita hanya meliriknya sekilas. Yoga meletakkan mangkok yang berisi bakso juga segelas es jeruknya di hadapannya, dan mengambil posisi duduk tepat disebelah Vita.

Yoga memandang bergantian dua perempuan yang masih diam. "Kok diem-dieman nih?" Ia menyendokkan bakso dan memakannya, sambil melirik ke sampingnya, " Lo nggak makan, Vit?" tanyanya lagi, cowok itu menautkan alisnya, semenjak tadi hanya dia yang berbicara tanpa ada yang menjawabnya. Vita sibuk dengan ponselnya, entah apa yang ia lakukan, Yoga menduga cewek disampingnya itu sedang bertukar pesan.

Zum selesei dengan ritual makannya, ia mengambil tissue yang sudah ada di meja kantin itu dan membersihkan sisa-sisa makanan yang membekas di samping bibirnya. Lantas, ia melirik Vita yang masih menunduk memainkan ponselnya dan Yoga yang hampir menyelesaikan aktifitas makan siangnya.

"Tumben nggak sama gerombolan lo?" Zum menopang dagu, matanya mengamati Yoga yang tengah menyedot es jeruknya. Merasa pertanyaan itu ditunjukkan padanya, cowok itu memandang Zum dan menaikkan satu alisnya, " Lo tanya gue?"

Zum memutar bola matanya, "Yaiyalah," jawabnya keki. Yoga tertawa dan menegapkan badannya, " Nyamperin gebetan Zum," cowok itu melirik Vita dan menyenggol lengannya. Vita berdecak sementara Zum menganga lebar.

"Awas lalat masuk." Yoga tertawa melihat ekspresi Zum, sementara yang disindir mendengus kesal.

"Diem mulu, sibuk balas pesan sama siapa sih?" Yoga melongokkan kepalanya untuk melihat ponsel Vita, namun segera cewek itu menoyor kepala Yoga. "Apaan sih," sahut Vita dengan nada dingin.

"Lagian diem mulu." Yoga menghembuskan napasnya, namun rasa penasaran menyeruak dalam hatinya, ia ingin tahu gadis itu bertukar pesan dengan siapa. Apa dengan Rafi? Cowok itu berdecak, "Lo ada hubungan apa sama Rafi?" tanyanya dan mendapat respon yang mengejutkan oleh kedua cewek di depannya.

Vita menatap Yoga yang tengah menaikkan satu alisnya, guna mendapatkan jawaban atas pertanyaannya, cewek itu tidak menjawab dan memalingkan wajahnya ke depan. Yoga tertawa, entah apa yang lucu, membuat Vita dan Zum saling berpandangan menatap horor ke arah cowok yang menurutnya aneh tersebut.

"Gila lo!" sindir Vita, Yoga menghentikan aksi tertawanya dan menatap lembut tepat di manik mata cewek yang membuatnya hampir gila.

Yoga mengulum senyum dibibirnya, entah apa yang merasuki pikirannya, tiba-tiba Cowok itu bangkit dari kursinya dan menarik pergelangan tangan Vita. Vita memberontak dan memaki cowok yang menarik tangannya tanpa permisi, tapi apa daya kekuatannya tidak sebesar kekuatan Yoga, ia membenci hal ini, kenapa hidupnya akhir-akhir ini harus selalu berurusan dan parahnya bersentuhan dengan beberapa cowok gila yang memporak-porandakan kehidupannya. Sungguh berlebihan apa yang gadis itu pikirkan.

Yoga membawa Vita di tengah lapangan terbuka, diujung lapangan tepat di belakang ring basket ada podium, yang biasanya digunakan oleh guru dan kepala sekolah untuk berpidato atau sekedar ceramah saat upacara. Beberapa anak baik kelas X dan XI yang sedari tadi mengekor ke dua anak manusia dari aksi penyeretan paksa Yoga dikantin, dan umpatan Vita yang menarik perhatian beberapa dari mereka, akhirnya berhenti di pinggiran lapangan, ingin menonton sesuatu yang menarik perhatian mereka semua. Ada lumayan banyak juga anak-anak yang memang sudah ada dilapangan, terutama anak basket.

The Love GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang