09

402 77 32
                                    

**

Di dalam kamar minimalis berukuran 3x3 meter, keadaan gelap dan hanya mendapat penerangan dari luar, nampak bayangan seorang remaja yang tengah berbaring dengan tangan kanan yang terlipat dan menyangga bagian belakang kepalanya. Pandangannya lurus ke langit-langit kamarnya, ia masih memakai seragamnya lengkap, meskipun sudah berantakan semenjak 2 jam yang lalu.

Lelaki itu tidak bergeming sama sekali, bibirnya yang terlihat samar-samar hitam dibagian bawahnya mengatup rapat, sorot matanya yang tajam dan dahi yang berkerut, menandakan ia tengah berfikir keras. Gedoran keras dari luar sama sekali tidak berpengaruh.

"KAK--"

"YA ALLAH GELAP AMAT."

Suara cempreng perempuan samar-samar terdengar diindera pendengarannya, namun ia masih tetap tidak bergeming. Hingga, kegelapan yang tadi menyelimutinya berubah menjadi penerangan yang sangat luar biasa, sehingga pupil matanya harus menyesuaikan cahaya yang masuk.

"Kak! Mama udah ngomel-ngomel, eh masih tiduran."

Gadis berambut sebahu itu mendekat ke arah kakaknya, matanya membulat saat tahu betapa horornya wajah sang kakak.

"KAK, IT-"

"Berisik!"

Rafi, melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, tidak memperdulikan adiknya yang tengah terbengong.

"Kakak sholat sendiri, nggak usah nunggu." Teriaknya dari dalam kamar mandi.

"Ok," jawab gadis tersebut, lantas pergi dengan banyak pertanyaan yang menggelayuti pikirannya.

Nanti harus kepoin kak Rafi. Batinnya.

Beberapa jam setelahnya, laki-laki itu sudah menyeleseikan ritual mandi dan aktifitas wajib lainnya. Ia sekarang tengah berbaring kembali ke lapaknya. Matanya tak henti menatap langit-langit kamarnya, pikirannya sangat bercabang, salah satu kejadian hari ini yang tidak bisa ia terima adalah sahabatnya yang memukulinya hingga babak belur.

Rafi menghela nafas dalam, memejamkan matanya sejenak. Mengistirahatkan pikirannya, namun bayangan saat Yoga yang tengah memergokinya berbalas pesan dengan seorang perempuan, dan tiba-tiba ia memukul wajahnya, terus muncul.

Yoga salah paham.

Ke tiga kata itulah yang semenjak tadi ia lontarkan, tapi kenyataannya, cowok itu sama sekali tidak memberikan celah untuk menjelaskan semuanya. Hingga dirinya yang akhirnya mengalah tidak membalas saat Yoga memukulinya tanpa ampun.

Rafi mengacak rambutnya frustasi, ia lantas mengambil ponsel dari tasnya yang sedari tadi mati. Ia menyalahkan ponselnya dan sederetan pesan masuk dari beberapa temannya, ia menggulir semakin ke bawah. Ujung bibirnya nampak tertarik ke atas saat ada sebuah pesan dari seseorang.

Pukul 16.00 WIB.
Syaza : kamu nggak apa-apa kan?

Rafi tertegun saat membaca pesan dari orang yang tak lain adalah Syasa, sosok perempuan yang sudah hampir setahun ini menjungkir balikkan kehidupannya. Ia senang, karena perempuan tersebut mengiriminya pesan. Jarang sekali menurutnya cewek itu mengirim pesan padanya.

Rafi : Maaf baru bales, tadi hp ku off. Aku gapapa kok, tumben nih? Khawatir ya? Haha.

Seketika masalah yang ia pikirkan tadi luntur, Rafi seperti mendapat suntikan semangat. Cowok itu tersenyum kecil, berharap pesannya segera dibalas. Sembari menunggu balasan dari sang gebetan, ia menyalahkan data selulernya dan langsung mendapati 999+++ notif line.

The Love GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang