#11 Sebuah Keputusan

582 50 25
                                    

Myta memandang Rara yang sudah tertidur pulas nyaris tanpa berkedip. Sedang tidur saja, rasanya anak itu tidak merasa tenang. Ada sebuah kerutan dikening Rara. Apakah semua masalah dalam hidupnya terbawa sampai mimpi?

Rara menceritakan semuanya pada Myta, tanpa ada yang dilebih-lebihkan atau dikurang-kurangkan. Myta shock mendengarnya, meski pun ia belum lama mengenal Rara, tapi, ia tetap saja merasa shock.

Namun, ketika menceritakan bagian terkelam dalam hidupnya, Rara nampak tenang dan dapat mengontrol emosinya. Myta merasa bangga bisa mengenal Rara. Menurutnya, dia adalah teman terkuat yang pernah ia kenal. Meski keluarganya tidak harmonis, namun dia dapat menjaga diri sebaik-baiknya. Tidak terjerumus oleh pergaulan bebas sebagai pelampiasan. Rara tetap menjadi Rara yang baik hati dan ramah pada semua orang.

"Lo itu tegar banget jadi cewek. Punya masalah hidup yang seberat ini aja lo bisa kuat, ya? Gak kayak cewek jaman sekarang yang cuma diputusin aja langsung lembek, mau bunuh diri. Karena terkadang manusia selalu menyulitkan hidupnya sendiri."

***

Ayahnya benar-benar tidak pulang ke rumah. Membuat Rara bisa bernapas lega, setidaknya keselamatan mamanya tidak terancam. Rara dan Myta sudah duduk di depan laptop, kebiasaan mereka setiap minggu adalah menonton drama korea bersama.

"Rara, mama mau bicara sebentar." Rara menoleh, namun tidak didapatinya mamanya di ambang pintu. Rara pamit keluar pada Myta untuk menemui mamanya. Myta mengangguk sambil tersenyum.

Rara segera menghampiri Manda yang baru saja mendaratkan bokongnya di kursi. Pandangan beliau terlihat kosong. Sampai keberadaan Rara pun tidak disadarinya.

"Ada apa, Ma?" Mamanya terkesiap, nampak terkejut dengan keberadaan putrinya. Beliau lalu memandangi wajah Rara tanpa berkedip, membelai rambut Rara dengan sayang. Dan sedetik kemudian, mata beliau terlihat berkaca-kaca.

"Maafin mama ya, sayang. Karena mama belum bisa menjadi seorang ibu yang baik buat kamu." Rara terdengar terkejut dengan ungkapan mamanya. Bagaimana bisa mamanya berfikir kalau beliau bukan ibu yang baik? Sedangkan menurutnya beliau adalah ibu yang paling terbaik dan terhebat di dunia?

Rara tersenyum, "Ma, mama adalah malaikat tanpa sayap yang sudah Allah berikan pada Rara. Mama adalah seorang ibu yang paling terbaik untuk Rara. Mama adalah seorang ibu yang paling hebat dan tangguh, Dan mama adalah satu-satunya kebahagian yang Rara miliki. Rara senang dan bangga, terlahir dari rahim seorang ibu seperti Mama." Rara berujar dengan hati yang bergetar. Ini selalu terjadi, bila terkait dengan sang mama. Apa pun yang ia bicarakan soal mamanya, pasti akan selalu menggetarkan hatinya.

Manda memandang putri semata wayangnya dengan haru, tak terasa sebuah buliran bening menetes dari pelupuk mata. Beliau langsung memeluk Rara erat, dengan isakan yang hanya dapat didengar oleh Rara. "Mama bangga punya anak seperti kamu. Maafin mama karena belum bisa memberikan kebahagian buat kamu. Kebahagian sederhana dalam keluarga kecil. Tidak seharusnya kamu merasakan penderitaan ini, nak. Kamu pasti sulit, menopang masalah ini sendirian. Terima kasih karena kamu sudah menjadi anak yang baik dan penurut. Mama janji, akan menebus kesalahan mama di masa lalu yang tidak perhatian sama kamu, mama hanya akan terfokus sama kamu sekarang. Jadi, mama sudah memutuskan untuk berpisah dengan ayahmu." Napas Rara tercekat. Sungguh, ia sangat menyayangi mamanya. Tangis gadis itu pecah mendengar ucapan yang telah dilontarkan oleh mamanya. Ada perasaan bahagia yang entah sejak kapan, melonggarkan hatinya yang terhimpit.

"Ma, mama udah yakin sama keputusan mama?"

"Mama udah yakin sayang. Seharusnya mama mengambil keputusan ini sejak dulu, seharusnya mama memikirkan perasaan kamu. Mama minta maaf, mama bersyukur karena kamu selalu menjadi gadis kecil mama yang penurut dengan suasana yang sama sekali tidak sepantasnya kamu rasakan."

Cintapuccino; A Cup Of LoveWhere stories live. Discover now