#3 Stttt ...

872 87 71
                                    

Rencananya, Farel mengajak ke kedai siang ini juga. Namun Rara menolak, ia ingin pergi malam saja. Dan dengan terpaksa Farel harus pulang dulu ke rumah. Meski pada akhirnya ia pulang sore juga.

"Tan, Rara ini ngeselin, ya? Masa Farel diusir terus!" Keluhnya pada Manda.

"Jelas ngusir lah! Dari pulang sekolah disini coba. Nanti malem kan janjian ke kedai, dan lo belom mandi! FYI, gue bosen liat lo mulu tau!" Manda hanya tertawa tanpa mau ikut campur melihat pertengkaran Farel dan Rara yang memang sudah menjadi rutinitas.

Farel menjitak kepala Rara dengan gemas, "Rara anak onyedh, kampret banget emang lo! Yaudah gue balik! 2 jam lagi gue kesini."

"Ma, Farel bilang Rara an-" Farel langsung membekap mulut Rara, sampai ia terpeleset dan jatuh tepat di kaki Rara.

"Haha mampus, kualat!!!"

"Rara bacodh, ya! Gue pulang, dadah, honey. Jangan kangen sama abang ya," ucapnya sambil mengerlingkan mata genit. Rara memutar bola matanya.

"Jijik," ucapnya tanpa suara. Farel menimpali dengan kissbay.

Terus jadi Farel yang seperti ini ya... jangan berubah. Demi gue.

* * *

Mereka telah duduk di pinggir kedai. Rara menyesap Cappucino kesukaannya. Sambil mengedarkan pandangannya pada setiap pengunjung yang hilir mudik memasuki kedai. Tiba-tiba mata Rara terasa memanas. Setengah mati Rara menahan agar air matanya tidak jatuh di depan Farel.

"Ra..." Farel mengusap punggung tangan Rara dengan lembut. Farel merasakan ada buliran bening yang menetes. Dia menggeser kursinya, dan duduk bersebelahan dengan Rara.

Rara diam saat tangan Farel semakin erat menggenggamnya. Dia jadi merasa bahwa Farel telah memberikan kekuatan untuknya. Rara menyandarkan kepalanya pada Farel. Dia sudah sedikit tenang saat tangan Farel mengusap rambutnya dengan sayang. "Kalo masih butuh sandaran, ada gue kok, Ra. Lo sedih dan pingin beban lo sedikit hilang, lo boleh kok peluk gue." Farel terkekeh, "dengan senang hati malah."

Farel mengajak Rara ke pinggir pantai ancol. Berharap bisa meringankan sedikit beban Rara. Ditatapnya gadis itu tanpa berkedip. Sedetik kemudian, gerakan tak terduga datang dari Rara. Dia berhambur dalam pelukan Farel, lalu terisak setelahnya. Demi apapun, ia baru melihat Rara serapuh itu. Rara yang dia kenal sangat ceria. Walau Farel tau itu hanya drama semata. Dengan perasaan campur aduk, Farel membalas pelukan Rara yang mengerat.

"Kan udah gue bilang, cerita sini sama gue. Lo gak bisa kalau harus menyimpan masalah lo sendiri. Gue begini karena gue bener-bener peduli sama lo, Ra. Gue bukan orang yang sok peduli biar tau apa masalahnya, dan setelahnya ilang gitu aja. Gue bukan orang yang sok peduli tanpa mau mencoba untuk mengerti. Bukan, Ra, bukan." Farel jadi kesal sendiri, dia tak tahan melihat Rara terus-terusan drama didepan semua orang. Sudah lama dia ingin mengatakan ini pada Rara, namun belum ada waktu yang pas.

Rara tertegun mendengar ucapan Farel, cowok itu benar. Dia butuh sandaran. Dia tidak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Masalahnya, Rata trauma. Dia tidak ingin membuka diri pada siapapun, karena dia takut ditinggali, lagi. Rara semakin mempererat pelukannya, dan menangis dengan jeritan yang tertahan.

"Kalo lo kesel, pukul aja gue. Sampe bonyok juga gak pa-pa. Atau mumpung lagi di pantai, lo mau ceburin gue juga gak pa-pa," celetuk Farel yang membuat Rara tertawa samar.

"Farel tolol," umpatnya kemudian langsung menghapus sisa air matanya. Rara menatap Farel, mata itu terlihat begitu teduh. Membuat siapa pun yang melihat, akan langsung terjatuh dalam tatapan Farel. Rara memandangnya lama, membuat Farel jadi salah tingkah, dan berusaha terlihat normal walau sebenarnya jantungnya nyaris saja melompat.

Cintapuccino; A Cup Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang