#9 Tentang Rasa

606 60 70
                                    

"Om, gak akan bisa lagi menyakiti tante Manda dan juga Rara!" Ari berteriak dengan lantang tepat dihadapan Raden. Matanya terlihat menyala, ia emosi. Bagaimana bisa, sosok kepala keluarga yang seharusnya melindungi, justru malah menyakiti.

Raden masih diam tidak percaya atas kembalinya Ari. Bukankah Ari sudah pergi jauh? Dirinya sangat yakin, bahwa Ari tidak akan pernah bisa kembali lagi. Namun, keyakinannya salah.

"Kenapa? Om kaget?"

Rara mengernyit, ia tidak mengerti dengan apa yang tengah Ari bicarakan. Juga dengan keterkejutan ayahnya. Rara benar-benar tidak mengerti. Lantas, apa yang Farel rasakan saat ini? Tentu saja Farel merasa seperti orang dungu yang benar-benar tidak mengerti apapun.

Dan ... Ari, cowok itu tahu semuanya. Fakta yang baru Farel ketahui.

***

Sekarang, mereka semua sudah berada di rumah sakit. Soal Ayah Rara, beliau pergi dari rumah. Dengan raut wajah yang tidak terlihat bersalah sama sekali. Farel tertegun, apakah kehidupan Rara seperti ini selama bertahun-tahun? Ternyata Rara jauh lebih kuat dari perkiraannya.

Rara terus menangis, ini kedua kalinya Farel melihat Rara terisak. Sama seperti isakan tempo hari. Farel jadi berpikir, apakah ini penyebab Rara menangis saat itu?

Ari terlihat terus berada disamping Rara, mengusap punggung gadis itu dengan lembut. Farel langsung duduk berjongkok dihadapan Rara, lalu mengusap pipinya yang telah basah.

"Udah jangan nangis, kalau begini jadi bukan kayak Rara yang gue kenal tau." Rara mendongak, lalu menyunggingkan sebuah senyuman tipis. Ari menghela napas, ini bukan saatnya untuk cemburu.

Setelah beberapa saat menunggu, dokter keluar dari ruangan Manda. Rara segera berlari menghampiri denhan perasaan cemas. "Bagaimana keadaan mama saya, dok?"

Sang dokter tersenyum, "Kepala mamamu sepertinya terbentur keras dengan tembok, tapi tenang saja, mama kamu gakpapa. Lukanya sudah diperban. Jadi, kamu tidak perlu khawatir. Mama kamu baik-baik aja." Rara bersyukur dalam hati, tidak ada luka serius pada mamanya. Rara sangat menyayangi beliau. Karena hanya beliaulah yang ia punya. Ia tak pernah menginginkan hidup seperti ini. Inilah takdir. Kita tidak dapat memilih dari keluarga mana dan bagaimana kita dilahirkan.

"Syukurlah tante Manda gakpapa, udah ya, kamu jangan nangis lagi. Aku tahu kamu pasti sedih, tapi, kamu kan kuat. Kamu boleh nangis, tapi, jangan lama-lama, dan ini saatnya kamu berhenti nangis." Rara menoleh pada Ari yang sedang tersenyum padanya, senyum yang sangat Rara rindukan.

Mata Rara berembun saat menatap Ari, ia ingin menangis, lagi. Mengapa rindu semenyakitkan ini?

"Kamu kangen sebuah pelukan?" Tanya Ari yang memecah tangis Rara. Ari merentangkan kedua tangannya. Dan saat itu juga, Rara langsung berhambur pada pelukan Ari.

Setidaknya, untuk saat ini, tidak ada jarak lagi diantara mereka. Ari merengkuh tubuh Rara, mengusap pucuk kepalanya dengan sayang. Rara semakin dalam menenggelamkan diri dalam pelukan Ari. Separuh hatinya yang telah hilang, kini kembali.

Farel menyaksikan semuanya dengan perasaan pilu. Ia dapat melihat betapa nyamannya Rara berada dalam dekapan Ari. Sampai-sampai Rara tidak menyadari keberadaan Farel saat ini. Perlahan, Farel berjalan mundur. Meninggalkan kedua pasangan yang saling merengkuh rindu. Mungkin, kehadirannya tidak akan dibutuhkan lagi.

***

Mungkin gue hanyalah sebuah ilusi buat lo. Dari dulu sampai sekarang. Gue akan, bahkan selalu menjadi sebuah ilusi. Gue sadar, perasaan memang gak akan bisa dipaksakan. Lo gak perlu khawatir soal perasaan ini, gue cuma mau berkata jujur soal perasaan gue, gue cuma mau lo tahu tanpa perlu membalasnya. Karena gue gak mau merusak semuanya, kita-lo dan gue- akan tetap seperti ini, bersahabat layaknya seorang sahabat. Karena bagaimanapun juga, meski lo deket. Tapi raga lo jauh, bahkan gue sampai gak bisa menggapainya. Tenang dan gak perlu memikirkannya, karena perasaan ini hanya akan gue bawa sendiri tanpa melibatkan hati lo didalamnya. Farel membatin, padahal ia sudah bertekad untuk menyatakan perasaannya pada Rara. Hanya menyatakan. Bukan berniat ingin memiliki. Farel duduk di taman rumah sakit, menatap langit senja. Sebentar lagi, langit akan berubah menjadi gelap. Tidak terasa, sudah setengah jam ia berada di sini.

Cintapuccino; A Cup Of LoveWhere stories live. Discover now