Chapter 15 : Ending

9.3K 308 19
                                    

***

                  

            Zach dan Lina masih terus berdebat saat Jackson menarik isterinya menjauhi mereka. Pria itu beruntung dapat bertemu lagi dengan Zach dan menjelaskan apa yang terjadi. Zach  marah besar karena ia tahu bayi itu adalah bayinya. Tapi Lina tak ingin ia bertanggung jawab dan berkata akan menggugurkan anak terkutuk itu, anak yang tidak pernah diinginkan Lina dari seorang pria bernama Zach. Lina menghilang dan Zach tak pernah menemukannya sejak itu.

            Setelah pertempuran singkat yang menggairahkan, Evelyn terdiam demi mendengar semua perkataan Jackson tentang Zach dan Lina. Ia tak menyangka Lina sanggup melakukan hal itu, mengatakan bahwa ayah janin yang dikandungnya adalah suaminya sendiri, mempermalukannya di muka umum, tapi semua itu tak cukup bagi Evelyn untuk membenci adiknya. Ia masih teringat kata-kata Lina, ia menganggap semua orang membencinya jika saja ia tahu betapa Tere sangat menyayanginya. Tere tidak pernah mengakuinya demi melindunginya dari ayahnya sendiri, tragis.

            Jackson membawa mobilnya sambil menggenggam tangan Evelyn yang masih memandang pemandangan diluar jendela, matanya menatap jauh, ia tenggelam dalam diamnya sendiri. Suaminya membiarkan ia menikmati kemelutnya untuk saat ini, karena setelah sampai dirumah, pria itu sudah memiliki rencananya sendiri untuk membuat isterinya membuka mulut, ataupun minimal...mengerang kenikmatan.

***

            Di sebuah kantor yang sepi dan hari yang sudah malam, Fenti membawa berkas terakhir yang harus diperiksa bosnya, Benjamin Sugar. Saat ia membuka pintu, matanya memandang kasihan Ben yang sudah tertidur bersandar di kursinya. Fenti mendekatinya sambil mengendap-endap, berusaha agar stiletto-nya tidak mengeluarkan suara yang sanggup membangunkan Ben.

            Dipandangnya baik-baik orang yang dicintainya itu, ujung jari telunjuknya menelusuri rahang kokoh di wajah Ben, ia tersenyum mengingat bagaimana ia harus membuat kapok playboy super malas ini. Dan sebuah tangan menangkap cepat tangannya, Fenti terkaget, kemudian mata Ben terbuka.

            Rona merah diwajah Fenti tak terelakkan lagi. Ia seperti tertangkap tangan mencuri di sebuah pasar, pasar...bukan swalayan. Mata mereka sering beradu. “Aku...aku membawakan berkas terakhir yang harus  kau tanda tangani..,” ucap Fenti tergagap dipandang tajam oleh Ben.

            Ekspresi pria itu terlihat tegang, tapi seringaian liar muncul diwajahnya membuat Fenti merasa alarm peringatan diotaknya berbunyi kuat. Meski begitu, Fenti menyembunyikan keinginan hatinya paling dalam yang sudah bersorak penuh gemuruh. Jantungnya berdetak cepat saat Ben merampas napasnya dengan ciuman liar. Ben mengambil berkas terakhir itu dan melemparnya jauh kesudut ruangan.

            Juga, tumpukan berkas di hadapannya disingkirkannya begitu saja hingga semuanya jatuh berceceran dilantai. Dalam hati, Fenti sempat merutuk dan memaki karena nantilah ia yang akan membereskan semua berkas yang terhambur itu. Tapi itu sebanding dengan apa yang akan didapatkannya. Ben mendudukan Fenti diatas meja masih terus menciumnya. Kemudian ia teringat perkataan keponakannya bahwa ia akan memergoki mereka melakukan hal tak pantas diatas meja. Dan sebelum itu benar-benar terjadi, “Sebentar...aku akan mengunci pintu..,” Fenti tersenyum geli. Setelah itu mereka larut dalam desahan dan erangan tanpa batas hingga pukul 3 pagi.

***

            Keesokan harinya, Evelyn yang masih lelah harus terbangun dengan suara telepon yang berdering. Jackson menguncinya dalam pelukan, Evelyn tahu ia cukup mencium bibir suaminya agar ia bisa dibebaskan. Ya, mereka berciuman membuat Evelyn mendadak tuli dengan bunyi telepon yang terus menyakiti telinga Jackson. “Biar aku yang angkat telepon,” kata Jackson akhirnya. “Tidak, biar aku..,” mendadak sebuah ide nakal melintas dikepalanya. Jackson mengangguk tanpa membiarkan dirinya dicurigai.

            Dan saat Evelyn mengucapkan kata hallo, saat itu pembalasannya dimulai. “Hallo Ma,” Jackson memainkan rambut Evelyn yang terurai panjang dan kusut kemudian berjalan turun ke beberapa aset membuat Evelyn mendesah tanpa sadar. “Ia Ma...ah.., bukan apa-apa..baiklah...nanti...malam...ahhh...” Evelyn mendelik tapi Jackson tetap terus menggodanya, “ia...aku nggak ada acara kok, Ma...ah...aduh...oke oke...udah ya...udah mau keluar...eh byee Mom,” Evelyn cepat-cepat menutup teleponnya, “kamu ya...aku malu sama Mama..,”  wajahnya merah padam karena merasa malu. Jackson menyeringai nakal, “Mereka juga pernah muda, sayang,” ujarnya enteng sambil mengecup gemas ujung hidung isterinya.

            Keduanya lanjut dalam persetubuhan mereka untuk kesekian kali, “I love you, my wife,” mendengar hal itu, tubuh Evelyn seperti tersengat listrik. Matanya mulai membasah karena terharu, “I love you, too...honey,” balasnya sambil memeluk Jackson erat-erat.

***

            Mereka berdua mengendarai mobil menuju rumah besar keluarga Sugar. Papa dan Mamanya mengadakan makan malam untuk keluarga besar mereka. Fenti dan Ben juga hadir dan mereka tampak serasi. Begitu juga besan keluarga Sugar, kedua orang tua Jackson, Frederick Miller dan Renata Ashley Miller yang baru saja tiba dari Jerman.

            Dan saat Ben mengumumkan pernikahannya dengan Fenti sekaligus melamar gadis itu dihadapan seluruh keluarga, membuat Fenti merasa sangat bahagia sekaligus malu. “Aku janji...apapun yang kamu minta...akan aku penuhi,” Ben tergugup saat melamar Fenti. Fenti sempat diam membuat kedua keluarga besar deg-degan menunggu jawaban Fenti, sekaligus Ben yang mendadak khawatir akan penolakan gadis itu padanya. Tapi saat Fenti meremas tangan Ben dan tersenyum manis mengiyakan, Ben merasa hatinya menjadi hangat. Dan entah mengapa ia justru menangis mengundang cibiran mengejek dari Jackson.

            Dan selama acara makan malam yang penuh air mata dan canda tawa itu, Evelyn merasa ia tidak melihat sosok yang biasanya berjalan dibelakang Papanya seperti biasa, “Jika kau mencari sopir tengik itu, Papa sudah memecatnya,” kata Jonathan Sugar setengah berbisik, memastikan hanya puteri semata wayangnya yang mendengar. Selamanya bagi Jonathan, Evelyn adalah puteri satu-satunya, meskipun begitu, ia mulai mendukung keuangan anaknya yang lain, Lina, dan mengirimnya bersama Zach dan Tere ke New Orleans.

            Zach menjamin kebahagiaan yang tak akan pernah bisa ia berikan pada Lina, dan ia berharap Lina merasa cukup dengan hal itu. “Tadi pagi, saat meneleponmu, wajah Mamamu terlihat memerah, memang apa yang kalian bicarakan?” Evelyn ikut merona. Ia menggeleng cepat, “Bukan apa-apa, Pa...sungguh!” jawabnya cepat dan kuat.  Membuat mereka berdua menarik perhatian beberapa pasang mata.

            Termasuk Jackson yang dengan mudahnya tahu maksud ucapan itu, ia tersenyum geli tapi tiba-tiba meringis kesakitan saat sebuah cubitan keras melayang dipinggangnya. Grace Sugar menatapnya setengah mendelik, “Awas kalian berdua, ya!” ujar ibu mertuanya setengah berbisik.

            “Kenapa kalian tidak bulan madu lagi saja...dan merasa awww..,” ia meringis lagi. “Itu urusan orang tua!” katanya sambil melengos dan pergi menuju putrinya. Dahinya berkerut saat melihat suami dan puterinya tersenyum-senyum setelah saling berbisik, “Apa yang kalian bicarakan,” Evelyn menggeleng dan langsung ikut berbincang dengan kedua mertuanya. Meninggalkan Papanya yang akan segera bertindak demi mendapatkan cinta isterinya sama seperti yang ia lakukan pada Jackson.

            Suasana dirumah itu begitu ramai dan penuh canda tawa. Mereka seperti terpisah sekian lama dan baru saja bertemu melepas kerinduan. Setelah sekian banyak air mata yang mengalir, sebuah senyum kebahagiaan cukup untuk membayar lunas segala kepedihan. Jika kau tak pernah dicintai, maka buktikan bahwa kau sanggup mencintai tanpa pamrih, jika kebahagiaan terasa jauh darimu, maka renggutlah dari tangan Tuhan. Pada akhirnya, mereka yang bertahan dalam ketulusan yang pedih akan mendapatkan kebahagiaan yang manis.

-THE END-

Terima kasih banyak kuucapkan pada kalian yang bersedia membaca dan -syukurnya- menikmati karya saya...semoga kita bertemu lagi di cerita selanjutnya...

Manado, 20 September 2013

Sincerely,

Laras :))



Moonlight SonataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang