Chapter 5 : Like mother, like...daughter???

7K 276 17
                                    

***

            Aku berjalan mendekatinya, ia terbaring membelakangiku. Ah, pemandangan yang indah. Dia tersenyum penuh kedamaian. Tanpa sengaja kudengar suara merdu yang sedang bersenandung di kamar mandi. Penasaran, aku mendekatinya. Ada celah sedikit yang terbuka membuatku bisa melihat dengan jelas siapa yang sedang mandi dengan begitu riangnya. Tubuh molek telanjang yang hanya ditutupi oleh busa sabun, mataku berkilat. “Perempuan murahan...” desisku marah sambil mengigit bibir bawahku karena kesal. Tanganku terkepal penuh dendam, urat disekeliling tanganku terlihat menonjol. Aku menoleh cepat melihat pria yang terbaring setengah telanjang di ranjang kami, kurasa ia telanjang jika selimut itu tersingkap. Di ruangan ini, tak ada seorangpun yang boleh masuk apalagi dengan terang-terangan tidur dengan suamiku. Sial. Sebuah garpu berukuran sedikit besar yang menghias dinding kamar kami, kuambil. Dan saat itu juga aku masuk ke kamar mandi, memberi kejutan bagi wanita beruntung yang dicintai suamiku.

            Kubekap ia dari belakang kemudian garpu itu kutusukkan secara brutal ke seluruh tubuh indahnya yang bisa kujangkau. Ia berusaha menjerit tapi dengan cepat aku menusukkan garpu itu ke pipinya, terdengar bunyi krek yang membuat telingaku ngilu, kurasa aku menghancurkan beberapa giginya dan mengoyakan lidahnya, “Kau takkan menyebut namanya lagi...” mataku berkilat penuh amarah. Aku menekannya kedinding kemudian menyarangkan garpu itu ke lehernya, menusuknya sedalam mungkin agar bisa merobek pita suaranya, “Kau takkan bisa mendesah karenanya lagi...” kutusuk lagi hingga tak bisa kuhitung. Darah memuncrat ke segala arah bercampur dengan air yang terus mengalir dari shower. Sebagian darahnya terciprat di wajahku membuatku harus berhenti karena mataku yang kemasukan setetes darah.

            Kuku-kukuku meremas tubuhnya, atau lebih tepat mencengkeram, seperti elang yang mendapatkan mangsanya, dan tanganku kembali mengayunkan garpu kematian itu ke kepala bagian belakang. Krek...krek...kretak... Garpu yang hebat, tak salah aku membelinya dengan harga mahal. Dan dengan beberapa kali tusukan, tengkoraknya pecah dan aku bebas menusukkan pusat syaraf itu sesukaku. Saat kucabut garpu itu, kulihat beberapa jaringan berwarna putih keabuan menempel di sela-selanya, “Takkan kubiarkan satu sel otakmu tertinggal untuk memikirkannya...lagi..!” dan setelah lelah, aku berhenti. Kulihat hasil kerjaku dengan puas. Sudut bibirku terangkat sedikit. Tanganku menyeka darah yang tersisa di keningku.

            Dan saat itu aku melihat pantulan wajahku di cermin, mataku membulat tak percaya. Lalu pintu kamar mandi terbuka, Jackson dengan cepat berlari berjongkok di lantai memeluk tubuh indah yang sudah tak bernyawa. Ia memeluknya penuh cinta, jika air itu berhenti mengalir, air matanya akan terlihat jelas. Ia menangis, meraung, “Eve my dear...oh God...” darah dan otak bercampur di lantai, aku menyaksikan pemandangan tragis itu. “Itu...aku...” lalu kurasakan rasa panas di lambungku. Rasa panas yang kemudian membuatku mual.

***

            Rasa mual memaksaku membuka mata, dengan cepat aku berlari menuju kamar mandi. Sesaat sebelum aku sempat membuka kamar mandi, mengingat mimpi mengerikan yang baru saja kualami dan masih kuingat dengan jelas setiap detil dalam mimpi itu membuatku mengurungkan niatku untuk muntah di kamar mandi yang sama.

            Dengan cepat aku segera membuka pintu keluar, seseorang berdiri menghadang jalanku yang sayangnya harus kujadikan wastafel darurat. “Ueeegkkkk...” seluruh isi perutku keluar bercampur bau tajam alkohol yang kuminum kemarin malam. Orang itu melangkah mundur, sedangkan aku terus mengeluarkan isi perutku sesuka hati. “Uuuueeekkk...” siraman muntah yang disertai bau yang amat mengerikan untuk hidungku membuatku tak bisa berhenti muntah. Hingga, perutku benar-benar tak bisa mengeluarkan apa-apa lagi.

            Aku memandang orang yang berdiri menatapku setengah marah, dan setengah jijik melihat piyamanya sudah disiram muntah yang amat bau. “Eve...!” bentaknya. Aku menyeka mulutku dengan punggung tanganku. “Sorry.., gak sengaja bebh...” haha...sempat-sempatnya aku meledek suamiku. Dia melotot marah. “Di dalam kan ada kamar mandi..!” suaranya masih meninggi.

Moonlight SonataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang