Chapter 13 : Every choice has a risk..!

6.5K 244 7
                                    

***          

                 Sejak posisiku digantikan Paman Ben dan Fenti ikut menjadi sekretarisnya di anak cabang Sugar Corporation, aku bisa berada di rumah dan menjadi lebih santai. Cukup menerima dana bersih dari saham yang kumiliki, meskipun ada beberapa laporan yang membuatku hampir terkena stroke dan serangan jantung di usia yang masih sangat muda. Paman Ben merombak habis-habisan pegawai yang sudah bekerja lama, memberikan pesangon mereka dengan harga yang ‘pantas’. Jika yang ia pecat hanya satu-dua orang saja tidak apa-apa, tapi Paman Ben benar-benar tidak ingin memberi kesempatan. Saat ia mengatakan sudah memecat semua orang itu dengan bukti korupsi yang ia dapatkan, aku sebenarnya sudah menduganya. Meski begitu, pemecatan itu menguras angka yang fantastis untuk perusahaan.

                 Dia melengos saat aku memperingatkannya dengan semua tindakan frontalnya, “Diamlah Evelyn! Kau membiarkan cecungut korup itu berkembang biak di bawah sana dengan alasan menjaga ekosistem? Yang benar saja! Ini perusahaan! Bukan sawah atau padang savanah!” aku mendengus. Bukannya aku membiarkan mereka sesuka hati mengisap keuntungan perusahaan, yang kupikirkan adalah rata-rata dari mereka berasal dari keluarga menengah kebawah, bekerja siang-malam, dan memiliki keluarga. Tidak seperti keluarga kami yang memiliki kehidupan sendiri untuk setiap pasangan, tapi dirumah mereka aku tahu ada dua-tiga generasi yang harus mereka hidupi. Paman Ben tidak mendengar alasanku. Dia anggap aku naif! Cih!

                 “Kau tak perlu datang setiap hari, Evelyn,” katanya setelah selesai menggerutu tentang etikaku yang menguap hilang sekembali dari Paris karena masuk begitu saja tanpa mengetuk pintu. Bukan hanya penyakit saja yang menular, kebiasaan buruk juga. Ya, kebiasaan itu kudapatkan dari suamiku. Jika ini adalah kamarmu, apa kau akan mengetuk hanya untuk masuk? Tidak! Begitu juga dengan perusahaan, jika ini perusahaanmu, kau bebas masuk. Aku hanya menganggap angin lalu semua filsafat tentang etika yang Paman katakan, “Paman Ben, mungkin yang kau permasalahkan bukan etika ataupun kunjunganku setiap hari dan mengecek semuanya,” ia mengernyit bingung membuatku menahan senyumku, “mungkin yang kau takutkan..,” jari telunjukku mengelus meja kerjaku yang terbuat dari kayu jati, “di salah satu hari aku menemukanmu dan Fenti di atas meja ini,” aku tergelak. Paman Ben terlihat memerah.

                 “Jika ya, maka akan kupastikan mengunci pintu dan melakukannya di malam hari,” ia tertawa lebar. Tawanya surut saat Fenti masuk dengan sebuah nampan berisi kopi dan...susu? Paman Ben dan Fenti tersenyum lebar. “Aku tak menyangka Paman Ben minum susu..,” tanggapku tak yakin saat melihat segelas susu. Tapi Fenti menyodorkan gelas itu padaku.

            “Kami sudah dengar dari Jackson, honeymoon kedua kalian berhasil, bukan?” Paman Ben mengedipkan matanya padaku. “Selamat ya atas kehamilanmu,” Fenti memberiku selamat, “habiskan susumu, okay?” aku tersenyum mengangguk. Sebuah gelas berisi susu? Aku menaikkan sebelah alisku saat Fenti keluar dan menutup pintu. “Datanglah setiap hari menggangguku dan Fenti akan membuatkanmu susu...setiap hari..,” wajahnya puas melihat raut wajahku yang menatap susu dengan pandangan horor.

          

            Dia tahu aku tak suka minum susu. Setiap kali aku minum pasti akan muntah-muntah. Bukan karena alergi, tapi membayangkan susu yang diperas –meskipun sudah steril- oleh tangan orang lain membuatku merasa mual. Berawal dari saat Kakek mengajakku ke salah satu peternakan miliknya, disana aku melihat dengan jelas bagaimana mereka memeras susu, Kakek tanpa risih meminumnya tapi aku yang saat itu masih kecil langsung saja muntah saat mencium bau amis susu. “Paman..,” aku memelas berharap ia mau membantuku.

             Dia menggeleng kemudian membuka setiap laporan di mejanya, matanya pura-pura meneliti setiap data. Cih! Aku memutar mataku melihat sudut bibirnya berkedut ingin tertawa. “Baiklah...aku akan meminumnya...tapi dengan caraku, sekali kau mencegahku, maka kau harus..,” aku berdiri dan mulai berjalan menuju sebuah mini refrigerator didekat sofa, “meminumnya sampai habis..,” kubuka kulkas dan memang benar, minuman itu masih ada. 

Moonlight SonataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang