#8 Rahasia Yang Belum Terungkap Sepenuhnya

Start from the beginning
                                    

"Mang, pesen baksonya tiga. Yang dua campur, pedes dua-duanya, nah yang satu bihun aja, bening ya, Mang. Gak usah pakai apa-apa, terus sasanya dikit aja. Gak pake bawang goreng sama seledri," jelas Rara membuat Farel tercengang. Ari yang justru menunjukkan wajah senang. Senang karena Rara masih mengingat dengan jelas selera makan Ari. Setidaknya, cewek itu belum melupakan sepenuhnya tentang dirinya.

"Ternyata kamu masih inget kesukaan aku, Ra."

Rara yang tengah menyeruput kuah bakso, langsung tersedak mendengar ucapan Ari. Farel segera memberikan segelas air pada Rara dengan gerak cepat, sebelum Ari yang melakukannya.

"Pelan-pelan atuh Rara, sebegitu lapernya, ya?" omel Farel sambil menjitak kepala Rara.

"Apaan sih, Rel!" pekiknya langsung menginjak kaki Farel.

Cinta segitiga itu rumit, apalagi terdapat persahabatan pada kisah mereka. Dan, ketika satu hati sudah terlanjur terluka, belum tentu satu hati itu akan cepat terobati. Seperti halnya dengan hati Rara yang tengah terluka, oleh Ari. Sampai sekarang, dia tak pernah mengetahui dan tak pernah dapat mengerti, alasan jelas mengapa Ari meninggalkannya begitu saja.

Kebisuan yang terjadi pada Rara, Ari dan Farel. Membuat suasana semakin tidak nyaman bagi ketiganya. Rara yang larut dalam luka, Ari yang larut dalam penyesalan dan Farel yang larut dalam kebingungan akan apa yang sebenarnya terjadi. Bahkan bakso yang terasa nikmat, sampai tidak terasa apa-apa; hambar!

"Mmm ... gue kenyang." Farel membuka suara, dia sedikit terkejut karena ternyata mereka semua sama-sama tidak memakannya, mereka sama-sama sibuk dengan pikirannya masing-masing sambil mengaduk-aduk bakso. Dengan kepala tertunduk dan pandangan kosong. Farel si tukang rusuh, pencair suasana sampai tidak bisa berkutik.

"Gue balik duluan," pamit Rara kemudian bangkit dari duduknya, dan berlari pelan. Meninggalkan Ari dan Farel.

Mereka saling bertatapan, memandang tak suka lewat ujung mata. Satu hal yang mereka sadari adalah, ketika mereka menyukai orang yang sama. Namun mereka sama-sama sulit menggapainya.

***

Sedari tadi Myta mengomel karena merasa Rara telah melupakannya. Apalagi semenjak Rara satu bangku dengan Ari. "Aduh, Myta. Please deh, ya... gue enggak berniat lupain lo. Elaaah, jadi baperan gini!"

"Lo naksir sama Ari, ya?!"

Rara melotot maksimal. "Enggak!" sergahnya cepat. Masalahnya, Rara takut ada yang mendengar ucapan asal Myta, yang dengan percaya dirinya menanyakan hal tidak penting itu kepada Rara dengan suara sebesar toak. Untung saja ini di kamar mandi. Setidaknya, disini tidak ada Ari, kecuali kalau Ari menjadi transgender.

"Habisnya kalian lengket banget. Apalagi gue pernah liat Ari lagi masuk ke rumah lo. EH IYA ARI TAU RUMAH LO? GUE BARU SADAR! KOK BISA, SIH? KAL-EMBBHH." Myta berteriak lebih keras dari toak masjid yang berada di dekat rumah Rara. Sungguh, Myta telah berteriak. Membuat Rara harus membekap mulut sahabatnya itu.

"Myt! Demi apapun jangan rusuh! Nanti jadi gosip, gosip gue sama Rakha aja belom kelar. Jangan lo tambah ini!"

Myta jadi teringat sesuatu, lagi, "OH IYA SOAL RAKHA LO BELOM JELASIN SEMUANYA!" Rara menepuk dahi frustasi, dia salah bicara. Myta dengan wajah tanpa dosanya hanya tertawa geli melihat reaksi Rara.

"Udah ah, buruan masuk! Nanti Bu Ninik keburu masuk kelas."

"Bilang aja mau cepet-cepet ketemu Ari," goda Myta yang membuat Rara semakin kesal. Mereka berjalan keluar kamar mandi, melewati segerombolan siswi yang secara terang-terangan menatap Rata.

Cintapuccino; A Cup Of LoveWhere stories live. Discover now