"Gue gamau," jawab Sofie lantang.

"Sofie lepasin!" kali ini Reno berhasil melepaskan tangan Sofie dari rambut Kanya.

"Apaan sih ren, lo ngebela dia terus? Lo kenapa sih? Gue yang pacar lu ren bukan dia!" teriak Sofie sangat kencang seakan memenuhi ruangan kantin dimana mereka berada.

"Pacar? Sof kita udah putus. Dan yang bikin kita putus itu lo sendiri, lagian Kanya ga tau apa-apa," Jawab Reno

"Lo bohong ren, lo suka kan sama dia, cewe yang sok polos ini. Tapi kenapa ren? Dia ga lebih baik dari gue kan?" jawabnya terisak-isak. Tangisannya memecahkan susana, "gue ngelakuin semuanya waktu itu karna sikap lu ren, lo terlalu ngasih perhatian ke banyak perempuan. Tapi lo ga pernah sadar itu! Kenapa ren? Gue sayang sama lo tapi kenapa lo ngelakuin ini semua?"

"Udah sof kita udah selesai!" kali ini Reno berteriak, semua yang ada di kantin sama sekali tidak memalingkan pandangan mereka dari keributan yang di buat oleh Sofie itu. "lo harus sadar kita udah beda jalan sof, udahlah." Reno meninggalkan kantin bersama teman-temannya, di susul Sofie dan teman-temannya.

Kini tinggal Kanya dan Rani yang mulai bertatap-tatapan mencari sebuah jawaban.

"Kanya? Gue pusing. Ke kelas aja yo," ajak Rani yang dari tadi memegang kepalanya terus menerus.

"Yaudah ayo, jangan pingsan dulu ran," ledek Kanya

"Ya enggalah, ayo."

Dari kejauhan Rizki masih belum beranjak dari tempat dia berdiri sedari tadi, lagi-lagi Reno mendahuluinya. Lagi-lagi anak itu yang dekat dengan Kanya. Matanya mulai berkaca-kaca.

Kejadian tadi saat Reno membela Kanya dan memegang tangan Kanya masih terngiang-ngiang dipikirannya, hatinya terasa teriris sangat perih. Bahkan ini bukan pertama kali dia melihat Reno dekat dengan Kanya.
Seakan memberi sinyal kalau Kanya tidak akan kembali kepadanya, namun hati kecilnya tidak ingin melepaskan Kanya.

"Aku tahu Kanya, ini bukan hanya kisah masa kecil, bukan hanya perasaan antara dua orang sahabat, tapi ini cinta, cinta yang melebihi perasaan apapun. Dan aku yakin kamu belum melupakanku, kamu yang bilang kita akan sama-sama terus, dan aku tau cinta tau kemana arah dia harus pulang." tanpa ia sadari air matanya mulai menetes membasahi pipinya, tidak pernah satu orang pun melihat tangisan kesedian Rizki, karna Rizki termasuk orang yang tidak banyak bicara. Namun kali ini terlihat bahwa hatinya sangat sakit, dia sangat terlihat lemah.

🐤

"Ya ampun ran, dikit-dikit pusing. Kalo kaya gini kan aku jadinya sendirian." aku berjalan menelusuri koridor.

Laa laa laa du du du syala la la
"Eits, kaya liat orang nangis tadi, tapi siapa ya?" berhenti bernyanyi, aku berjalan mundur dan melihat ke segala arah, dan ternyata aku menemukannya diujung koridor belakang dekat kantin.

"Dia itu kan Rizki, ngapain dia nangis di situ. Samperin ah." aku berjalan menuju kearahnya dengan diam-diam agar tidak ketahuan. aku berniat meledeknya kali ini, dan harus berhasil.

"Ehh ada kakak Rizki, bisa nangis juga ka? Ohh kirain gabisa, du du du?" memalingkan pandangan ku dari Rizki.

Rizki mengusap air matanya dengan cepat dan memasang kembali ekspresi dinginnya, "semua orang punya masalah masing-masing, nangis itu hal yang wajar," jawabnya ketus.

"Tapi bagi lo kayaknya ga wajar deh ki." kini mata kami berhadap-hadapan, kegiatan itu cukup lama namun Rizki yang memecahkannya.

"Emang lo kira gue apa makanya ga bisa nangis?" memalingkan pandangannya.

'Iss ni cowo sok jual mahal banget sih, gue masih mau natap lo tau, balik ke arah sini dong,' ucap batinku lirih.
"Robot mungkin, bisa jadi bukan?" aku menatapnya sinis.

PARTNERWhere stories live. Discover now