Chapter 10

7.6K 543 270
                                    

Tangan kanannya sibuk mengaduk teh yang sedang dibuat olehnya. Pikirannya melayang kemana-mana. Bianca hampir saja menjerit frustasi. Dia diam, mengatur napasnya yang terengah akibat pikirannya sendiri. Kemudian dia melangkah keluar dapur, berhati-hati agar cangkir teh  yang dibawanya tidak tumpah akibat tangannya yang bergetar. Bianca meletakan cangkir itu diatas meja sembari sebuah kepala mendongak kearahnya. Mata tersebut menatap Bianca penuh pertanyaan ketika dia memilih duduk di sofa tunggal.

“Seharusnya kau tidak perlu serepot ini, Bi.”

“Aku adalah orang yang selalu menghargai tamu. Silahkan diminum.” Ujarnya berusaha ramah. Harry mengambil cangkir itu dan menyesap sedikit isinya. Bianca mengamati hal tersebut. Hanya dengan meneguk sebuah minuman saja Harry terlihat panas. “Jadi ada apa kau kemari?”

“Ingin berkunjung untuk menemuimu.” Harry meletakan kembali cangkir tersebut diatas meja, kemudian menegapkan sedikit tubuhnya ketika berbicara. “Maksudku, kau tidak pergi ke kantor hari ini dan aku cemas.”

“Kau pikir sesuatu yang buruk terjadi padaku?” Harry mengangguk pelan sehingga Bianca terkekeh, “Aku baik-baik saja, Harry.”

“Lalu mengapa kau tidak pergi bekerja hari ini?”

Bianca diam. Alasan yang tepat adalah karena dirinya—bukan, tidak sepenuhnya karena rasa cemburu yang melanda perasaannya tetapi semua itu berimbas pada mood-nya yang berubah buruk hingga dia pikir kondisi seperti itu tidak mendukungnya untuk bekerja. Harry tentu tidak boleh mengetahuinya. “Kepalaku sedikit pusing pagi tadi.”

“Aku bisa mengantarmu ke rumah sakit jika kondisimu belum membaik sepenuhnya.” Nada khawatir Harry membuat Bianca tersenyum. Dia bahkan tidak tahu apakah itu palsu atau tulus, tetapi dia tetap senang.

“Tidak perlu. Malam ini terasa lebih baik.”

Harry kembali mengambil cangkir tehnya dan menyesapnya. Kedua mata mereka bertemu, mereka tak saling melepaskan pandangan. Ketika teh buatan Bianca telah dihabiskan oleh Harry, pria itu mengambil kedua tangan Bianca sehingga gadis itu berpindah duduk disebelahnya. Bianca gugup akan hal itu.

“Bi?” Harry bergumam pelan dan kepalanya sedikit menunduk, “Maafkan sikap Kay pagi tadi. Dia memang sedikit sulit bergaul dengan orang yang baru ditemui.”

Topik yang seharusnya tidak perlu dibahas, pikir Bianca. “Tak apa, aku paham. Lagi pula tidak akan ada orang yang menginginkan kekasihnya dekat dengan orang lain selain dirinya.”

“Kau berusaha menyinggung dirimu sendiri?”

“Ti—tidak, tentu tidak. Aku hanya mengatakan fakta yang ada di pikiran perempuan. Kau tidak akan mengerti itu.” Bianca tertawa pelan. Kehadiran Harry membuat suasana hatinya sedikit membaik.

“Aku banyak berubah semenjak mengenalmu,” Perkataan Harry sukses membuat Bianca mematung. “Ya, secara tidak langsung dan aku baru menyadari itu sekarang. Biasanya aku tidak akan tahu kemana arahku pergi selain tempat tinggalku. Lalu aku bukanlah orang yang senang menyelesaikan masalah dengan cara yang baik. Maksudku, aku tidak percaya jika aku datang kemari di malam hari hanya untuk meminta maaf. Aku tidak pernah melakukan hal itu sebelumnya.”

“Itu adalah kalimat terpanjang yang pernah kau katakan padaku. Dan wow..,” Bianca membesar-besarkan reaksinya. Dia memang cukup terkejut. “Aku senang, aku jadi yang pertama. Apakah itu benar?”

Harry mengangguk yakin, kedua tangannya menggenggam tangan Bianca diatas pangkuannya. Tanpa sadar mereka terlalu hanyut, Harry menarik tubuh Bianca kearahnya. Dekapan yang terasa begitu kuat dan nyaman bagi mereka. Napas Harry terasa pada leher Bianca sehingga dia mengalami perubahan drastis pada tubuhnya. Bianca merasa tenang, satu masalah dipikirannya telah hilang karena sebuah pelukan.

OVERLOADWhere stories live. Discover now