10| Well-matched

24.7K 2.1K 240
                                    

"Mama bisa bikin mood Kakak membaik, loh. Ini." Jessica menyodorkan ponsel dan Farah menerimanya.

Farah meneliti foto di ponsel itu. Foto pria yang terlihat sedang berbicara dengan seorang wanita paruh baya. Ini terlihat sekali foto yang diambil tanpa diketahui orangnya. Farah merasa mengenalnya, tetapi di mana? "Siapa, Ma? Anak papa yang lain, ya?"

Ilyas seketika tersedak makanan yang sedang ditelannya ketika mendengar kata-kata Farah. Jessica sibuk menenangkan suaminya. Dia menepuk bahu Ilyas, mengambilkan air, sampai menyerahkan lap makan. Sedangkan Rayhan terbahak sepuasnya dan Farah hanya mengendikkan bahu tak peduli.

"Kakak, bicara yang baik!" hardik Jessica pada Farah.

"Ada-ada aja, Kak Farah. Lagian mana ada yang mau sama Papa selain Mama," balas Rayhan. Ilyas tersedak minuman kali ini.

"Rayhan!" Jessica semakin geram saja melihat kedua anaknya. "Ini, nih, kalo seorang kakak ngomongnya nggak sopan, adiknya jadi ikut-ikutan."

"Ya, deh, maaf. Lagian Mama ini juga salah. Farah nggak enak hati malah dikasih foto. Masih mending bunga deposito. Emangnya Farah anak ABG yang bisa good mood hanya dengan download foto idolanya?" Farah melanjutkan makan malamnya setelah menyerahkan kembali ponsel milik sang ibu.

"Itu keponakannya Bu Asri—temen pengajian Mama. Dia kerja di pabrik. Mama sama Papa udah pernah ketemu sama dia. Orangnya sholeh, rajin ikut pengajian. Nggak kayak Sultan atau Rayhan." Jessica mulai promosi sembari menyindir anak di sebelahnya yang terlihat cuek saja. "Kak Farah mau, kan, dikenalin?"

"Ih, Mama main jodoh-jodohan lagi nih, Pa," adu Farah pada sang ayah, "Entar kayak yang kemarin itu, loh, Ma."

Ilyas justru mendukung istrinya. "Papa udah tahu latar belakang keluarganya, Kak."

"Tuh kan, Mama bilang juga apa. Papa udah pasti setuju. Kata temen-teman Mama, Bu Asri selain orangnya aktif di pengajian, mereka juga suka kok, sama podeng buatan Bu Asri. Dari situ kita bisa menilai, Bu Asri pedagang yang jujur dalam usahanya, pasti juga bertanggung jawab saat merawat keponakannya. Terbukti, kan, anak itu menjadi pribadi yang santun waktu kemarin ngobrol sama Mama, juga Papa. Mau ya, Kak Farah?" bujuk Jessica.

"Nanti dulu. Penjual podeng? Mama mau jodohin aku sama keponakan penjual podeng?" Farah menatap serius ke arah ibunya. "Jangan bilang dia penjual podeng rumahan biasa."

"Memang iya," ujar ibunya.

"No way, Ma. Farah nggak mau dijodohin sama rakyat jelata," tolak Farah dengan ketus.

"Kak Farah, bahkan Allah nggak menilai seseorang dari status sosial, tapi keimanan sama ketakwaannya. Papa nggak kenalin kamu sama pria sembarangan. Dia punya pekerjaan yang halal, perilakunya sopan, yang jelas dia taat pada agama. Kalo seorang pria setia sama Tuhan-nya, maka nggak diragukan lagi kesetiaan pada wanitanya," papar Ilyas.

"Itu kan Tuhan, Pa. Farah manusia. Sampai kapan pun Farah nggak mau hidup sama manusia lain yang status sosialnya di bawah kita," kecam Farah.

Jessica tak menyangka kata-kata keji keluar dari mulut putrinya. Entah siapa yang mengajarkannya seperti itu. Jika Jessica perhatikan, selama ini Farah bergaul dengan semua kalangan, bahkan akrab dengan beberapa karyawan. Namun, setiap pria yang mendekatinya memang selalu dari kalangan atas, hingga kecacatan akhlak mereka yang membuat Farah mengakhiri hubungan pada akhirnya. Jessica menyangka, putrinya itu sudah belajar bahwa tingginya jabatan seseorang tak ada arti jika rendah kualitas pribadinya.

"Kak Farah kasar sekali. Udah cukup makan malamnya. Pergi ke kamar kamu sekarang!" hardik Jessica.

Farah yang bertambah kesal segera saja beranjak dan meninggalkan ruang makan. Tak perlu ibunya menyuruh, Farah sudah kehilangan selera makan dengan kenyataan yang tak masuk akal.

Pintu kamar dibantingnya lalu Farah meraih bantal untuk meredam teriakan putus asa. Ibunya tidak peka. Ayahnya pilih kasih. Dunia ini tidak adil. Bahkan kakak perempuannya yang berprofesi sebagai seorang dokter bisa menikah dengan seseorang yang berprofesi sama. Kenapa Farah tidak?

Selama ini Farah mengupayakan semua hal dalam hidupnya. Kecantikan yang terpelihara, keindahan tubuh yang tidak didapatkannya dengan percuma, pergaulan kalangan atas termasuk sosialita yang selalu dijaga. Mana mungkin Farah rela kehilangan semua itu karena bersanding dengan pekerja pabrik—keponakan penjual podeng? Biar dunia runtuh saja, tetapi Farah tak akan sudi kehilangan pencitraannya!

****

The Diamond of the RingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang