Chapter 2

7.5K 656 241
                                    

Kota New York adalah khawasan metropolitan yang merupakan pintu gerbang para imigran untuk masuk ke Amerika Serikat dengan status sebagai pusat keuangan, budaya dan transportasi. Disinilah Bianca berada, menatap tingginya gedung-gedung pencakar langit yang hampir ia temukan disetiap lokasi. Bianca tak percaya salah satu mimpinya terkabul, yaitu dapat menghirup udara segar kota New York yang didambakannya sejak lama.

Setelah tiba beberapa jam yang lalu, kini Bianca dan Niall sedang berada di pusat perbelanjaan terbesar di kota tersebut. Mereka harus membeli beberapa perlengkapan sehari-hari karena Zayn melarang mereka untuk membawa banyak barang selain perlengkapan yang akan membantu melancarkan misi mereka. Bianca keluar dari salah satu stand pakaian dalam wanita, dia baru menyadari jika persediaan pakaian dalamnya menipis karena belakangan ini dia sangat jarang merawat dirinya.

Bianca duduk disalah satu bangku dengan meletakan seluruh barang belanjaannya sambil meneguk air mineral yang baru saja dibeli olehnya. Sembari menunggu Niall yang entah dimana, gadis itu memeriksa ponselnya. Terdapat satu pesan dari Zayn yang menanyakan dimana keberadaannya, Bianca pun segera membalasnya. Tak dipungkiri berada jauh dari boss-nya akan membuat Bianca merindukan sosok Zayn, pria tampan dan tegas itu.

Suara teriakan Niall terdengar pada gendang telinga Bianca, gadis itu bangkit dari tempat duduknya dengan hanya membawa diri untuk memasuki sebuah stand pakaian dan perlengkapan olahraga. Bianca menemukan Niall disana dan pria itu terlihat baik-baik saja. Bianca bernapas lega, dia pikir sesuatu yang buruk telah terjadi.

"Kau memanggilku?"

"Ya, dibandingkan kau melamun seorang diri disana lebih baik kau membantuku." Niall mengambil dua sepatu olahraga dengan warna yang berbeda, lalu menatap Bianca. "Menurutmu sepatu mana yang lebih bagus?"

"Untuk apa kau membeli sepatu olahraga? Kita ini seorang agen, bodoh." Bianca mengecilkan suaranya sembari melihat sekelilingnya.

"Kau yang bodoh, Bi. Kita tentu saja harus melakukan olahraga untuk menguatkan fisik sebelum menjalankan misi. Bagaimana kau bisa melawan pembunuh bayaran jika kau tidak berlatih terlebih dahulu?" Bianca bungkam setelah mendengar ucapan Niall, pria itu benar. "Jadi sepatu mana yang harus ku beli? Aku memanggilmu untuk membantuku."

"Terserah kau saja, Niall. Jika aku mengatakan semua sepatu disini bagus, kau juga tidak mungkin membeli semuanya."

Bianca terkekeh sambil keluar dari tempat itu karena dia pikir Niall hanya pria yang terlalu cerewet dalam memilih barang, seperti kebanyakan wanita. Belum genap dua menit Bianca kembali duduk dibangku tersebut, Niall terlebih dahulu keluar dengan barang yang sudah dibelinya. Niall merebut air mineral Bianca lalu meneguknya sampai habis.

"Ayo pulang! Kita harus menata apartemen baru kita." Ujar Niall.

***

Bianca keluar dari pintu kamar mandi dengan handuk yang melilit ditubuhnya. Gadis itu kembali merasa segar setelah menghabiskan waktunya untuk berendam selama satu jam. Apartemen baru yang akan dia tinggali bersama Niall sudah tampak rapi dan bersih. Mereka menata ruangan ini dengan sangat teliti, memindahkan beberapa letak benda yang membuat tenaganya cukup terkuras.

Bianca duduk di tepi kasur menyaksikan Niall yang tidur mendengkur. Niall tampak sangat lelah, dia langsung merebahkan tubuhnya yang masih berkeringat setelah apartemen mereka rapi. Bianca menggeleng-gelengkan kepalanya, kemudian dia mengambil sebuah paper bag untuk mengambil pakaian dalam yang baru saja dibelinya.

"Apa-apaan ini?" Bianca terkejut ketika menemukan isi didalam paper bag tersebut. Dia menemukan begitu banyak bungkusan foil, matanya menbelalak lebih lembar ketika menyadari bahwa benda tersebut adalah kondom pria dengan merk yang berbeda-beda. "Sial! Kemana pakaian dalamku?"

OVERLOADWhere stories live. Discover now