SEMBILAN

34.5K 2.1K 56
                                    

Ali memasuki ruang yang sama, ruang yang tidak pernah absen ia kunjungi, ruang yang di dalamnya terdapat misteri, kesakitan, kepahitan, dan juga dendam yang menggelora. Tubuh tegapnya berdiri, tidak angkuh melainkan setengah rapuh, tatapan yang biasanya membara saat berada di ruang ini, tetapi saat ini nampak redup, penuh penyesalan. Ia bukan menyesal karena telah menyakiti Prilly, melainkan menyesal karena tidak bisa menahan diri, membiarkan hatinya goyah karena tangisan Prilly yang penuh luka, harusnya ia tidak peduli, tetapi kenapa ia memeluk gadis itu, menenangkannya. Harusnya Ali terus menerus menyakitinya, tanpa ampun dan tanpa iba. Ia merasa bersalah kepada mendiang kedua orang tuanya dan adik kandungnya, karena pasti mereka akan kecewa padanya.

"Aku--- mengecewakan kalian" Ali bergumam serak, nada suaranya keras berbaur dengan kegelapan, terdapat penyesalan. Ia menatap pigura foto berlapis perak di hadapannya dengan sendu.

Pelan-pelan Ali menghela nafas. Hatinya berkecambuk, entah karena apa. Dan itu membuat Ali tersiksa. Ia kebingungan, entah pun karena apa. Ali merasa dirinya saat ini tidak biasa, sesuatu seperti ada yang mengganjal di dirinya, dan Ali tidak tau penyebabnya apa. Ia seperti-- putus asa.

Namun tiba-tiba saja sekelibas bayangan yang begitu menyakitkan berputar di otaknya, merenggutnya dengan begitu menyakitkan. Membuat dadanya sesak sekaligus perih.

12 tahun yang lalu.

Pengap, sempit dan sesak. Tubuhnya yang mungil tersembunyi di dalam lemari kayu usang. Ia menggigil dengan tangis yang sudah di ujung lidah, ia menahan isakannya agar tidak terdengar oleh seseorang yang di luar, matanya yang basah mengintip di sela-sela lubang kecil di antara kayu lapuk itu, sekujur tubuhnya bergetar, ingin berteriak meminta pertolongan, namun Reina-- Ibunya yang mengetahui tempat persembunyiannya menatap di sela lubang itu hingga menemukan matanya, dan dengan intruksi tatapan itu ia mengerti, kalau ia harus diam dan tidak bergerak di dalam sini. Ia takut teramat ketakutan. Air matanya bercucuran tidak tertahankan lagi.

Darah sudah mengalir di mana-mana, membasahi lantai, menyebarkan bau anyir yang mengganggu indra penciuman. Denia-- adiknya, sudah terkulai dengan kepala berlumuran darah, bekas pukulan balok. Sedangkan Reina-- Ibunya sudah terkapar namun masih setengah sadar, menatapnya di dalam lubang, tatapan kesakitan dari Reina membuat hati Ali sakit, tatapan yang begitu menyedihkan dan membuat seluruh tubuhnya mengejang penuh kesakitan.

"Kau harus mati Bryan! Giliranmu!" seseorang yang wajahnya tidak terlihat, menodongkan pedang pada Bryan-- Ayahnya.

Dia terlonjak, membekap mulutnya sendiri, tangisnya di tahan-tahan agar tidak terdengar, semuanya terasa sesak. Ia ingin keluar dari persembunyian ini, menolong keluarganya yang dalam bahaya, namun tubuhnya membeku, seolah tidak membiarkan ia keluar dari sana.

"Apa salahku? Aku tidak pernah mengusikmu! Tapi kau dengan teganya menyakiti anak dan istriku!" Bryan yang sudah babak belur berusaha melawan, namun dia yang sudah lemah kembali ambruk, terduduk di atas lantai oleh tendangan orang itu.

"Karena kau-- kau menghalangi semua keinginanku-- maka dari itu kau harus mati" dengan sekali serangan, pedang itu menancap tepat di dada Bryan, darahnya menyembur keluar, begitu banyak. Bryan mengerang merasakan sakit, ia memekik penuh kepedihan, ia kesakitan, dan ketika darahnya hampir habis, seluruh tubuhnya ambruk di atas lantai dengan kejang-kejang menahan rintihan kesakitan.

Sedangkan di sisi lain, mata yang mengintip sudah merah menahan kesedihan, sekujur tubuhnya bergetar, ia menggigit bibir bawahnya menahan isakan. Menyaksikan seluruh orang-orang tersayangnya di bunuh dengan begitu kejam membuatnya tidak bisa menahan rasa sakit, luar dan dalam. Ia putus asa, semuanya di renggut dengan begitu kejam. Tidak pernah menyangka keluarganya yang baik akan di lukai oleh orang lain-- yang tidak ia ketahui bagaimana bentuk rupanya karena samar-samar dia tidak bisa melihatnya dari lubang kecil ini, merasa tidak berdaya sekaligus tidak berguna. Terlalu kesakitan tidak bisa berbuat apa-apa karena anak kecil sepertinya tidak akan berdaya melawan lelaki dewasa itu, putus asa yang berkepanjangan membuat dadanya bergemuruh, penuh amarah sekaligus gejolak, rasa benci teramat dalam meluap hingga menghasilkan dendam, dendam anak kecil yang tidak berdaya dan akan berbahaya di kemudian hari.

LOVE BEHIND HATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang