TUJUH

29.9K 2.1K 54
                                    

Prilly terkesiap dengan tubuh menegang, nafasnya tercekat dengan rasa takut yang mulai menjalari dirinya. Ia tidak dapat mendengar dengan jelas apa yang Ali ucapkan, tetapi ia dapat melihat dengan jelas Ali yang sudah berdiri di hadapannya dengan tatapan membunuh.



"Siapa yang memperbolehkanmu berdiri disini, dan mengintip?" suara Ali terdengar dingin sekaligus mengintimidasi, terdapat nada tajam dari suaranya.




Prilly menelan ludahnya, lidahnya kelu, dan bibirnya sulit bergerak, hingga sepatah katapun tidak mampu keluar dari mulutnya karena rasa takut. Ia hanya menunduk dengan perasaan yang tidak karuan, telapak tangannya basah karena tegang. Tubuhnya terasa panas sekaligus dingin, aura penuh kekejaman tiba-tiba saja menghujam dirinya, membuatnya meringis tidak karuan.







"Kau mendengarku, bukan?" terdengar gemertak gigi Ali, menahan emosi. Dan tubuh Prilly semakin bergetar, terlalu tegang. "Oh, aku tau kau ingin mengetahui apa yang sedang aku lakukan disini, begitu?" walau suara Ali pelan namun nadanya penuh kekejaman membuat rasa takut semakin lama semakin menghujani Prilly. Ia menelan ludah susah payah, tenggorokannya terasa kering dan perih.





"Keluarkan suaramu! Aku ini sedang berbicara padamu, apa kau bisu? Bodoh!" Ali mencengkaram dagu Prilly, lalu kemudian dengan kasar ia mendongakkan wajah Prilly agar mendongak menatapnya, membuat Prilly meringis dengan tatapan takut luar biasa. Dan jantung Prilly berdetak kencang, menahan rasa takut saat mata Ali penuh kobaran emosi yang meluap-luap menatapnya.





"Aku--aku-- maaf" suara Prilly bagai cicitan, pelan dan bergetar, diselimuti rasa takut.




Lalu dengan kasar Ali melepas cengkraman tangannya di dagu Prilly, tangannya beralih mencengkram pergelangan tangan Prilly dan menariknya kedalam dengan kasar, penuh luapan emosi yang begitu besar membuat Prilly dilanda dengan perasaan tidak karuan, matanya mengerjap berkali-kali saat ia sudah berada di dalam ruang besar yang remang itu, rasanya begitu menyesakkan dada berada di ruang ini, aura yang sulit Prilly jelaskan tiba-tiba menghujam hatinya, membuatnya sulit bernafas.





Dan kemudian, setelah dirinya berada tepat di depan sebuah pigura foto besar berlapiskan perak yang sempat ia teliti tadi, Ali melepaskan cengkramannya di tangan Prilly membuat Prilly meringis memegangi pergelangan tangannya yang terasa panas dan perih.



"Apa kau ingin mengetahuinya?!" suara Ali tedengar keras, bersatu dengan kegelapan, kejam dan begitu menakutkan.


Dan Prilly mendongak seketika, tubuhnya meremang saat tatapannya bertemu dengan tatapan Ali. Begitu tajam, merah sekaligus penuh kebencian. Prilly merasa takut luar biasa, kakinya bergerak mundur dengan tubuh bergetar.


"Diam disitu! Sekali lagi kau bergerak mundur, aku akan meremukkan tubuhmu!" Ali mengintimidasi, dengan tatapan keras, luapan emosi jelas terpancar dari raut wajahnya membuat tubuh Prilly terasa panas dengan pelipis yang mulai berkeringat. Ia menggigit bibir bawahnya dengan kuat, menahan rasa takut, tidak pernah ia melihat Ali semengerikan seperti saat ini.



"Aku-- aku ingin keluar" dengan terengah-engah di selimuti rasa takut, Prilly bersuara, berada di dalam ruangan remang-remang seperti ini, membuat perasaannya tidak karuan.



Ali menggeram penuh emosi, ia bergerak mendekat, lalu ia menarik Prilly hingga Prilly berdiri tepat di depan figura foto besar berlapis perak, begitu dekat.


"Bukankah kau ingin mengetahuinya?!" suara Ali terdengar keras beradu dengan gemertak giginya, nafasnya panas karena emosi.




Sedangkan Prilly bergeming, matanya tidak bekedip memperhatikan foto yang berada di dalam pigura besar berlapis perak di hadapannya, foto tersebut menampilkan keluarga yang serasi dan nampak begitu bahagia, lalu matanya terfokus pada anak lelaki berusia remaja didalamnya, ia menyeringit dan tidak lama kemudian menyadari siapa lelaki itu. Ali, nampak begitu tampan dengan aura kebaikan yang memancar, walau parasnya tidak jauh berbeda dengan Ali yang sekarang, namun Ali remaja terlihat sangat baik, berbeda dengan Ali yang kini menjadi suaminya. Tiba-tiba saja dadanya terasa nyeri, entah bagaimana bisa, ia dapat merasakan sesuatu yang penuh dengan kepedihan.


LOVE BEHIND HATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang