Menu 19 - Tsunami Informasi

46.4K 3.9K 31
                                    

Kentara sekali mataku memendar rasa gelisah terus-menerus. Tanganku mulai berkeringat dan terasa dingin, berulangkali kugeser tempat dudukku karena merasa tidak nyaman.

Ruangan tunggu peserta ini terasa amat sepi. Hanya ada aku duduk sendirian, seragam Gold Feather sudah kupakai dengan lengkap sehingga aku tidak punya kegiatan lain yang bisa kulakukan.

Pikiranku terbagi antara kompetisi yang akan kuhadapi dan Dewa.

Secara tidak sadar aku mengucapkan bahwa aku mencintainya beberapa minggu yang lalu, itupun hanya ia respon dengan anggukan kecil. Ia tidak membalas ucapanku sama sekali, itulah yang membuatku gelisah.

Maksudku aku juga wanita biasa, aku ingin mendengar Dewa mencintaiku langsung dari mulutnya sendiri. Selain percakapan tentang kompetisi ini kami hampir tidak berbicara tentang hal yang lainnya semenjak festival itu.

Aku tidak tahu jika Dewa tahu aku sedikit kesal padanya. Ia tetap bersikap seperti biasa padaku dan tidak merasa terganggu sama sekali.

lamunanku pecah karena mendengar suara pintu yang dibuka. Badanku sedikit menegang saat tahu yang masuk adalah Dewa dengan setelan kemeja hitam dan celana jeans.

Ia tidak repot-repot menyapaku dan malah langsung duduk dikursi sebelahku.

"Siap?", tanyanya sambil memegang tanganku.

Keningnya sedikit berkerut saat mengetahui betapa berkeringat dan dinginnya telapak tanganku itu. Berulang kali ia menggosokkan tangannya pada tanganku dan menciumnya lembut.

"..Siap", jawabku ragu.

"Siap?", kali ini nadanya naik satu tingkat.

Tentu Dewa tidak suka keraguanku sama sekali.

"Yes chef!", jawabku cepat.

"Great, give your best, work hard", Dewa mengecup keningku singkat.

Lalu tanpa pamit ia beranjak dari kursinya dan berjalan menuju pintu keluar. Dengan ragu kunaikkan tanganku untuk meraih lengannya, lidahku terasa kelu, aku hanya ingin ia disini sedikit lebih lama lagi.

"Dewa", ujarku lemah.

Langkahnya terhenti dan ia menarik tangannya yang sudah terulur untuk membuka kenop pintu.

"Hm?", ia sudah membalikkan badan sepenuhnya sekarang.

Kugigiti bibirku gugup, aku harus bisa mengatakannya lagi sekarang. Siapa tahu ia akan membalasnya kali ini, jadi aku bisa sedikit lega saat berkompetisi nanti.

"..I love you", ucapku menatap matanya lurus.

Dewa tidak menunjukkan ekspresi apapun, tapi ia kembali berjalan kearahku yang sekarang sudah berdiri mematung.

Tangannya malah menarik punggungku lembut dan memelukku erat. Aku tidak tahu apa maksud tindakannya, apa ia akan menjawab ucapanku tadi dengan berbisik?, maksudku tidak ada siapa-siapa selain kami disini.

"Aku nanti duduk disebelah Aleksey", ia lalu mencium kelopak mataku.

Kutatap ia dengan bingung. Aku tidak tahu apa yang sedang kutunggu karena setelah mengucapkan itu ia malah melepaskan pelukannya dan berjalan keluar ruangan tanpa menengok lagi.

Kudenguskan napasku kesal sembari menghempaskan tubuhku dikursi dengan kasar. Entah kenapa hatiku terasa sakit.

**************************

Aroma citrus yang menusuk membuatku makin merasa tidak nyaman, jelas pendingin ruangannya diset bersuhu terlalu rendah.

Kualihkan pandanganku pada Aleksey, ia langsung tersenyum lebar dan membentuk huruf o lewat jarinya. Sementara Dewa hanya tersenyum tipis tanpa menunjukkan gestur apapun lagi.

Sweet BlackoutWhere stories live. Discover now