Menu 11.2: Unfortunate Events

53.9K 4.2K 108
                                    

"Jadi, ini date kan?", tanyaku malu-malu.

Dewa masih diam, itu makin membuatku jadi salah tingkah. Sengaja aku memakai sweater off shoulder warna peach, celana jeans putih dan sepatu Doc Marten warna mint green-kupikir aku harus kelihatan beda jika kami memang menganggap ini sebuah kencan.

Entah kenapa suasana jadi terasa canggung, padahal beberapa jam yang lalu kami sangat-ahem, intim.

Ia menjemputku tepat jam dua, aku tahu ia hanya pulang sebentar untuk mandi dan salin lalu langsung berangkat lagi ke Gold Feather untuk membantu di jam makan siang yang sibuk.

Dewa cukup baik hati menyarankanku untuk tetap dirumah dan tidak usah berangkat ke restoran hari ini. Besar kemungkinan ia langsung menjemputku tanpa istirahat terlebih dulu. Gold Feather bisa mendapat sekitar seratus piring pesanan pada jam-jam sibuk, dan aku tidak berbohong saat aku bilang hal itu sangat menguras tenaga.

"..Mungkin, kalau kamu bisa lebih bijak untuk nggak bawa brokoli sebagai snack", Dewa kelihatan kesal.

"Dewa, kamu minum susu kedelai hampir setiap hari tapi kamu nggak suka brokoli?", kukerutkan keningku.

"Soy milk taste good", jawab Dewa datar.

Ia selalu menyetok berkotak-kotak susu kedelai didalam kulkasnya, belum terhitung kotak kecil sekali minum-ia punya hampir satu kardus. Untuk ukuran orang yang benci sayuran, kesukaan Dewa pada susu kedelai sangat aneh.

Beda denganku, aku sangat benci susu kedelai. Rasanya sangat aneh dilidahku, dan baunya membuatku langsung kehilangan selera.

"Jangan bilang nggak suka kalau kamu belum coba, aku janji rasanya nggak kayak sayuran banget kok", ujarku sambil membuka pintu mobil.

Harus kubilang festival ini sangat ramai, jelas Dewa menolak untuk datang pada awalnya. Ia tidak pernah nyaman dengan keramaian.

"Jangan jauh-jauh", Dewa meraih tanganku dan menggandengnya.

"Iyaaa", seruku bersemangat, pipiku sudah merona merah.

"Kamu kan pendek, kalau kamu ilang aku males cari", Ujar Dewa dingin.

"Rugi aku udah seneng tadi", jawabku kesal.

Dewa hanya tersenyum tipis, ia mengambil kotak bekal yang kubawa ditanganku. Benar aku pendek untuk ukuran badannya yang sangat tinggi, ia harus sedikit membungkuk untuk mengambil kotak itu.

Pipiku terasa merona karena Dewa tidak juga berdiri tegak, ia masih sedikit membungkuk didepanku dan memandangku tajam.

"You look beautiful today"

Setelah mengucapkan itu Dewa berjalan begitu saja meninggalkanku. Aku masih diam ditempatku berdiri, terlalu senang karena pujian Dewa tadi. Kapan terakhir kali ia bilang kalau aku cantik?.

Setengah berlari aku menghampiri Dewa, langsung kurangkul tangannya dan tersenyum lebar.

Diluar dugaan Dewa tidak menolak sama sekali, ia hanya terus berjalan dalam diam. Ia hanya berhenti untuk menggulung lengan kemeja bahan denimnya.

"Wow, did you see that?!!", ujarku bersemangat.

Tamannya sangat indah, semarak warna pink dari bunga pohon eastern redbud yang sudah merekah sempurna sangat memukau mata. Pantas saja tempat ini harus dibooking terlebih dulu, tamannya jauh lebih indah dari ekspektasiku.

Tercium bau rumput yang khas, aku lupa kapan terakhir kali aku piknik ditaman, mungkin saat masih SD?.

Meskipun kami datang cukup awal tapi taman sudah hampir penuh. Kebanyakan dari mereka adalah keluarga kecil ataupun pasangan muda, aku sendiri bingung mengkategorikan hubunganku dan Dewa kedalam kategori yang mana.

Sweet BlackoutWhere stories live. Discover now