Menu 6: Help From Heaven

62K 5.1K 111
                                    

Tepat jam enam aku sudah mandi dan memilih baju, mungkin aku sedikit berlebihan tapi mengingat Dewa akan menjemput pagi-pagi membuatku sangat bersemangat, terkadang aku heran bagaimana dalam satu malam perasaanmu bisa berubah. Seperti yang apa diucapkan Dewa kemarin, kami masih belum tahu apakah kami saling mencintai atau tidak, tapi kami juga tahu kalau kami ingin sama-sama mencoba.

Setengah jam kemudian aku sudah bersiap dengan memakai Sweater tebal warna hijau dan skinny jeans hitam, Dino tengah menghabiskan pancakenya yang kelima-ia fans nomor satu pancake, sedangkan aku hanya makan Greek yoghurt dengan tambahan buah stroberi.

"Emang kakak beneran mau nikah sama Mas Dewa ya?", Tanya Dino dengan polos.

"Kata siapa?, kakak juga nggak tau", jawabku singkat.

"Kata Papi sama Mami, udah nikah sama Mas Dewa aja kak, nanti kita sering makan enak", ucap Dino dengan percaya diri.

"Kakak juga sering bikin makanan enak!", Seruku sedikit tersinggung.

"Tapi masakan Mas Dewa lebih enak, bagus bentuknya, rasanya juga, nggak kayak makanan kakak"

Setelah mengucapkan itu Dino langsung berlari menuju pintu, kukejar ia dengan kesal. Terkadang ucapan Dino lebih menyakitkan dari ucapan siapapun, ia jarang basa-basi dan selalu berbicara ke pokok permasalahan, mukanya manis tapi ia kadang terlalu jujur.

Kukejar ia sampai halaman depan, ia mencoba menghindar dari sergapan tanganku tapi berhasil kutarik ujung bajunya dan itu membuat ia hampir jatuh terjungkal, kupegang erat kedua tangannya agar ia tidak bisa lari. Aku hampir terkekeh melihat ia menderita, tapi dengan satu gerakan cepat Dino menggigit jempolku dengan keras.

"Aaawwwww, Dino lepass!!", kutarik dengan paksa tanganku agar lepas dari gigitannya.

Memanfaatkan kesempatan itu Dino melepaskan dirinya dariku, ia berlari sprint menuju gerbang, aku hampir menyerah mengejarnya, mataku terpaut pada jempolku yang memerah, tercetak bekas gigitan Dino dengan jelas.

Suara klakson didepan gerbang mengalihkan perhatianku, dapat kulihat toyota prius warna hitam milik Dewa sudah terparkir manis didepan gerbang, senyumku langsung merekah, kuacungkan satu jariku pada Dewa sebagai isyarat kalau aku akan kembali satu menit lagi, pintu depan belum kukunci dan aku harus menggembok gerbang depan.

"Hei, maaf agak lama", Seruku membuka pembicaraan.

Keningku sedikit berkerut saat melihat penampilan Dewa, ia sedang menggigit Roti isi selai kacang dan memegang kaleng kopi instan ditangan yang lainnya, ia bahkan tidak repot-repot tersenyum padaku, mukanya terlihat keras dan dingin seperti saat aku bertemu dengannya pertama kali.

"Tutup pintunya", perintah Dewa singkat dan dingin.

Segera kututup pintu mobil dan melirik pada Dino yang duduk dikursi belakang, ia sudah terpaku pada handphonenya-bermain game, dan mengenakan earphone, musiknya disetel sangat keras. Aku tahu sikap Dewa yang seperti ini tapi aku sangsi Dino tahu, untungnya kemungkinan besar ia tidak mendengar maupun memperhatikan interaksi kami tadi, Aku tahu ia anak yang menghargai privasi orang lain, orang tua kami selalu mengajarkan seperti itu.

Kupandangi muka Dewa dengan aneh, ia terlihat buru-buru karena daritadi agak mengebut. Aku bahkan tidak mengerti bagaimana bisa ia makan dan minum kopi sambil menyetir seperti itu. Dapat kurasakan ia melirikku lewat ujung matanya tapi ia tetap tidak membuka suaranya sedikitpun. Hal itu membuatku amat penasaran, maksudku ia amat manis semalam, for God sake, we even kissed!.

Pada akhirnya aku memutuskan untuk diam juga, jika ia ingin menganggap tidak ada apapun yang terjadi semalam sehingga aku tidak pantas mendapat ucapan selamat pagi darinya maka aku pun akan bersikap begitu.

Sweet BlackoutOnde histórias criam vida. Descubra agora