ii. Si Pemenang

7.6K 289 2
                                    

ARGI

"Sepakat?"

"Jadi tiap ekstrakulikuler harus punya perwakilan di osis, nanti kita bagi tim buat ngasih tau informasi ini ke tiap pembina dan ketua eskulnya. Minggu depan saya mau udah harus ada nama," kataku menyambung perkataan Judan.

"Kita akan ada beberapa kegiatan sebelum sertijab," kata Judan lagi.

"Paham?" tanyaku,

"Siap, paham!" jawab mereka serentak.

Rapat pengurus osis perdanaku sebagai ketua osis baru membahas tentang kekurangan anggota pengurus osis tahun ini. Menurut para senior, baru kali ini para siswa yang mendaftar sebagai pengurus osis hanya sedikit. Bahkan kita kurang sekitar lima orang lagi untuk memenuhi kuota minimumnya.

Untuk menyiasatinya, sesuai usulan pembina, tiap eskul harus memberikan perwakilannya di pengurus osis. Selain menambah anggota hal ini juga bagus untuk menjalin komunikasi antara pengurus osis dengan masinh-masinh eskul. Karena kegiatan yang akan datang--bahkan sebelum sertijab dilaksanakan, memang membutuhkan banyak kepala.

***

"Selamat atas kemenangannya ya, ketos." tiba-tiba seorang cewek muncul dan mengulurkan tangannya.

Aku mendongak dan menerima uluran tangannya agak kaku, "makasih, teh."

Dea hanya tersenyum manis sekali, mengangguk pelan lalu berlari kecil mengejar gerombolan temannya yang meninggalkannya tadi.

Duh, Dea ya. Alumni hati, kok makin cantik aja sih.

"Kapan rapat pengurus barunya, Gi?" Judan muncul mensejajarkan langkahku menuju ruang osis.

"Emangnya udah komplit semua?" tanyaku.

"Kata Widya udah beres, tinggal nunggu Bu Fatin dari jurnal ngasih perwakilannya,"

"Itu berarti belum" aku mendelik menatapnya, Judan mengangkat bahu acuh.

"Yaudah, besok pulang sekolah kita rapat di aula aja."

***

"Assalamualaikum,"

Semua orang menatap ke arah pintu masuk aula, seorang cewek yang entah siapa itu--yang jelas dia keliatan habis berlari. Mungkin orang yang gak ada saat tadu kusebut namanya.

"Waalaikumsalam,"

"Jihan, ya?" tanya Judan disebelahku.

"Iya, kang." jawab cewek tadi setelah duduk dikursinya.

"Gak ada nama panjangnya?" tanya Judan lagi.

Dia menggelang, "gak ada, kang. Maaf tadi telat, saya lupa."

'Saya lupa'

Alasan yang terlalu jujur. Aku menahan tawa susah payah. Seenggaknya dia punya alasan lebih bagus jika tau apa arti kedisiplinan di organisasi ini.

Judan menyikutku saat tahu aku berusaha menahan tawa. Dia mendelik dan memberi kode padaku.

Aku berdehem, "itu harus jadi pertama dan terakhir kalinya kamu telat." kataku final.

OSIS in LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang