《15》Complicated

2.3K 138 0
                                    

Riana's POV

"Rian kenapa tiba-tiba mutusin gue?"

Sudah dua hari sejak kejadian di gudang belakang sekolah. Hari ini Faye mengajakku ngobrol di cafe deket sekolah, dari tadi dia curhat perasaannya yang diputusin sama Rian tanpa alasan. Sudah beberapa hari ini sekolah rasanya suram banget.

Tiap hari aku lihat Rian selalu sedih, meskipun dia pura-pura ceria di depanku. Tapi dia gak pernah bisa nyembunyiin apapun dariku. Faye juga sudah beberapa hari ini masuk sekolah dengan mata yang bengkak karena nagis tiap hari.

Luke? Entahlah, aku benar-benar menghindarinya sesuai permintaan dari surat kaleng yang selalu dikirimkan ke lokerku. Aku tidak mau suasana sekarang semakin bertambah rumit lagi. Dan aku rasa peneror itu sudah puas aku menuruti kemauannya. Beberapa hari ini hidupku tenang tanpa teror.

"Bahkan dia gak mau ngomong sama gue, Na. Gue salah apa?" air mata keluar membasahi pipi Faye yang chubby. Faye sampe segininya putus sama Rian, dia kayaknya udah sayang banget sama Rian.

"Gue juga gak tahu jalan pikiran Rian. Bahkan dia juga gak ngomong apa-apa sama gue. Rian jadi sedikit pendiam. Tapi lo harus tau, Rian masih sayang banget sama lo." Jelasku berusaha menenangkan Faye. Tadi Rian melarangku untuk pergi ke cafe sendiri, tapi setelah aku bilang akan pergi sama Faye dia hanya diam. Selalu seperti itu jika aku membicarakan Faye akhir-akhir ini. Aku tau, membicarakan Faye akan membuat Rian sedih dan merasa bersalah, sangat terlihat dari tatapan mata Rian. Rian masih sayang sama Faye.

"Dari mana lo tau, Na? Bahkan dia mutusin gue." Suara frustasi Faye membuat beberapa pengunjung cafe melihat ke arah kami.

"Intuisi seorang kembaran?" ucapku berusaha menghibur Faye. Mendengar ucapanku, Faye terkekeh di sela isakannya. Aku menunggunya sedikit tenang untuk meneruskan pembicaraan.

"Maaf ya Faye." Ujarku setelah kurasa Faye bisa mengontrol emosinya.

"Maaf buat apa, Riana?"

"Gue gak tahu Rian kenapa-."

"Lo bukan Rian. Meskipun lo kembarannya, bukan berarti lo tahu jalan pikirannya." Potong Faye cepat sebelum aku selesai bicara.

"No. Bukan soal itu. Entahlah, ini hanya dugaan gue. Sikap Rian sekarang itu pasti ada hubungannya sama teror yang gue terima akhir-akhir ini. Gue juga gak ngerti pengaruh teror yang gue terima sama hubungan kalian apa, sampe Rian mutusin lo. Tapi lo tau intuisi seorang kembaran? Kali ini gue gak bercanda. Gue yakin kalo semuanya berhubungan. Jadi secara gak langsung gue penyebab lo berdua putus. So, gue minta maaf."

Faye menggenggam telapak tanganku yang ada di atas meja. "Kalau yang lo bilang itu bener, berarti yang harus disalahin ya penerornya. Bukan lo." Ujar Faye bijak.

"Gue mau cerita sama lo, Faye."

"Cerita aja."

"Em-gue punya dugaan lain. Meskipun kali ini gue ragu sih. Selama ini gue kan di teror. Entah dugaan gue bener atau enggak, gue ngerasa Rian juga pasti dapet teror semacem surat kaleng juga."

Faye mengerjapkan matanya seperti mencerna maksud ucapanku. Entahlah, aku hanya merasa Rian juga mendapat surat kaleng. Bedanya teror untukku itu mengancam agar aku menjauhi Luke. Mungkin kalau surat kaleng yang Rian terima berisi ancaman menjauhi Faye. Ini semcam balas dendam pada kami berdua. Ditambah kecelakaan bunda ditenga-tengah kerumitan ini, bahkan sekarang aku berpikir kalau kecelakaan bunda juga sudah direncanakan. Entah pikiranku yang terlalu complicated atau memang keadaannya benar-benar complicated.

"Maksud lo Rian juga diteror kayak lo?" tanya Faye. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Gue tau kayaknya ini rumit banget, tapi gue bakal usaha biar semuanya balik kayak dulu lagi. Gue yakin Rian juga lagi mikirin ini semua. Everything's gonna be oke!" Faye tersenyum dan memelukku. Seenggaknya, Faye sekarang lebih tenang. Aku bakalan bener-bener cari cara agar semua masalah ini selesai.

Rian(a) [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang