Fall For You (2)

6.1K 441 17
                                    

Atau justru... Luhan senang Sehun tidak mengacuhkannya.

Maka, persepsi Sehun sendiri yang membentangkan samudra yang semakin luas.

Sehun semakin mempercepat langkahnya menaiki tangga dan masuk ke kamar mereka. Satu kondisi dengan istrinya hanya membuat otak Sehun tidak beres, sama seperti pertama kali mereka dijodohkan. Dia harus menjaga jarak. Sebisa mungkin.

Sekadar memenuhi kewajiban, si pemuda berwajah lembut menaruh lauk-pauk ke piring suaminya. Wajahnya tanpa ekspresi. Dia melirik rambut coklat gelap suaminya yang masih basah. Dia yakin, Sehun sudah mandi. Lagipula Sehun bukan pemalas (kecuali untuk mengeringkan rambutnya sendiri). Dan hal itu terdengar janggal bagi pemuda seusia Sehun.

"Tidak mengeringkan rambutmu lagi?"

Dalam hati, Sehun tertawa sarkatis. Lihatlah bagaimana Luhan berakting perhatian padanya. Dia melaksanakan peran sebagai istrinya dengan baik. Kebohongan. Kepalsuan. Lagi-lagi Sehun membenci Luhan.

"Nanti pasti akan kukeringkan, Nyonya Oh."

Ingin Luhan merona. Namun dia sudah sadar lebih awal. Sehun melaksanakan perannya sebagai suami dengan buruk. Panggilan itu terdengar tidak pas dengan suaranya yang rendah dan tanpa niat. Hatinya menangis getir. Tetapi hal kecil seperti itu selalu sukses membuat hati Luhan terus jatuh ke dalamnya. Luhan berharap, mungkin, suatu saat nanti, Sehun bisa menyebutnya dengan panggilan serupa dengan kasih sayang murni.

Luhan menggeleng tipis. Jengah. Kaki mungilnya berjalan ke tempat penyimpanan baju di ruang keluarga dan mengambil handuk putih berukuran kecil. Dia membawa handuknya dan berjalan menuju tempat makan. Tepat di belakang Sehun, Luhan menaruh di atas kepala suaminya sehingga menutupi kedua mata Sehun. Luhan gemas. Apa susahnya sih mengambil handuk dan mengeringkan rambut?

"Aku tidak mungkin melakukannya lagi. Lain kali biasakan untuk mengeringkan rambut atau seluruh kaosmu basah semua."

Sehun hanya diam. Luhan cukup perhatian. Tak lama setelah keheningannya, dia memegang dan menyingkirkan handuk yang menutupi mata lalu mengusak rambut basahnya sendiri. "Terima..."

"Aku tahu."

Persetan dengan terima kasih jika Sehun tidak memiliki kesungguhan untuk hal sepele itu. Jadi lebih baik, Luhan memotongnya.

Tiada saling pandang mata dalam makan malam hari ini. Itulah kebiasaan mereka. Hanya memandangi makanan yang telah tersedia seolah makanan tersebut lebih indah dari segalanya. Adakalanya Luhan merasa dirinya seperti dilecehkan di hadapan lauk-pauk. Terdengar bodoh, tapi sungguh, Luhan ingin setidaknya Sehun menatapnya saat makan malam. Mungkin untuk satu kali saja.

Luhan berusia dua puluh empat tahun, lebih tua dua tahun dari Sehun. Kelebihannya, banyak terkecoh dengan tampilan luarnya yang sangat manis, bahkan Sehun sendiri. Wajahnya terlalu indah untuk dilewatkan-namun tidak dengan Sehun dengan alasan yang tak pasti. Sehun telah menumpuk kebenciannya pada Luhan, meskipun terkadang ia berpikir Luhan tidak bersalah. Dan sewaktu-waktu, Sehun menganggap jika tiada Luhan, maka dia takkan pernah dijodohkan. Maka segala sesuatunya, Sehun persepsikan bahwa Luhan yang seharusnya bersalah. Dia tidak perlu ada di dunia.

Dengan polos, Luhan duduk di pinggiran ranjang king size mereka. Lelaki yang bersurai coklat keemasan tersebut masih merapikan piyamanya dengan mengaitkan satu-persatu kancing di kain atasannya. Sedang Sehun, dirinya masih tetap duduk di sofa kamar sambil menonton televisi. Tidak ada yang menghibur, volume televisinya juga sengaja Sehun minimkan. Dia memang tengah terduduk, namun gerak-gerik tubuhnya terlihat gelisah, membuat Luhan sendiri yang memiliki tingkat kepekaan tinggi mulai menoleh ke arah suaminya dan menghela napas. Luhan tidak pernah bisa dibohongi. Gerakan yang tak sedap dipandang mata itu membuat beberapa tanda tanya di dalam otaknya muncul dengan spontanitas.

Fall For YouWhere stories live. Discover now