10. Sick

37.4K 2K 84
                                    

Berminggu-minggu Alice tidak keluar Apartemen sama sekali. Tidak bekerja, tidak berinteraksi dengan siapapun. Ia hanya diam di pojok ruang kamar tidurnya menangisi kesalahan bodohnya.

Ya ia sangat bodoh ketika dirinya mau menerima ajakan Deval pergi ke club malam untuk menghadiri pesta Kania.

Yang dilakukan Alice hanya diam menunggu keajaiban datang. Ia berharap Andres menemuinya seperti biasa lelaki itu lakukan.

Tapi kenyataannya jangankan datang, sedikitpun Andres tidak menghubungi Alice.

Gadis itu terus terisak sepanjang harinya. Hanya Tania yang setia menemaninya selama ia tidak keluar Apartemen dan bekerja.

"Alice, makan dulu. Kasihan tubuhmu yang semakin mengurus itu." Tania mengetuk pintu kamar Alice berkali-kali. Tapi hanya kediaman yang diberikan oleh Alice.

"Bukankah kita bersahabat? Seharusnya jika sahabatnya menginginkan sesuatu kau harus menurutinya."

Ya alasan itu yang sering Tania gunakan untuk membuat Alice memakan makanannya meski hanya satu dua sendok saja. Alice membuka pintu kamarnya dan mendapati Tania dengan sepiring Nasi putih dan Ikan Bakar.

"Tempo hari kamu bilang mau makan Ikan Bakar kan? Aku belikan tadi di kantin rumah sakit. Makanlah." Tania menyodorkan piring itu dan Alice menerimanya.

Tania melihat Alice berjalan menuju ruang makan. Ia pun mengikuti Alice menuju ruang makan. Tapi hanya pemandangan yang menyedihkan yang diperlihatkan Alice. Gadis itu terdiam dengan rambut hitam kecoklatan miliknya yang berantakan, mata sembab karena terlalu banyak menangis dan tidak ketinggalan juga tubuhnya yang semakin mengurus. Alice sangat buruk.

"Apa yang sebenarnya terjadi padamu?" Tania bertanya dengan pertanyaan yang sama selama berminggu-minggu ini. Tapi Alice tak menjawabnya sama sekali.

Kehilangan Andres sama dengan membunuhnya secara perlahan-lahan. Baginya Andres adalah napas kehidupannya. Tanpa Andres sebentar lagi pasti ia akan mati.

"Apa yang dilakukan Dokter Emiliano kepadamu Alicia?" mendengar nama Andres disebut Tania, sontak langsung membuat Alice seperti orang yang pingsan kemudian sadar.

"Aku harus bertemu dia. Aku harus ke rumahnya." ucapnya dengan nada bergetar. Alice bangkit dari kursinya berjalan ke kamar lalu mengambil Cardigan miliknya.

"Alicia, kamu tidak menjawab pertanyaanku? Apakah kamu akan pergi?" Tania nampak kebingungan. Ia langsung mengikuti Alice tanpa banyak bertanya. Tania berpikir Alice sedang kalut.

Tak mungkin ia akan meninggalkan Alice sendirian di jalan. Bisa saja hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Dan Tania tidak mau itu semua terjadi pada sahabatnya, Alice.

Sepanjang perjalanan, Tania hanya diam. Tapi sesekali ia melirik Alice yang sedang menyetir. Gadis itu nampak serius melihat jalanan yang ada di depannya dan beberapa kali nama Andres saja yang keluar dari bibirnya.

"Alice." panggil Tania ketika dengan terburu-buru Alice keluar dari mobilnya setelah sampai di rumah yang sangat besar dan halamannya pun sangat luas.

"Assalamu'alaikum." Alice mengetuk pintu sambil mengucapkan salam. Di sampingnya, Tania hanya menatap sedih ke arah Sahabatnya. Alice nampak buruk. Wajahnya pucat dan tubuhnya mengerikan. Ia seperti Mumi yang bernyawa.

"Wa'alaikumsalam." seseorang menjawab salam Alice dari dalam.

Ternyata ia adalah Milan. Raut
kebingungan jelas nampak di wajah Milan. Gadis yang ada di depannya saat ini tak terlihat baik. Bahkan raut kekhawatiran muncul dan terlihat.

"Om, Andres ada?" Alice menanyakan keberadaan Andres kepada Milan. Tapi Milan tak langsung menjawab. Ia malah mengajak Alice dan Tania masuk ke dalam rumahnya.

Not My Fault (Complete)Where stories live. Discover now