25. Memaafkan

129K 10.9K 600
                                    

"Memaafkan memang mudah, tetapi memaafkan pakai hati butuh perjuangan yang keras."

**

OCHA POV

"Kak Rama turunin!" teriakku tetapi wajahnya tetap datar. Lihat saja nanti. Akan aku balas perbuatannya ini. Baru dikira dia cowok, dia bisa seenaknya gitu? "Kak Rama aku mau kerumahnya ayah aja!" teriakku lagi. Aku menjambak rambutnya tetapi wajahnya tetap sama. Datar.

"Gak. Kamu tinggal di apartemenku aja," ucapnya tenang bahkan terlihat santai. Dasar tukang paksa!

"Gak mau!" ucapku ketus. Dia menulikan pendengarannya dan berjalan sambil menggendongku. Tadi sebenarnya aku ingin kabur saat berjalan di rumah sakit, tetapi dia malah menggendongku dan memasukanku ke mobil dengan paksa.

Sampai di apartemen dia juga menggendongku, katanya dia takut kehilanganku. Benar-benar cowok ini!

"Kamu harus dipaksa ternyata ya?" ucapnya mencoba menggodaku saat menurunkan tubuhku dari gendongannya. Dia mengusap rambutnya yang berantakan dengan sebelah tangan. Lalu dia merangkulku erat. Ketika aku ingin pergi, dia menarikku. Kuat.

"Aku mau ke rumah ayah." Dia menggeleng patah-patah lalu mengunci pintu apartemen yang sebenarnya sudah lama tidak tempati ini aku. Aku masih trauma. Masih takut datang ke apartemen ini. Bayang-bayang kejadian itu terus menghantui kepalaku. Dia mendorongku masuk ke dalam apartemen.

"Coba aja kalau bisa," ucapnya membuatku lesu. Dia memasukan kunci apartemennya ke kantung celananya yang membuatku bertambah lesu. Sekarang kesempatannya untuk bertemu denganku pasti akan sangat banyak. Akan ada banyak kesempatan yang tidak akan bisa aku cegah.

"Kak buka dong pintunya."  Dia menggeleng dan bersidekep sambil bersender di pintu seakan menjaga pintu itu agar aku tidak keluar.

Sebegitu takutnya dia aku pergi darinya?

Dia curang. Dulu aku sangat susah sekali mendekatinya bahkan berbicara kepadanya juga butuh banyak pertimbangan. Tetapi sekarang? Dia sangat gampang sekali membuatku luluh terhadapnya. Bahkan karena perlakuannya yang kemarin, aku semakin jatuh hati padanya.

Perhatiannya membuatku tersadar bahwa dia mencintaiku, tetapi aku masih ragu apakah dia benar-benar menyukaiku?

Aku takut dia hanya menyenangkanku karena aku hamil anaknya. Kalau itu benar, aku tidak tahu lagi harus bagaimana.

"Mikirin apa?" tanyanya memberiku senyuman yang nyata aku lihat di hadapaku. Benar-benar nyata. Dia tersenyum kepadaku seakan menemukan tujuan hidupnya. Aku bisa lihat itu di kedua matanya. Tapi yang seperti aku bilang tadi. Aku masih ragu. Terlalu susah membangun kembali kepercayaan yang sudah dia hancurkan.

Aku menggeleng, "Nggak mikirin apa-apa. Aku mau istirahat aja." aku mengalihkan pembicaraan. Untuk saat ini aku tidak ingin berpikir itu lagi. Secepatnya aku harus menghindar darinya. Karena kalau tidak, aku bisa stres dan itu bisa mempengaruhi kehamilanku.

Aku berbalik dan berjalan tepatnya ke arah kamarku, "Ocha tunggu." panggilnya saat aku ingin membuka pintu.

Aku menatapnya yang berjalan ke arahku. Dia berada di hadapanku sambil merogoh kantung celananya. Dia terlihat ingin mengambil sesuatu. Untuk sejenak aku memperhatikannya. Dulu, dia orang yang membenciku. Menghinaku. Bahkan menyakitiku. Dulu dia orang yang selalu membuatku jatuh. Namun aku masih menyukainya. Bodoh? Ya aku bodoh. Terlalu bodoh karena perasaanku padanya.

"Ini," ucapnya menyerahkan sebuah kertas origami kepadaku. Kertasnya berwarna merah muda yang membuatku ingat dia pernah memberinya dulu kepadaku tetapi aku menemukannya di atas meja dan aku ingat saat itu juga aku membalasnya. Tetapi, sepertinya ini berbeda. Tulisannya terlihat sangat panjang.

A Little LoveNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ