10. Untuk ke Sekian Kalinya

145K 10.6K 664
                                    

"Di dunia ini, tidak ada kebencian yang kekal. Kebencian hanya bisa dipadamkan oleh yang namanya cinta. Inilah hukumnya, yang berlaku sejak dulu dan sampai kapan pun akan begitu."

***

OCHA POV

Aku merebahkan diriku di sofa sambil melihat pintu kamar Kak Rama yang masih tertutup rapat. Aku dapat mendengar suara tawa dan suara petikan gitar dari luar. Aku tau pasti kak Irwan yang memetik senar gitar kesayangannya. Kak Iwan itu anak band. Dia sering mengisi acara dengan bandnya di sekolah. Sementara Kak Fendy kegemarannya adalah futsal. Ia sering mengikuti lomba-lomba yang diadakan yayasan sekolah. Lain lagi dengan Kak Helga. Kakak kelasku yang satu itu kesukaannya adalah bermain basket.

Aku meregangkan otot kakiku dengan cara meselonjorkannya. Aku benar-benar lelah karena membersihkan seluruh apartemen Kak Rama yang tadinya seperti kapal pecah. Kini aku melirik jam yang menunjukkan pukul setengah 8 malam. Aku terdiam lama lalu kantuk mulai menyerangku dan akhirnya aku tanpa sadar tertidur pulas di sofa.

***

"Ssttt. Ocha lagi tidur."

"Dia cantik cuman nggak keliatan kaya Lisna. Coba aja gue yang jadi Rama. Gue bakalan sayang banget dah sama dia."

"Hust! Punya temen goblok."

"Ya tapi Rama gak mau kan? Mending Ocha kawin sama gue—eeehh nikah maksudnya," ralat Fendy.

"Si bego," lirik Irwan.

"Rama kok jahat banget ya. Gue gak habis pikir sama dia. Gue gak bisa liat Ocha dikasarin kaya tadi. Bejat-bejat gini gue gak pernah bisa kasar sama cewek," kata Helga. "Apalagi Ocha lebih kecil dari dia."

"Iya gue juga. Rama itu suaminya. Seharusnya dia itu ngejaga Ocha di sini, bukannya malah asik-asikan nge-date sama Lisna," kata Fendy.

"Tauk. Gue juga gak habis pikir. Rama kok tega banget ya. Gue tau dia cinta sama Lisna, tapi gak kaya gitu. Yah, sebagai suami dia seharusnya menghargai Ocha. Seharusnya sih gitu," ucap Helga.

"Gue gak paham sama masalah kehidupan mereka. Mereka rumit, Man!" kata Irwan.

Suara-suara itu membuatku mengernyitkan dahi. Aku membuka mataku perlahan-lahan lalu menangkap sosok Kak Irwan, Kak Fendy, dan Kak Helga yang tengah duduk di sofa depanku. Kulihat mereka sedang berbicara dengan luwesnya.

Aku berdiri dan mengucek mataku.

"Eh, kita-kita bangunin lo ya, Cha?" tanya Kak Irwan kepadaku yang duduk di sebelah kananku. Tepatnya dia duduk di sofa yang berbeda denganku. Aku mengerutkan kening saat melihat mereka yang masih berada di sini. Kesadaranku belum sepenuhnya pulih. Aku masih harus menyesuaikan diriku dan setiap aku bangun tidur, aku harus bengong terlebih dahulu.

"Tenang kita cuman mau jagain lo aja. Gak baik anak cewek sendirian di apartemen sepi," seringai Kak Fendy, "Mana cantik lagi."

"Elo sih semua cewek di bilang cantik," cibir Kak Helga.

"Cewek itu emang cantik. Masa ganteng. Ada-ada aja lo."

Aku mengerutkan kening, bingung kenapa mereka bertiga masih di sini?

"Lo sih Fen. Suara lo keras banget! Ocha jadi bangun kan," ucap Kak Irwan pada Kak Fendy.

"Dih sembarangan nuduh lo! Gue gak ganggu 'kan ya Cha? Ya kan ya kan??" tanya Kak Herlga membuatku menggeleng pelan lalu melirik jam di arah dinding—tepatnya ke arah jam. Astaga! Sudah pas jam tengah malam. Aku belum belajar untuk ulangan besok.

"Ocha apa lo... lo bahagia sama Rama?" pertanyaan itu membuatku menoleh terkejut pada Kak Irwan. Sejenak keadaan hening karena ia mengungkit hal itu.

A Little LoveWhere stories live. Discover now