Aku lama-lama merasa mengantuk dan aku akhirnya tidur di dalam dekapannya.

***

RAMA POV

Ocha terus mendiamiku. Sepertinya dia tengah marah karena aku malah mengajaknya tidur bersama, dalam artian hanya tidur sambil berpelukan dan cuman aku yang memeluknya, tetapi itu cukup membuatku senang.

Wangi tubuhnya masih terasa di bajuku.

Ah sial. Aku mabuk wangi Ocha.

Wanginya sederhana. Minyak kayu putih. Tapi aku suka.

"Aku gerah mau keluar," ucapnya membuatku cepat-cepat bangkit dan menghentikannya. Aku mengambil alih infus yang ia pegang dan itu membuatnya melotot terhadapku.

Dia lucu.

"Mau kemana? Ini udah malem, Cha," ucapku terhadapnya.

"Mau kemana juga terserahku, ngapain kakak yang repot?" ucapnya sengaja memancing kemarahanku tetapi tidak berhasil. Pengendalian diriku jauh lebih besar dari apa yang mungkin ia bayangkan.

"Hm, kalau gitu aku yang antar," ucapku berusaha membujuknya agar tidak sendirian.

"Gak mau! Enak aja, aku maunya sendiri!" ucapnya rusuh. Ternyata susah ya menenangkannya yang sedang dalam sisi sensitifnya ini. Mama yang memberitahuku tadi pagi jadi aku tau hal-hal yang berbau-bau tentang kehamilan. Mana sempat aku belajar tentang hal ini. Apalagi aku taunya mendadak.

"Ocha, ini udah malem, kasian kan sama dia," ucapku sambil menunjuk perutnya dan masih bersikap sabar terhadapnya.

"Kak Rama jangan ngatur-ngatur aku deh. Lagian kita juga udah mau cerai kan?" ucapnya membuatku menatapnya tajam. Masih ingat saja dia mengatakan hal itu. Tapi setelah itu dia juga diam. Mungkin dia bimbang.

Kami terdiam lama.

Kalau boleh jujur aku marah mendengarnya namun aku berusaha menahannya agar tidak timbul.

"Gak ada kata-kata cerai. Sampai kapan pun aku nggak bakalan setuju. Apapun yang terjadi aku nggak bakalan nyerain kamu," ucapku masih mencoba menenangkannya dengan kepala dingin padahal aku ingin sekali memukul dinding sekarang juga karena emosi yang bergejolak. Sabar. Ya kata itu yang tepat untuk menghadapinya.

"Kenapa?" tanyanya dengan wajah polos.

"Karena aku cinta sama kamu," ucapku. "Jawaban apa yang kamu minta?"

Dia menggeleng. "Gak. Kak Rama gak cinta sama Ocha," ucapnya sedih, "Kak Rama cuman kasian 'kan sama Ocha karena Ocha hamil, iya kan?" ucapnya.

Dia benar-benar menguji batas kesabaranku.

"Kalau aku nggak cinta sama kamu, trus kenapa aku ada di sini? Nemenin kamu? Kalau kamu berpikir aku kesian sama kamu maka kamu salah besar Ocha," ucapku kepadanya.

"Salah besar apanya?! Hati kakak buat orang lain. Aku juga belum siap hamil di usiaku yang sekarang," ucapnya membuatku menelan ludah. Aku merengkuhnya ke dalam pelukanku. "Aku takut banget," ucapnya parau. Wajar dia takut, dia masih sangat muda sama sepertiku. Aku pun sebenarnya juga takut.

Seharusnya kami meraih cita-cita setinggi langit. Seharusnya kami masih bisa bersenang-senang layaknya remaja pada umumnya.

"Nggak perlu takut, ada aku," ucapku menenangkannya sambil mengelus rambutnya. Aroma minyak kayu putih menusuk hidungku. Sejenak aku terlena dengan aroma ini. Kenapa aku jadi salah fokus?

"Bukannya Kakak cinta sama Kak Lisna ya? Gimana dengan dia?" ucapnya membuatku melerai pelukan dan memperhatikannya tetapi dia malah mengalihkan pandang ke arah lain.

A Little LoveWhere stories live. Discover now