Sequel lanjutan: Aku padamu, Sean! (versi dua)

Start from the beginning
                                    

Ya saat ini aku sedang ada di kamar Kelvin, aku tidak ingin ke kamar itu. Aku tidak ingin bertemu dengannya yang bisa saja melakukan hal yang lebih buruk lagi.

Aku memanggil Melvin dan juga Deira untuk makan siang, tapi tidak dengan pria otoriter itu. Nyaliku terlalu kecut untuk memanggilnya, pun aku tidak tau dia dimana.

Untunglah ketiga anakku ini tidak menanyakan perihal apapun tentang Sean, mungkin mereka mengira Sean masih bekerja di kantor. Hufft lucky i am.

"Mama gak makan?" Pertanyaan Melvin membuatku tersadar dari lamunanku tentang Sean.

Aku melihat Melvin yang masih sibuk mengunyah dan tersenyum simpul.
"Mama sudah makan sayang" ucapku sambil mengusap kepalanya.

Melvin pun mengangguk dan meneruskan makannya, begitu pula dengan aku yang meneruskan lamunanku. Dimana aku akan tidur malam ini? Ya itu yang sedari tadi aku fikirkan, aku benar-benar bingung harus tidur dimana. Rasanya aku benar-benar tidak ingin untuk bertemu dengan pria itu, dadaku terasa sesak dan sakit setiap kali dia menatap tajam kearahku seperti saat ini. Dia menyuruhku untuk mengikutinya melalui tatapan mata. Oh tamatlah riwayatku. Help me God.

Ternyata Sean membawaku ke taman belakang. Dia duduk di sebuah kursi yang terbuat dari batang kayu yang sudah dimodifikasi menjadi sangat unik, sedangkan aku masih berdiri kikuk di dekatnya.

"Duduk" perintah Sean dengan suara dingin tanpa melihatku.

Aku pun duduk sedikit jauh darinya untuk menghindari hal-hal yang tidak aku inginkan tapi diinginkannya.

"Jelaskan" ucap Sean tanpa mengurangi nada dinginnya.

Aku menghela nafas dan memainkan ujung bajuku karena gugup. Sejujurnya momen ini lebih menegangkan dari pada saat aku menerima rapor dulu.

"Dia bukan siapa-siapa, dia-" penjelasanku tiba-tiba terputus saat Sean memotongnya dengan suaranya yang naik satu oktaf dan membuatku terlonjak kaget dan secara tidak sengaja menatap iris matanya yang berubah warna menjadi merah. Oh god jantungku benar-benar sudah ingin keluar, kemarahan Sean saat ini rasanya lebih besar dari saat aku kabur dari rumahnya setelah dia menawanku seperti seorang tahanan dulu.

"Berhenti mengatakan dia bukan siapa-siapa Tika, kalian berciuman dan banyak adegan mesra yang kalian lakukan. Setelah semua itu kau masih mengatakan dia bukan siapa-siapa hm?"

Aku mendelik dan entah dari mana keberanian ini datang, kali saja jiwa pemberontakku akan segera keluar. Tidak ada lagi rasa takut yang menyelimutiku, aku menatap tajam mata Sean yang masih terselimuti warna merah itu.

"Apa kau yakin yang kau lihat dari foto itu adalah yang sebenarnya Sean? Apa kau ada disana saat itu? Apa kau tidak bisa menduga kalau foto itu adalah rekayasa? " Aku terus bertanya padanya dan Sean mengepalkan satu tangannya erat-erat seperti ingin memukul sesuatu. Maafkan aku karena sudah berani melawanmu Sean, namun sudah saatnya aku membela diriku sendiri dan kau tau ini untuk kebaikan kita berdua.

"Dan...apakah kau tidak percaya padaku, pada istrimu sendiri? Dan kau lebih memilih untuk mempercayai anak buah sialanmu itu?" Lanjutku. Oh God, sejak kapan aku berkata kasar seperti itu kepada suamiku sendiri. Maafkan aku Sean.

Aku melihat Sean sedikit terkejut dengan ucapanku, namun bukan Sean jika aku menang melawannya.

"Apakah aku harus percaya dengan istri yang sudah berani membentak dan berkata kasar kepada suaminya sendiri?"

Tenggorokanku terasa tercekat karena ucapannya, mungkin sudah saatnya aku mengatakan hal ini pada Sean.

"Ya kau memang tidak harus percaya dengan istri durhaka seperti aku. Aku pun sadar aku hanyalah istrimu yang selama ini selalu menurut akan segala perintahmu dan akupun tak pernah meminta yang muluk-muluk kepadamu Sean. Aku juga tidak memiliki satupun mata-mata yang harus aku tugaskan untuk memataimu setiap saat, karena takut kau selingkuh. Namun di dalam diriku sudah melekat sebuah kepercayaan yang besar bahwa kau tidak akan selingkuh. Aku pun sadar kau tampan dan ada banyak wanita yang lebih cantik dariku mendekatimu, namun karena rasa kepercayaan itu lebih besar dari curigaku, aku tidak pernah berfikiran buruk kepadamu Sean. Namun hari ini, hari ini membuktikan bahwa kau tidak mempercayaiku" aku mengeluarkan segala keluh kesahku kepada Sean berharap dia mengerti.

MINE [TAMAT]Where stories live. Discover now