Sequel: Aku Padamu, Sean!

Start from the beginning
                                    

***

"Aku berangkat dulu ya sayang," Sean mencium pipi kanan dan kiriku bergantian lalu pelan-pelan mencium bibirku dengan lembut. Ini rutinitas wajib saat Sean hendak berangkat ke kantor.

"Kok Papa makan bibil Mama telus sih setiap pagi?" Tiba-tiba kepala Melvin muncul dari balik lutut Sean. Sontak aku melepaskan bibir Sean mendadak karena takut anak kami melihat yang tidak-tidak.

"Astaga anak ini kenapa tidak bisa diam sebentar saja," gerutu Sean sembari menggendong Melvin di belakangnya dan mencubit pipinya gemas.

Aku juga heran, padahal jelas-jelas tadi Kelvin, Melvin dan Deira sudah duduk rapi dibangku penumpang mobil Sean. Kenapa anak ini bisa keluar coba? Padahal baru ditinggal sebentar. Haduhh.

Ya, mereka bertiga akan di antar Sean ke sekolah. Memang ketiga anak kembarku itu sedang belajar ditaman kanak-kanak terkenal di kota ini beberapa bulan lalu. Kewajiban Sean mengantar mereka di pagi hari dan kewajibanku nanti untuk menjemput mereka jam 10 nanti.

"Mama, Melvin mau makan bibil Mama juga ya kayak Papa tadi ya." ucap Melvin polos sambil mendekatkan wajahnya ke arahku. Tetapi Sean dengan sigap menjauhkan tubuhnya.

"Oh God. Sayang, kami pergi dulu." ucap Sean berjalan cepat-cepat sambil menggendong Melvin didadanya. Mata mereka berdua sangat mirip. Bedanya wajah Melvin lebih kelihatan lembut dibandingkan dengan Sean.

"Hati-hati!" Aku melambaikan tanganku ke arah mereka dengan senyum merekah diwajahku.

Waktu berjalan tak terasa sudah pukul 10 pagi. Kalau di Indonesia, jangan ditanyakan lagi, pasti disana sudah panas sekali mataharinya. Aku jamin. Tetapi kalau dikota ini, jam 12 siang saja masih kelihatan mendung.

Aku pun tengah bersiap-siap menjemput anak-anakku. Tetapi masih di antar oleh Ronald, bodyguard sekaligus sopir pribadi Sean. Saking banyaknya penjaga suamiku itu, aku sering lupa nama-namanya.

"Ronald, kita pergi sekarang."

"Baik Nyonya," Ronald dengan sigap membukakan pintu mobilnya untukku. Padahal aku sudah sering bicara padanya agar memperlakukanku seperti biasa, tetapi dia selalu menolak. Katanya tidak sopan. Huh. Padahal umur kami tak jauh beda.

Sekitar satu jam lamanya perjalanan menuju sekolah ketiga anakku, akhirnya sampai juga. Rupanya semua anak baru saja menghambur keluar dengan langkah-langkah kaki riang mereka. Syukurlah, aku tidak terlambat.

"Mamaaa!!" teriak Melvin dan Deira sambil berlari ke arahku. Sedangkan si gendut Kelvin berjalan seperti biasa di belakang mereka.

"Woahh, larinya jangan kencang-kencang sayang!" teriakku pelan. Mereka masih berlari dan akhirnya, hap! Mereka berdua memeluk pahaku. Satu lagi anakku Kelvin, dia masih jauh.

"Mama, Dei mau esklim itu." tunjuk Deira ke arah mobil berwarna pink kedai es krim yang terparkir agak jauh dari gedung sekolah. Tapi tempatnya bagus juga, taman bunga. Wow, ada tempat duduknya lagi.

"Melvin juga mau Ma!" seru Melvin seraya menjulurkan tangannya ke atas. Duh anak ini kenapa selalu bersemangat?

"Ayo ayo kita beli. Tapi rahasiakan dari Papa ya, nanti Papa marah kita beli es krim terus."

Melvin dan Deira mengangguk patuh.

"Kelvin, kamu mau eskrim juga?" tanyaku saat Kelvin sudah sampai ditempat kami. Dia mengangguk sekali. Duh, anak ini bisa tidak senyum sedikit?

Akhirnya aku dengan membawa tiga anak kembar ini menuju mobil penjual es krim itu. Ronald hanya mengikuti kami dari belakang.

"Kalian bertiga duduk sini dulu, Mama saja yang beli." ucapku menyuruh Kelvin, Melvin dan Deira duduk dikursi panjang. Mereka bertiga pun menurut.

MINE [TAMAT]Where stories live. Discover now