Oh sekarang aku bisa melihatnya, Kim sunbae. Ia sudah duduk di depan kursi piano yang biasa kami mainkan bersama. Dia seniorku, bernama lengkap Kim Yeol, dia senior sekaligus guru yang mengajarkanku banyak hal tentang musik.

"Anyyeonghaseyo sunbae-nim." Sebenarnya umur diantara kami tak berbeda jauh, hanya beberapa tahun saja, namun di Korea, sopan santun sangat amat penting.

"Oh, Annyeong! " Ia mengayunkan tangannya tersenyum lembut menyapa kehadiranku.

Aku segera mendekat menuju kursi terdekat dengan dirinya. Namun ia menghela nafasnya, menepuk kursi panjang yang ia duduki untuk menyuruhku lebih dekat lagi. Aku tersenyum sembari menggaruk belakang kepalaku yang tak gatal, dan segera berpindah.

Senyumnya merekah membuatku tambah penasaran. "Kamu ingat tentang audisi dua minggu lalu?"

Aku mengangguk ragu. Jelas aku sebenarnya sangat mengingatnya. Bagaimana bisa aku melupakan audisi besar yang menjuru diseluruh Negri? Audisi yang berkali-kali membuatku membolos jam kuliah demi berlatih setiap hari, menghabiskan suaraku, membuat jemariku mati rasa karena bermain piano sepanjang hari, belum lagi segala latihan itu belum juga cukup untuk membuat mentalku kuat didepan ribuan pesaing untuk terus lolos ke langkah demi langkah selanjutnya. Lolos satu audisi, masuk lagi ke audisi selanjutnya dan selanjutnya hingga mungkin bisa disaring sampai empat kali sampai akhirnya dua minggu lalu merupakan babak final atau audisi terakhir.

"Congratulation Melodi,"  ia terdiam sejenak menatapku, " Kamu  berhasil menjadi salah satu mahasiswa yang terpilih untuk bernyayi di atas panggung." Katanya dengan nada super serius yang pernah aku dengar selama ini.

Aku terdiam sesaat. Perkataan itu membuatku seketika membelalakan kedua mataku tak percaya. Aku berhasil? Aku terpilih? My dreams come true?

"Melodi?" panggilnya membuat lamunanku terpecah.

"You are not kidding me, right?" Tanyaku ingin memastikan.

Ia tertawa, memperlihatkan giginya yang tersusun rapi itu seolah bersinar, ia mengangguk. "Of course! But you know that, this is not the end, and certainly is not easy." Lanjutnya, membatalkan senyumanku yang baru saja ingin kuperlihatkan.

"Ah, aku mengerti Sunbae," Aku segera meraih tanggannya untuk berterimakasih. "Terimakasih." Dan ia membalas jabatan tanganku, kemudian menepuk-nepuknya.

Ia menceritakan bagaimana pengumuman itu diberitahukan ke pihak Universitas. Meskipun bukan untuk dirinya, ia merasakan hal yang sama sepertiku, bangga dan sangat bahagia. Perjuangan kami membuahkan hasil. Meskipun aku hanya seorang mahasiswi yang datang dari Negri lain, Korea nampaknya lebih melihat pada bakat bukan hanya asal ataupun latar belakang seorang penyayi.

Kim sunbae sering mengajakku untuk berbincang dengan bahasa Korea, namun ia mengerti bahwa tak semudah itu belajar bahasa Korea. Hanya karena banyak mahasiswa yang saat ini belajar di Negri Korea dari belahan dunia manapun, ia mulai terbiasa berbicara Bahasa Inggris setiap harinya. Dan ini juga yang membuatku terbiasa menggunakan bahasa Inggris, bukan bahasa Korea.

Saat ini sudah tiga tahun, namun lingkunganku sungguh multi kultural, dan aku terbiasa menggunakan bahasa Inggris. Dan ini bukan kebiasaan yang baik, karena sebenarnya setiap harinya aku harus ke pasar, ke toko buku, ke tempat-tempat dimana tidak semua orang Korea bisa mengerti bahasa Inggris.

Kim sunbae tau, untuk membaca hangeul, menulis, dan memahami bahasa Korea aku sudah bisa dibilang sangat baik, namun untuk pengucapan, aku masih membutuhkan pelatihan. Terlebih karena impianku, menjadi seorang penyayi meskipun bukan sebagai seorang bintang, aku ingin berdiri di sebuah panggung yang megah dan besar, untuk sekali saja dalam hidupku pun tak apa. Aku akan bahagia.

MelodiesWhere stories live. Discover now