FnK - Suara Hati dalam Kabut

1.8K 82 81
                                    

Base : Fuuma no Kojiro Live Action by Kurumada Masami
POV : Fuuma no Kirikaze
Time Line : Fuuma no Kojiro Live Action Eps 6
Song : Disarankan membaca sambil mendengar lagu karakternya di multi media - Mistissness
Genre : Angst / Hurt / Friendship

.
.
.

Jendela malam cerminkan hening
Helaan napasku menyelimutinya
Tubuh yang disinari rembulan terhakimi
Pun sudah kehilangan cahaya dan lupakan tawa

.
.
Suara Hati dalam Kabut
.
.

Pria bertubuh jangkung itu berdiri gamang di tepi tebing pegunungan Fuuma. Pikirannya mengembara entah kemana. Rambut pendek kecoklatannya melambai lembut seiring angin yang mendesah perih. Jurang itu menganga di hadapannya, namun bergeming ia dari sisinya. Daun kering yang terjatuh helai demi helai membuatnya semakin larut dalam perenungannya.

Suhu gigil di musim gugur menusuk menembus baju gakuran hitam--dengan motif embos sisik naga--dan celana hitam panjang yang dikenakannya. Ia tak acuh. Tubuhnya tetap tegak berdiri dengan bokuto di tangan yang disanggakan ke tanah.

.
.
Suara Hati dalan Kabut
.
.

Tak ada yang abadi. Tidak juga mereka. Kini yang bisa dilakukan mereka hanya membisu dan perlahan menyatu dengan senyawa tempat mereka dulu berasal. Aku tertunduk.

Haruskah kurasakan sakit yang mengoyak setiap kesadaran diri? Bukankah jiwa ini sudah lama membatu? Mengeras? Membisu tanpa merasakan secuil emosi?

Hakikatnya jiwa hanya sesuatu yang tak bisa berdiri sendiri. Terguncang hujan pun ia akan berpencar seperti debu pasir pantai terserak.

Rapuh.

Karena itu kusingkirkan semua nurani. Sedingin es di musim dingin yang menusuk jauh kedalam kulit dan dagingku.

Tak akan kusuguhkan mentari pagi yang dihiasi suara ayam berkokok, juga burung-burung yang berkicau riang. Karena aku terselimut kabut. Tak terlihat dalam warna putih yang mengaburkan segalanya. Ya ... tidak seorang pun sadar....

Tidak juga dirinya!

~******~

"Apa kau tak merasakan apa-apa?" Kojiro menatap wajahku lurus pagi itu. "Kenapa kau begitu tak acuh? Mereka teman kita! Sahabat kita!" Nadanya meninggi.

"Jangan nasihati aku tentang perasaanku!" Dingin kujawab pertanyaannya.

"Kau sudah terlalu tenggelam," ujarnya lirih. Dia berbalik dan berjalan menjauh penuh kekecewaan.

Kutatap dua buah gundukan batu kecil yang bergeming beberapa depa di hadapanku. Rumput yang nyaris menguning di sekelilingnya menambah kesan suram yang teramat. Kojiro yang meletakkan batu di situ. Memoar pedih atas putusnya asa yang mengikat keduanya dengan keabadian.

Bukannya aku sengaja tak acuh. Bukannya aku sengaja menulikan telinga. Bukankah itu adalah hal yang wajar?

Aku bukan burung yang bisa bebas berkicau bahagia bersama teman-teman dan terbang kesana-kemari. Aku adalah gagak yang terselubung kelam. Hitamnya pekat tanpa dasar.

Bukankah itu janji yang kita ikrarkan saat kita mulai bisa bicara? Bukankah itu sumpah yang diagungkan semua orang dengan bokuto di tangan dan jiwa mereka?

Aku mendengus kesal.

~******~

Angin dingin kembali meniupkan lembar demi lembar perih ke kulitku. Aku menatap jurang itu hampa. Beberapa saat lalu bokuto milikku telah memutus dua benang jiwa yang kini terhempas keras ke bawah jurang.

Unseen Heart x Derita Fandom PinggiranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang