Menu 1: 23!

148K 7.1K 123
                                    

New story! Lagi pengen cerita yang ga berat dan ga banyak menye-menye gitu. Hope you like it! Please let me know ya wheather you enjoy it or not, happy reading all!

Aroma lembut cokelat menyeruak dari oven kecilku, kuintip sedikit kue red velvet yang sengaja kubuat hari ini untuk postingan blog terbaru. Aku berusaha untuk menahan diri agar tidak membuka pintu ovennya, peraturan nomor satu dalam memanggang kue, jangan buka tutup pintunya! Bisa-bisa suhu udara tidak stabil dan menyebabkan kue tidak mengembang sempurna. Tanganku masih mencoba menggapai sprinkles yang tertutup terigu serbaguna, aku terbatuk-batuk saat mencoba menggeser terigunya.

Bau harum kue makin mendominasi dapur rumahku, aku harap kuenya akan matang sempurna lima menit lagi. Kukibaskan sisa-sisa terigu yang menempel dicelana jeans dan memilih beberapa cake tray sebagai tempat untuk menaruh red velvet cakeku nanti. Tak sengaja kusenggol bekas kaleng susu kental manis yang entah sejak kapan masih saja teronggok diujung meja. Kalengnya menggelinding cukup jauh, dengan malas aku berjalan mengejar kaleng sialan itu.

"Maia, masak atau marah-marah?" Terlambat, Papiku sudah mengambil kaleng bekas itu terlebih dulu.

"Maaf pi, lagi ribet nih." Jawabku cepat.

"Udah mikirin tawaran kerja yang papi omongin kemarin?", Ah tidak, kumohon jangan ini lagi.

"Papi, Aku nggak mau omongin ini dulu..", kuambil kitchen mitt  lalu mengeluarkan kue dari oven.

"Kamu nggak bisa selamanya hidup dari blog kamu." Suara Papi mulai meninggi.

"Pi, bisa, Papi nggak ngerti konsepnya, buktinya aku masih bisa jajan sendiri." Aku berusaha mengelak.

"Tentu Papi nggak ngerti konsepnya, tapi kamu butuh kerjaan yang konsisten, pemasukan yang konsisten, apa ucapan Papi nggak cukup masuk akal?"

"Tapi pi, untuk sekarang masih cukup, lebih malah." Aku menjawabnya sembari mondar-mandir menyimpan kueku untuk didinginkan terlebih dulu.

"Apa yang kurang sih Mai, Papi udah nawarin kerjaan sesuai passion kamu, berapa umur kamu sekarang?"

"Tepat hari ini, 23." Jawabku malas.

"Sudah saatnya kamu masuk kedunia kerja Maia, untuk masa depan kamu, Papi mau yang terbaik buat kamu." Tangan papi singgah dipundakku.

"Aku udah cukup bahagia dengan ini pi.." Semoga suaraku terdengar amat memelas.

"Bisa jadi sampingan Mai, papi nggak akan larang.."

"It just..Work under stress is not my thing pi.." Aku berusaha menjelaskan berkali-kali.

"Jadi?" Nada suara papi terdengar tidak sabar.

"Nggak pi.." Jawabku takut-takut.

Tangan Papi turun dari pundakku, ia tidak mengatakan apapun, hanya menarik napas panjang beberapa kali. Kami saling pandang, Papi memaksakan senyuman yang mengerikan kearahku. Aku hanya berpura-pura lebih tertarik memandangi motif keramik didapur kami. Tanpa kuduga Papi mencubit pipiku cukup keras.

"Aaawwww!!, Paapii!!" Aku berteriak kesakitan.

"You are a sweet little girl as long as i remember.." Aku dapat melihat sedikit kekecewaan dimata Papi saat mengatakan itu.

Aku hanya diam, tidak berusaha menjawab apapun. Pasti akan terlihat amat bodoh jika aku berusaha mengelak karena jelas-jelas aku yang salah, tapi kupikir aku tau apa yang kumau, aku hanya ingin melakukan apa yang aku dan hatiku suka. Lagipula blogku tidak kubangun dengan satu malam, aku berusaha cukup keras untuk membuatnya menjadi seterkenal sekarang.

Sweet BlackoutWhere stories live. Discover now