16. Frank's Food

6.1K 221 89
                                    

Mata Luke tertumbuk pada satu post it yang masih tertempel tepat di CD film yang Lane maksud. Disana tertulis: Ini salah satu film favorit gue. Gue yakin, lo bakal suka. Selamat nonton Lane! Yours truly, Axello Wexler.

"Lane," panggil Luke.

Lane mengalihkan pandangan dari ponselnya yang sedang ia mainkan. "Kenapa?"

Luke menggigit bibir bawahnya, ragu. Cowok itu ragu sekaligus belum bisa menyimpulkan sendiri, apa hubungan Lane sama Axel sekarang atau dulu. Maka dari itu, Luke lebih memilih untuk melepaskan satu lembar post it yang tertempel di CD Abduction tadi kemudian berniat memasukannya ke dalam saku celana namun ia urungkan.

Masukin ke saku jaket aja deh, ntar kalo gue simpen di celana terus ke cuci kan gawat coy, batinnya.

"Eh buset lama amat lo, Pil. Masang kaset doang." Lane mengeluh karena Luke belum beres juga dengan urusan memutarkan film yang akan mereka tonton.

Luke mendecak. "Santai, Tuan Putra. Gue lagi mau cari yang lain, siapa tau ada yang lebih asik."

Mendengar Luke memanggilnya dengan sebutan Tuan Putra, Lane lantas melemparkan boneka tiger yang ada di sebelahnya dan sukses menghantam kepala cowok itu.

"Sembarangan lo manggil gue Tuan Putra. Terakhir gue cek, gue masih perempuan tau!" serunya. "Kalo lo lagi cari film yang mengandung unsur anu, cari aja di kamarnya Xavier. Gue gak koleksi yang gituan, omong-omong."

Luke melempar boneka tiger yang tadi Lane lemparkan padanya. Tapi lemparannya meleset hingga hanya mengenai ujung kaki cewek itu. "Gue gak cari film yang gituan, kok!" serunya membela diri.

"Gue pernah baca, katanya, kalo ada orang ngomong terus kalimatnya diakhirin sama kata 'kok', berarti orang itu bohong," jawabnya sambil mengangkat bahu.

Luke lagi-lagi mendecak. "Ish, gue gak bohong, kok!"

Lane tertawa puas. "Ish, gak penting ah. Mending cepet puter filmnya," balasnya. Dengan itu, Luke memasukan CD Abduction ke dalam DVD player kemudian naik ke atas kasur Lane dan berbaring di sebelah cewek itu sambil memegang remot.

Tidak ada yang lebih pintar menyembunyikan sesuatu dibanding Luke. Meski dirinya baru saja menemukan hal yang tidak menyenangkan, tapi tetap, cowok itu terlihat baik-baik saja. Terlihat normal dan terlihat seperti tidak ada yang mengganggu pikirannya saat ini.

Bayangan tentang Lane dan Axel bersama, tidak pernah sekalipun melintas di otak cowok itu. Tapi setelah melihat post it yang tertempel tadi, pandangannya terhadap Axel menjadi lebih buruk lagi. Menurut Luke, menyebalkan dan sialan adalah dua kata yang cocok untuk seorang Axello Wexler.

Dan sekarang, Luke berniat untuk menceritakan tentang Agatha dan Ben pada Lane. Berharap kalau cowok itu membuka satu kartu, Lane akan melakukan hal yang sama juga.

"Ya ampun, mata gue!" Luke berseru saat dirinya melihat adegan antara Nathan dan Karen yang making out di dalam kereta.

Lane mendegus. "Apa sih, sok alim gitu. Padahal lo udah biasa kan, liat yang ginian? Ngaku lo, Upil," ujar Lane santai.

"Nggak! Gue gak pernah nonton yang gituan kok!" bantah Luke.

Lane membentuk tanda kutip virtual menggunakan jarinya kemudian berkata, "Kok,"

Luke mendesis, kesal. Padahal pada kenyataannya, cowok itu memang lebih memilih menonton TV series bersama Liz dibanding menonton film yang aneh-aneh. Luke kelewat patuh pada ibunya saat perempuan berumur empat puluh lima itu berkata kalau film semacam itu bisa merusak otak.

Stand on the GroundOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz