Rinai Hujan 20

5K 356 17
                                    


Ketika Rain baru saja kembali ke rumah sakit setelah menemui Rei di rumah Opa dan Oma, Rain melihat orangtua Rinai memasuki ruang dokter. Rasa penasaran akhirnya membuat Rain bergegas menuju ke depan ruangan tersebut dan berniat menguping apa yang dibicarakan oleh mereka. Memang itu bukan suatu tindakan yang terpuji, tetapi Rain merasa ingin tau dengan apa yang sebenarnya terjadi pada Rinai. Ia merasa kaget ketika mendapat kabar dari Opa tiga hari yang lalu bahwa Rinai jatuh pingsan di sekolah. Dan malam itu juga Rain segera menuju ke Bandung walau hanya menggunakan motor. Saat ia tiba, Rei sudah tidak ada. Dan ia tidak pernah melihat Rei hingga tadi mereka bertemu.

Rain mendekatkan daun telinganya ke arah pintu. Ia beruntung karena bisa mendengar suara dokter dengan sangat jelas. Dan betapa terkejutnya ia saat mendengar bagaimana kondisi Rinai. Rain memegang dadanya yang tiba-tiba terasa sesak. Ia menggigit bibirnya. Matanya mulai memerah. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana jika Rei sampai mengetahui hal ini. Tetapi tetap Rei harus tau masalah ini. Jangan sampai Rei merasa dirinya dibohongi dengan kondisinya yang seperti sekarang, itu akan membuatnya semakin hancur. Tiba-tiba pintu terbuka, Rain dengan gesit sembunyi di balik pintu. Ia menghela nafas lega saat melihat orangtua Rinai berjalan menjauhi ruang dokter tanpa melihat ke arahnya. Saat dokter akan kembali menutup ruangannya, Rain menahan pintu itu. Dokter itu terkejut melihat ada Rain disana.

"Dokter, maaf, boleh saya masuk?" minta Rain dengan sorot mata peuh permohonan. Dokter tersebut akhirnya mengangguk dan mempersilahkan Rain masuk ke dalam ruangannya.

***

"Ma, Rinai kenapa?" Tanya Rinai ketika melihat ada yang aneh dari sorot mata kedua orangtuanya. Sepertinya memang ada yang disembunyikan.

"Nggak apa-apa, Sayang. Rinai mau cepet sembuh kan? Nurut sama Papa dan Mama ya.. Rinai nggak boleh banyak pikiran. Ngerti?" Mama mengelus rambut Rinai dan duduk disamping ranjangnya. Rinai mengangguk pelan dan tidak bertanya macam-macam lagi. Sementara itu Onie pamit untuk pulang karena merasa bahwa Rinai butuh waktu untuk bersama kedua orangtuanya.

"Ma, Opa dan Oma udah pulang?" tanya Rinai lagi.

"Opa dan Oma udah pulang waktu kamu tidur lagi. Kan mereka pulang barengan sama Rain," Mama menjelaskan.

"Hmm.. harusnya tadi Rinai titip salam buat Rei ke Opa dan Oma," Rinai sedikit menyesal. Sejak ia sadar memang ia selalu mencari Rei. Bahkan Rinai terus menangis sampai ia tertidur kelelahan. Dan ketika bangun, sudah ada Onie yang menjenguknya.

"Rei adiknya Rain, ya? Mama dan Papa belum ketemu dia sejauh ini. Dia nggak pernah ke rumah sakit," papa yang bicara.

Rinai menghela nafas berat. Ia sudah tau kalau Rei tidak pernah berada di rumah sakit. Tetapi ada perasaan tidak enak di dalam batin Rinai. Ia sangat mengkhawatirkan kondisi Rei. Apa ia baik-baik saja? Rinai menunduk, ternyata rasanya merindukan seseorang pun bisa sesakit ini. Ia dulu terbiasa dengan kebersamaannya dengan Tirta. Sehingga mereka tidak memiliki waktu untuk merindukan satu sama lain. Tapi saat ini berbeda, ia menginginkan Rei ada disisinya. Ia ingin melihat Rei. Ia membutuhkan Rei.

"Mungkin dia masih sibuk, Sayang," mama mencoba untuk menghibur Rinai. Rinai tersenyum pelan. Tidak mau memperlihatkan kesedihannya di hadapan orangtuanya. Ia sudah cukup merepotkan saat ini. Ia tidak ingin orangtuanya juga ikut merasa sedih atas dirinya.

"Pa, Ma, kata dokter Rinai baik-baik aja kan? Kapan Rinai bisa pulang dari rumah sakit? Rinai nggak mau di infus lagi. Papa tau kan Rinai takut jarum," memang sejak kecil Rinai takut rumah sakit. Ia sering sakit-sakitan dan ketika mama sudah memaksanya untuk berobat ke rumah sakit maka Rinai akan menangis histeris.

"Rinai sabar dulu, ya? Dokter kan belum suruh Rinai pulang," jawab Papa. Rinai menunduk lesu. Sepertinya dia memang harus melewati hari-hari yang sangat monoton di rumah sakit ini. Apalagi kenyataan bahwa Rei tidak ada disini. Rinai mendesah kecewa sebelum akhirnya ia memilih untuk kembali tidur.

Rinai HujanWhere stories live. Discover now