Rinai Hujan 10

5.1K 351 0
                                    


Flashback

Rain Alfredo dan Rein Alfandi memandang seorang gadis kecil yang berada di gandengan Papa mereka. Gadis itu berumur tiga belas tahun, ia memakai rok terusan bermotif bunga mawar. Wajah gadis itu sungguh lucu, ia juga cantik. Matanya bagai permata hitam yang berkilau dengan alis yang lentik. Rambut panjangnya dibiarkan terurai. Rein yang saat itu masih berumur empat belas tahun melihat sang gadis dengan penuh kebencian. Tidak mau melihat gadis itu lama-lama, Rein segera berbalik dan menuju kamar.

"Rain, antar Clery ke kamarnya! Mulai sekarang dia jadi adik baru kalian," kata Papa. Rain menurut, ia melambaikan tangan mengisyaratkan agar Clery mengikutinya. Tapi Papa menyuruh Rain mendekat dan menggandeng tangan Clery. Rain menurut juga. Ia menarik tangan si gadis kecil dengan agak kasar.

"Auucchhh!!" Clery hampir jatuh saat Rain menarik tangannya. Rain baru menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda dari diri Clery. Kakinya menggunakan alat untuk membantunya berjalan! Rain jadi sedikit merasa bersalah.

"Maaf...," ujar Rain dengan tulus.

"Nggak pa-pa, Kak. Clery sakit polio jadi nggak bisa jalan kalau nggak ada alat ini," Clery tersenyum sambil menunjuk alat penyangga di kakinya. Rain sudah mengerti. Rain balas tersenyum dan menuntun Clery secara perlahan-lahan menuju kamarnya yang berada di sebelah kamar Rain dan Rein. Sesampainya disana, Rain mendudukkan Clery di tempat tidur.

"Makasih Kak Rain," ucap Clery masih dengan senyumnya.

"Kamu tau namaku?" Rain menunjuk dirinya sendiri.

"Papa sering cerita tentang Kak Rain dan Kak Rein," jawab Clery.

Rain tersenyum penuh kepahitan. Ia berjalan menuju pintu. Sebelum keluar ia sempat menoleh kepada Clery sambil berkata, "istirahatlah, kamu pasti capek setelah perjalanan jauh. Aku sama Rein ada di kamar sebelah. Kalau kamu butuh apa-apa tinggal ketok tembok samping kiri, pasti dari kamar aku kedengeran. Kalau gitu aku pergi dulu. Selamat malam, Clery..." Rain keluar dari kamar dan menutup pintu.

***

"Ngapain sih Papa bawa tuh anak!" sentak Rein saat Rain tiba di dalam kamar.

"Rei, dia itu adik kita juga," Rain berusaha meredam amarah Rein.

"Kakak anggap dia adik, hah? Dia bukan anak Mama! Kita yang anak Mama!" amarah Rein malah semakin menggebu-gebu.

"Aku tau dia bukan anak Mama, tapi dia juga anak Papa, Rei, meskipun bukan darah daging Papa!" sentak Rain.

Rein mendengus dengan mata berkilat-kilat. Ia membuka selimut dan segera bergelung disana. "Tega banget Papa. Mama baru aja meninggal, tapi dia malah bawa pulang anak dari istrinya yang baru!" gumam Rein pada dirinya sendiri.

***

Sejak Clery tinggal di rumah mereka, Rain memiliki kebiasaan baru. Setiap pulang sekolah ia akan mengajak Clery bermain, meskipun usia mereka selisih empat tahun. Kadang Rain mengajak Clery bermain puzzle, sudoku, atau scrable. Biasanya Clery akan menunggu Rain di taman sambil bermain ayunan karena Clery pulang sekolah lebih pagi. Ia disekolahkan di SLB karena Clery terlalu minder untuk bersekolah di sekolah reguler.

"Kakak, hari ini main apa?" seperti biasa Clery sudah ada di bangku ayunan. Rain menghampiri dengan wajah sedikit lesu.

"Semuanya udah kita mainin, Clery. Bahkan kamu sampai menang berkali-kali. Bosan kalau main itu terus. Kamu ada ide nggak enaknya kita main apa?" tanya Rain.

Rinai HujanWhere stories live. Discover now