Rinai Hujan 12

5.3K 320 8
                                    


Setelah Rain menceritakan semuanya pada Rinai, Rinai mulai memahami bagaimana kondisi Rain dan Rei saat ini. Mereka masih menyimpan luka yang belum sembuh hingga sekarang. Kenangan. Sekali lagi kenanganlah yang bisa menghancurkan seseorang. Sebenarnya bagi Rinai, cerita itu belum cukup untuk bisa memahami apa yang Rei rasakan saat ini. Semua masih kabur. Rain hanya menceritakan berdasarkan apa yang ia lihat. Ia tidak pernah menceritakan bagaimana perasaan Rei.

Rinai masih menyusun puzzle kehidupan Rain dan Rei. Tapi puzzle itu belum lengkap. Rinai hanya mendapat potongan puzzle dari Rain. Jalan satu-satunya untuk menyusun puzzle yang masih berantakan ini adalah bertanya langsung pada Rei. Yang menjadi masalah, sampai saat ini Rinai belum bertemu dengan Rei.

"Rei jatuh cinta sama Clery," Rain bergumam. Pelan sekali, seperti ia berkata pada dirinya sendiri. "Kenapa gue baru tau sekarang? Gue sama sekali nggak nyangka, Rin. Demi Tuhan, Clery itu adiknya!" Suara Rain tiba-tiba meninggi.

"Jangan salahin Rei, Kak. Cinta itu emang nggak pernah bisa diprediksi. Mungkin bukan mau Rei jatuh cinta sama Clery. Mungkin karena kalian terbiasa bersama. Apa Kakak nggak cinta sama Clery?" Rinai balas bertanya.

"Gue cinta Clery. Tapi perasaan cinta gue dan cinta Rein bener-bener beda. Gue cinta Clery sebagai kakaknya. Gue bertanggung jawab buat melindungi Clery. Gue bertanggung jawab buat bikin dia bahagia. Gue kakaknya, Rin. Meskipun dia adik tiri gue," Rain berujar dengan nada menggebu-gebu. Ia terlihat sangat kacau. "Dan lo bener. Rei sama sekali nggak salah. Gue yang salah! Selama ini gue nggak pernah bener-bener memahami perasaannya. Selama ini gue nggak pernah sekalipun memperhatikan dia. Kakak macam apa gue ini?!" Rain menjambak-jambak rambutnya sendiri. Rinai gelagapan. Ia berusaha menenangkan Rain. Rain semakin histeris. "Gue nggak pantes jadi seorang kakak! Gue nggak pantes!!!"

"Kak, jangan ngomong gitu! Bukan salah kakak! Kalian semua nggak bersalah!" Teriak Rinai sambil terus menenangkan Rain.

"Lo nggak tau apa-apa, Rin! Gue salah! Gue jahat! Gue nggak pernah ngasih tau Rei kalau sebelum Clery meninggal dia nyariin Rei terus. Gue juga nggak pernah bilang sama Rei kalau Clery sebenernya sayang sama dia. Rei sama sekali nggak tau, Rin!"

"Kenapa, Kak? Kenapa kakak nggak bilang sama Rei?"

"Gue sengaja! Gue cuma nggak mau Rei menyesal. Kalau gue bilang pasti dia marah karena saat itu dia nggak ada. Dia pasti nyalahin dirinya sendiri. Gue nggak mau, Rin. Gue nggak mau dia hancur seperti gue!!!"

Rinai dapat melihat kepedihan luar biasa di dalam mata kelam Rain. Rinai juga dapat melihat air mata menetes dari sudut mata Rain. Rinai bisa membayangkan jika saat itu ia ada di posisi Rain, ia pasti juga akan melakukan hal yang sama. Ia tidak akan membuat seseorang yang disayanginya ikut hancur bersama dirinya. Baru sekarang Rinai benar-benar merasakan betapa Rain sangat menyayangi Rei. Salah jika Rain mengatakan bahwa dirinya tidak pantas menjadi seorang kakak. Mungkin dulu ia memang sedikit mengabaikan Rei saat masih ada Clery, tapi bagi Rinai itu masih bisa dimaklumi karena Clery memang membutuhkan perhatian ekstra. Hanya tinggal perasaan Rei yang sulit diselami. Sampai saat ini semakin sulit diselami.

Saat pertama kali tinggal di rumah ini, Rinai berfikir bahwa Rain lah yang bermasalah sementara Rei baik-baik saja. Rain terlalu mudah dipahami. Rei terlalu sulit dimengerti. Ia terlihat baik-baik saja, tapi ternyata menyimpan luka yang sama seperti Rain. Apa mungkin luka hati Rei lebih parah daripada Rain? Sekali lagi, ini masih terlalu kabur bagi Rinai. Rinai harus bertemu dengan Rei untuk segera melengkapi puzzle-nya.

***

"Udah nggak nangis lagi, kan?"

Rei mengangguk. "Lo beruntung banget deh bisa lihat seorang Rein Alfandi nangis. Sahabat-sahabat gue aja nggak pernah sekalipun lihat gue nangis."

Rinai HujanWhere stories live. Discover now