[R-1] Vajra - Dua Topeng

40 13 0
                                    

Sebelum menjadi Satria Pringgodani, Gatotkaca dilatih siang-malam dalam Candradimuka, kawah gunung berapi dewata yang konon bara panasnya mampu menghanguskan dewa.

Menyusuri salju tebal, Vajra agak sulit melangkahkan kakinya. Walau mengenakan baju tebal dan memancarkan prana pelindung untuk menghangatkan tubuh, Vajra tetap bagai mendekam dalam lemari es. Rasa ngilu yang merasuki setiap ruas tulang di tubuhnya membuatnya mengira-ngira, mungkinkah dulu Tetuko menderita lebih parah dari dirinya?

Mata Vajra terus menyorot tajam, penuh tekad bulat. Badai salju di Los Soleil ini belum seberapa dibandingkan Kawah Candradimuka sejati. Si pendekar bertopeng separuh itu harus merampungkan misi ini, supaya setidaknya ia maju selangkah menyusul kesaktian Gatotkaca.

Ponsel radar terus tergenggam di tangan Vajra, mata hijaunya tak hentinya beralih dari radar ke medan sekelilingnya. Jarak penglihatan yang terbatas justru memberinya kesempatan berlatih melacak keberadaan seseorang – atau sesuatu – dengan prananya.

Sempat beberapa kali Vajra hampir terperosok ke dalam lubang di bawah salju yang labil itu. Untunglah sepatu bot yang ia kenakan dan gerakan refleks yang lincah hasil gemblengan "trio wayang" selalu mengembalikan si pahlawan super ke pijakan yang mantap.

Tiba-tiba layar radar menunjukkan sebuah titik merah yang bergerak amat cepat ke arah titik hijau dengan teks "VAJRA" tertera di sampingnya. Dengan sigap Vajra menyimpan radar dalam kantung di bagian dalam rompi beskapnya, seraya bergumam, "Akhirnya, sedikit olahraga untuk menghangatkan tubuh."

Benar saja, dari samping Vajra muncul sesosok rusa hitam bertubuh sebesar unta, suaranya lebih mirip raungan serigala daripada lenguhan rusa. Monster itu berderap cepat, menyeruduk dengan tanduk bercabangnya yang berbentuk hampir seperti sepasang cakar tangan manusia.

Bagai seorang pendekar adu banteng yang disebut matador, Vajra berputar sambil bertumpu pada satu kakinya, lalu mendoncang depan. Dengan cekatan pula ia menghantam sisi tubuh si rusa dengan satu tinju yang sarat petir bertegangan tinggi. Alhasil, monster itu terdorong, oleng dan hampir melayang.

Gilanya, rusa hitam itu meliukkan lehernya yang panjang, tanduk raksasanya menyeruduk tepat di tubuh Vajra. Tak ayal si manusia mengaduh, darah pertama tersembur dari mulutnya.

"Cih!" Terpaksa Vajra mengerahkan prana ke sepasang sepatu botnya, lalu mulai lari melintasi salju. Si rusa hitam besar menggeram, memperlihatkan sederetan taring di moncong serigalanya dan mengejar si "pendekar pengecut" sambil menyeruduk sekuat tenaga.

Saat si rusa berhasil memperkecil jarak dan desir serudukannya lebih terasa daripada badai, tiba-tiba Vajra bersalto amat tinggi, melewati tanduk dan leher monster yang merunduk itu. Lantas Vajra mendarat di punggung rusa dengan posisi seperti menunggang kuda. Sebelum siluman rusa-banteng-serigala itu sempat meronta bagai kuda binal, Vajra beringsut maju. Tangan kirinya meraih tanduk raksasa, dan tubuhnya meliuk ke samping "tunggangan"-nya.

Secepat kilat, jari tangan kanan Vajra teracung. Gelang Gandiwa berpendar, Vajra menembakkan Panah Pasopati bagai berondongan senapan mesin tepat ke dalam lubang telinga si rusa hitam. Teriring raungan keras, si monster buas jatuh berdebam, menebar salju ke segala penjuru. Vajra melompat tepat waktu dari tubuh rusa dan mendarat mulus di tanah.

Tak ada waktu menikmati hasil "olahraga"-nya, Vajra ambil langkah seribu. Bau anyir darah dari bangkai rusa pasti akan menarik perhatian rekan-rekannya yang sangat mungkin sudah jadi kanibal, pemakan daging sesama jenisnya. Dan si manusia tak mau jadi kudapan mereka.

Setelah menganggap dirinya lari cukup jauh, Vajra menghentikan langkahnya. Lantas ia memegangi perutnya dengan wajah meringis. Vajra salah langkah, seharusnya ia terus lari seperti pengecut, adu cepat dengan rusa hitam daripada mendapat rugi berupa luka dalam.

VAJRA in Battle of RealmsWhere stories live. Discover now